JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengeksekusi terpidana kasus korupsi proyek Hambalang atas nama Anas Urbaningrum. Mantan ketua umum Partai Demokrat itu akan menjadi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin.
“Tim Jaksa Eksekusi KPK telah melaksanakan eksekusi pidana badan terhadap terpidana Anas Urbaningrum berdasarkan Putusan PK Mahkamah Agung RI Nomor 246 PK/Pid.Sus/2018 tanggal 30 September 2020,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat (5/2/21).
Ali mengatakan, Anas Urbaningrum akan menjalani pidana penjara delapan tahun dikurangi selama berada dalam tahanan. Dia juga diwajibkan membayar denda pidana Rp 300 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka dikenakan pidana pengganti denda berupa kurungan selama tiga bulan.
Anas Urbaningrum juga diharuskan membayar uang pengganti sekitar Rp57,59 miliar ditambah berkisar 5,26 juta dolar AS. Dengan ketentuan, apabila belum membayar uang pengganti tersebut dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
“Sedangkan, apabila harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana penjara selama dua tahun,” katanya.
Ali mengatakan, hak politik Anas Urbaningrum juga dicabut selama lima tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani pidana pokok. Artinya, Anas tidak bisa memiliki hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun tersebut.
“KPK akan segera melakukan penagihan baik denda maupun uang pengganti dari terpidana sebagai aset recovery dari tindak pidana korupsi untuk pemasukan bagi kas negara,” katanya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh terdakwa kasus korupsi proyek Hambalang tersebut. MA telah memangkas hukuman Anas dari 14 tahun kurungan menjadi delapan tahun penjara pada tingkat kasasi. Majelis hakim PK menerima alasan Anas bahwa ada kekhilafan hakim pada putusan tingkat kasasi.(*/Tu)
JAKARTA – Pegiat media sosial Permadi Arya alias Abu Janda dimintai keterangan oleh penyidik selama empat jam di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (4/2) sebagai saksi terlapor dalam penyelidikan kasus dugaan rasis terhadap mantan anggota Komnas HAM Natalius Pigai. “Ya, saya baru selesai pemeriksaan sekitar empat jam hingga lima jam, 20 pertanyaan,” kata Permadi.
Permadi diperiksa penyidik Bareskrim dengan didampingi kuasa hukumnya. Pemeriksaan tersebut untuk menindaklanjuti laporan polisi dengan nomor LP/B/0052/I/2021/Bareskrim tertanggal 28 Januari 2021. Laporan tersebut dibuat oleh Ketua Bidang Hukum Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) Medya Rischa Lubis.
Dalam laporan tersebut, Permadi Arya alias Abu Janda dituding melakukan tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik sebagaimana Pasal 45 ayat (3) juncto Pasal 27 ayat (3) dan/atau Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) dan/atau Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Kebencian atau Permusuhan Individu dan/atau Antargolongan (SARA) Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP.
Kepada wartawan, Permadi mengatakan tidak memahami alasan bukan pihak Natalius Pigai yang melaporkannya ke polisi dalam kasus ini.
“Saya juga tidak mengerti ini urusan saya sama Bang Pigai, tapi kok yang melaporkan bukan Bang Pigai,” katanya pula.
Sebelumnya, pada Senin (1/2), Permadi sudah menjalani pemeriksaan di Bareskrim terkait perkara lainnya yakni mengenai cuitannya di akun Twitter @permadiaktivis1 yang menyebutkan Islam sebagai agama yang arogan. Pemeriksaan tersebut untuk menindaklanjuti laporan polisi nomor: LP/B/0056/I/2021/Bareskrim tertanggal 29 Januari 2021. Dalam pemeriksaan tersebut, Permadi mendapat 50 pertanyaan dari penyidik.
Dalam kasus tersebut, Permadi dipersangkakan dengan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Kebencian atau Permusuhan Individu dan/atau Antar Golongan (SARA), Pasal 156 A Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Penistaan Agama.(*/Jon)
CIBINONG – Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari Cibinong) Kabupaten Bogor, menuntut terdakwa Fikri Salim dalam kasus Tindak Pidana Pencucian uang (TPPU) dan Penggelapan atas dana milik PT. Jakarta Medica Center (JMC) dituntut kurungan penjara selama 18 tahun penjara.
Dalam dakwaannya, Jaksa Anita Dian Wardani menyebut, bahwa dalam kasus terdakwa Fikri Salim atas kasus TPPU dan Penggelapan dana milik PT. Jakarta Medica Center telah terbukti dan memenuhi unsur hukum yang tetap.
Dimana, terdakwa Fikri Salim terbukti melakukan tindak pidana melawan hukum dan terdakwa dituntut selama 18 tahun kurungan penjara dengan denda Rp5 milyar dan subsider 6 tahun penjara.
“Saudara Fikri Salim terbukti dan telah memenuhi unsur-unsur melakukan tindak pidana melawan hukum yang secara bersama-sama dengan merugikan perusahaan ditempat dulunya bekerja mencapai Rp33 milyar yang merupakan milik saksi Dokter Luki Azizah selaku owner PT. JMC, dengan ini jpu menuntut terdakwa dengan hukum 18 tahun penjara denda 5 milyar rupiah dan subsider 6 bulan kurungan,” kata Jaksa Anita dalam tuntutannya di ruang sidang Kusumah Atmadja PN Cibinong Kelas IA Kabupaten Bogor, pada Rabu (03/2/2021).
Menurutnya, terdakwa Fikri Salim terbukti dalam aksinya yang menggelapkan dana puluhan miliar itu dengan dibantu 27 karyawan PT. JMC lainnya yang kini juga telah mendekam dibalik jeruji besi.
“Untuk kerugian yang dialami saksi Dokter Luki Azizah yang juga selaku komisaris utama PT. JMC mengalami kerugian hingga mencapai kurang lebih 30 milyar lebih,” ucapnya.
Selain itu, dalam kasus perkara yang dilayangkan korban Dokter Luki Azizah selaku pemilik PT. Jakarta Medica Center, dimana terdakwa Fikri Salim l salah satunya terbukti menggelapkan dana senilai Rp557,5 juta untuk pembangunan ruko di jalan raya puncak Desa Cisarua, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, namun digunakan untuk kepentingan pribadinya.
“Untuk pembangunan ruko di kawasan Cisarua Puncak Bogor, yang mana saksi Dokter Luki Azizah mengalami kerugian materi bernilai Rp1 milyar, yang mana pembangunannya sampai kini belum selesai baru hanya sekitar 80 persen dan perijinan IMB nya pun tak kunjung diurus,” tuturnya.
Sementara itu, Jaksa Tri Antoro yang juga membacakan tuntutan kepada terdakwa Rina Yuliana yang terbukti menerima uang melalui 4 kali transfer ke rekening pribadi terdakwa maupun secara tunai dari Fikri Salim dengan total nilai kurang lebih 361 juta rupiah, terbukti bersalah dan dituntut hukuman penjara selama 15 tahun penjara dengan denda Rp5 milyar da subsider 6 bulan kurungan.
“Atas bukti-bukti kwitansi yang ada dan keterangan saksi-saksi terdakwa Rina Yuliana kami tuntut selama 15 tahun kurungan penjara dipotong masa tahanan dengan denda senilai 5 milyar rupiah dan subsider 6 bulan penjara,” tegasnya.
Terpisah, dalam sidang yang dilakukan secara virtual kedua terdakwa yakni Fikri Salim dan Rina Yuliana atas tuntutan dari jaksa penuntut umum akan melayangkan nota pembelaan melalui penasehat hukum masing-masing terdakwa, dimana sidang akan digelar pada Rabu 10 Februari 2021 yang beragendakan membacakan pledoi/nota pembelaan kedua terdakwa.
Namun dalam layangan nota pembelaan itu, Rina Yuliana dalam sidang virtual tersebut terdengar menangis tersedu-sedu usai jaksa membacakan tuntutan terhadap dirinya tersebut.
Diketahui, Fikri Salim didakwa melakukan penggelapan sekaligus pidana Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Motifnya dia melakukan klaim bon dan kwintansi palsu melalui Syamsudin yang menjadi direktur keuangan di PT Jakarta Medika.
Dana hasil kejahatan itu ditranfers ke rekening Syamsudin sebesar Rp165 juta, ke rekening Zainudin sebesar Rp50 juta dan ke rekening Rina Yuliana Rp361 juta. Total dana yang digelapkan terdakwa Fikri Salim mencapai Rp 577 juta.
“Terjadi penggelapan uang dalam jabatan sebesar Rp 577 juta bersama sama saksi Rina, Saksi Soni Priadi dibantu oleh saksi Syamsudin bersama saksi Junaidi, itu uang PT Jakarta Medika,” ujar JPU Anita.
Kasus penggelapan ini menurut JPU Anita terjadi pada tahun 2019 saat PT Jakarta Medika merencanakan pembangunan rumah sakit di Cisarua Kabupaten Bogor. Saat itu terdakwa menaikkan harga barang keperluan untuk pembangunan gedung tersebut.
Selain itu, pengurusan izin yang sebelumnya untuk keperluan izin rumah sakit belakangan berubah menjadi izin hotel. Akibatnya rencana pembangunan rumah sakit menjadi terbengkalai.(*/Ded)
SURABAYA – Subdit V Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah Jawa Timur membekuk warga Sidoarjo berinisial OS yang merupakan muncikari penyedia layanan prostitusi anak di bawah umur di Kota Mojokerto. Pelaku menawarkan jasa prostitusi melalui media sosial.
Wakapolda Jatim Brigjen Pol Slamet Hadi Supraptoyo di Surabaya, Senin, mengatakan, pelaku OS ditangkap di daerah Kranggan Kota Mojokerto pada Jumat (29/1) karena membuka layanan sewa indekos harian untuk melancarkan bisnis prostitusi daring dengan korban anak di bawah umur. “Korbannya adalah 36 anak berusia 14 hingga 16 tahun yang masih duduk di bangku SMP dan SMA,” ujarnya.
Brigjen Slamet menjelaskan tersangka OS dibantu sejumlah anak di bawah umur yang bertindak sebagai reseller mencari korban untuk ditawarkan melalui media sosial Facebook dan WhatsApp. OS diketahui sudah dua tahun menjalankan bisnis tersebut.
“Reseller tersebut diminta membuat akun Facebook dan WhatsApp dan bergabung di grup Facebook ‘Info Kos dan Kontrakan area Mojokerto’ dan ‘Info Kos dan Kontrakan Mojokerto, Ngoro dan Pasuruan’ dengan tujuan mencari pelanggan,” ucap-nya.
Kemudian setelah ada calon penyewa, transaksi dialihkan ke media sosial WhatsApp. “Setelah itu OS yang mempunyai kos harian menyewakan setiap kamar tersebut dengan tarif Rp50 ribu dengan nama ‘Daftar Harga Wisata Rumah Nobita’ yang dikemas dengan paket Doraemon, Nobita, Sizuka, Suneo dan Giant,” tutur-nya.
Sementara tarif dari prostitusi tersebut berkisar antara Rp250 hingga Rp600 ribu. Meski begitu, kata dia, OS pernah menjual anak-anak di bawah umur dengan tarif hingga jutaan rupiah. “Tersangka pernah menjual wanita panggilan usia pelajar kelas 8 SMP dengan tarif Rp1,3 juta,” kata perwira tinggi Polri bintang satu tersebut.
Sementara itu, tersangka OS mengaku banyak dari korbannya yang justru menawarkan jasa prostitusi kepadanya. “Kadang banyak dari mereka yang datang sendiri menawarkan kepada saya. Mereka sudah jadi wanita panggilan sebelumnya. Saya hanya dapat Rp50 ribu dari sewa kamar,” katanya.
Dari penangkapan tersebut, diamankan barang bukti empat unit ponsel, uang Rp1,3 juta dari saksi korban. Atas perbuatannya tersangka dijerat pasal 27 ayat 1 jo 45 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tentang prostitusi daring dengan ancaman hukuman enam tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.(*/Gio)
SURABAYA – Empat orang satu keluarga yang menjadi komplotan copet spesialis pengunjung Pasar Tugu Pahlawan Minggu pagi ditangkap Unit Resmob Satreskrim Polrestabes Surabaya.
Mereka adalah Rio Didik Agus (50), Ary Yuana (47) dan Ori Ramadhan Tiko (27). Mereka merupakan warga Jalan Darmo Permai Utara, Surabaya. Sementara satu tersangka lain yaitu Sri Wardhani (41), warga Jalan Oro-oro, Tambaksari, Surabaya.
Kawanan ini dikejar Tim Unit Resmob Polrestabes Surabaya usai mencuri handphone seorang pelajar bernama Ervi Ananda Ayu Rahmadani pada Minggu (24/1/2021). Saat itu korban berbelanja di Pasar Pagi Tugu Pahlawan dibuntuti oleh dua pelaku, Ary Yuana dan Sri Wardhani.
“Semua pelaku memiliki peran masing-masing. Kedua pelaku perempuan berperan sebagai pengalih perhatian dan eksekutor. Saat korban lengah oleh perhatian pelaku Ary, pelaku Sri kemudian menggasak HP korban,” jelas Kanit Resmob Polrestabes Surabaya, Iptu Arief Rizky Wicaksana, Minggu (31/1/2021).
Ketika HP korban sudah berada di tangan Sri, kemudian diberikan kepada Rio Didik Agus yang berperan sebagai pengawas. Lalu diberikan lagi ke penadah Ory Ramadhan.
Namun saat Sri mencopet HP itu, korban berteriak. Tim Resmob yang kebetulan berpatroli di sekiar lokasi segera melakukan pembuntutan terhadap tiga tersangka hingga akhirnya tertangkap di Jalan Bibis, Surabaya pada hari itu juga sekitar pukul 09.00 Wib.
“Setelah kami tangkap, kami interogasi, barang tersebut akan diberikan ke penadah bernama Oki. Kemudian kita lakukan penangkapan juga di kerumahnya,” terang Arief.
Alumni Akpol Tahun 2013 ini menambahkan, keempat pelaku bukan hanya sekali melakukan aksi pencopetan. Hal serupa juga dilakukan sudah sebanyak lima kali dengan tempat sasaran yang ramai yaitu di Jembatan Merah Plaza (JMP) dan Pasar Turi.
“Di JMP sebanyak tiga kali dan di Pasar Turi dua kali. Untuk itu imbauan kepada masyarakat apabila membawa barang berharga selalu waspada dan ditempatkan di tempat yang aman, jauh dari jangkauan para pencuri,” pungkasnya.(*/Gio)
SUKABUMI – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Sukabumi, Kota Sukabumi, Jawa Barat, menggagalkan penyelundupan narkoba melalui makanan, Senin (1/2) siang. Narkoba diamankan yakni jenis sabu.
”Modus penyelundupan hampir sama dengan yang sebelumnya yaitu melalui pengunjung yang menitipkan makanan untuk warga binaan pemasyarakatan,” ujar Kepala Lapas Kelas IIB Sukabumi Christo Victor Nixon Toar dalam keterangan persnya, Senin (1/2) sore.
Hanya saja narkoba dimasukan kali ini melalui jenis makanan yang berbeda, yakni sale pisang.
Christo mengatakan, kronologis kejadian tersebut berawal dari kecurigaan petugas pemeriksa makanan terhadap barang bawaan berupa sale pisang. Makanan itu dibawa dua pengunjung untuk warga binaan pemasyarakatan bernisial AG.
”Setelah dilakukan pemeriksaan secara mendetail didapatkan paket berisikan kristal warna putih,” cetus Christo. Narkoba dibungkus menggunakan alumunium foil bekas bungkus rokok sejumlah 7 (tujuh) paket dalam sale pisang tersebut.
Selanjutnya kata Christo, petugas melaporkan temuan tersebut secara berjenjang kepada Kepala Kesatuan Pengamanan dan diteruskan kepada Kalapas. Kemudian atas arahan dari Kalapas selanjutnya untuk dikoordinasikan lebih lanjut dengan Sat Narkoba Polres Sukabumi Kota.
Christo menuturkan, seluruh jajaran Lapas Kelas IIB Sukabumi berkomitmen penuh tidak main-main dengan narkoba. Siapa pun yang terlibat narkoba akan ditindak tegas terutama bagi yang mencoba memasukannya ke dalam Lapas.
Selanjutnya ungkap Christo, Lapas Kelas IIB Sukabumi menyerahkan pengunjung dan barang bukti yang ditemukan kepada Sat Narkoba Polres Sukabumi Kota. Sehingga dapat diproses lebih lanjut sesuai ketentuan yang berlaku.
Sebelumnya pada Desember 2020 lalu, Lapas Kelas IIB Sukabumi juga menggagalkan penyelundupan narkoba jenis sabu ke dalam lapas, Rabu (30/12) siang. Narkoba itu dimasukkan melalui makanan tumis cumi oleh penjenguk yang akan menitipkan untuk warga binaan.(*/Yan)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akui terus mempelototi penyelenggaraan bantuan sosial ( bansos ) di tahun 2021 sebagai salah satu program pemerintah dalam penanganan pandemi virus Corona (Covid-19) dan mendukung pemulihan nasional.
Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara bidang pencegahan KPK, Ipi Maryati mengungkapkan, adanya persoalan utama terkait penyaluran bansos Covid-19.
“KPK masih menemukan persoalan utama dalam penyelenggaraan bansos adalah akurasi data penerima bantuan, yang meliputi kualitas data penerima bantuan, transparansi data, maupun pemutakhiran data,” ujar Ipi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/1/2021).
Terkait pengelolaan data di Kemensos, lanjut Ipi, pada akhir tahun 2020 KPK telah menyampaikan hasil kajian tentang pengelolaan bansos dan telah memberikan rekomendasi perbaikan.
Sedangkan terkait kualitas data penerima bantuan misalnya, KPK mendapatkan bahwa data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) tidak padan data NIK dan tidak diperbaharui sesuai data kependudukan. Hasil pemadanan DTKS dengan data NIK pada Ditjen Dukcapil pada Juni 2020 masih ada sekitar 16 juta yang tidak padan dengan NIK.
“Selain itu, data penerima bantuan regular seperti PKH, BPNT, PBI-JK tidak merujuk pada DTKS. Hal ini disebabkan oleh proses pengumpulan data yang tidak didisain berbasis NIK sejak awal. Ketiga, tumpang tindih penerima bansos,” kata Ipi.
Berdasarkan pemadanan yang dilakukan di internal Kemensos masih ditemukan data ganda pada penerima bantuan sembako/BPNT. Demikian juga berdasarkan pengelolaan data bansos di beberapa daerah, KPK menemukan masih terdapat penerima bansos regular yang juga menerima bantuan terkait Covid-19 seperti bantuan sosial tunai dan BLT dana desa.
“Untuk memperbaiki kualitas data penerima bantuan ini, KPK mendorong agar menjadikan padan NIK dan DTKS sebagai persyaratan penyaluran bansos. KPK juga merekomendasikan Kemensos agar memperbaiki akurasi DTKS, melakukan perbaikan tata kelola data, termasuk mengintegrasikan seluruh data penerima bansos di masa pandemi dalam satu basis data,” ungkap Ipi.
Dalam upaya perbaikan sistem administrasi dalam penyelenggaraan bansos, tahun ini KPK juga akan melanjutkan kajian terkait bansos. Untuk itu, KPK juga akan segera melakukan koordinasi kembali dengan Kementerian Sosial terkait penyaluran bansos.
“KPK berharap perbaikan dalam skema penyelenggaraan bansos akan meningkatkan efektifitas penyaluran yang lebih tepat sasaran dan tepat guna serta menutup potensi terjadinya fraud yang dapat mengarah pada tindak pidana korupsi,” tandasnya.(*/Joh)
JAKARTA – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (30/11), mulai menggelar sidang gugatan praperadilan penghentian penyidikan secara materil dan tidak sahnya dalam perkara pembelian lahan Cengkareng oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dengan agenda pembacaan permohonan.
Sidang tersebut dihadiri kedua belah pihak, yakni pemohon dari Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) dan para termohon, yakni Polda Metro Jaya, Bareskrim Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI.
Sidang dengan nomor perkara nomor perkara 128/Pid.Pra/2020/Pn.Jaksel itu dipimpin oleh hakim tunggal, yaitu Yusdhi. Sedangkan materi permohonan dibacakan oleh Kurniawan Adi Nugroho selaku kuasa hukum MAKI dan Lembaga Pengawas dan Pengawal Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI).
Materi permohonan yang dibacakan, terdapat 16 poin, salah satunya adalah, hingga permohonan praperadilan aquo diajukan ke PN Jaksel, termohon II (Bareksrim Polri) tidak menetapkan tersangka dan termohon III (Kejati DKI) tidak segera mengajukan berkas perkara untuk dilakukan penuntutan ke Pengadilan Tidak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Dengan berlarut-larutnya penetapan atas perkara pokok korupsi pembelian tanah Cengkareng, sudah seharusnya diambil alih oleh termohon IV, yakni KPK. Namun, hal yang sama juga tidak dilakukan oleh lembaga antirasuah tersebut.
Koordinator MAKI Bonyamin Saiman, menambahkan, sidang kembali dilanjutkan pada Selasa (1/12), dengan agenda mendengarkan jawaban dari para termohon. Gugatan praperadilan tersebut diajukan oleh MAKI ke PN Jaksel pada 13 Oktober 2020.
Sidang pembacaan permohonan sempat ditunda sebanyak dua kali karena termohon dari Bareskrim Polri tidak hadir, yakni pada 3 November dan 16 November 2020. Bonyamin menyebutkan, pihaknya mengajukan gugatan praperadilanmangkraknya kasus penyidikan perkara pembelian lahan di Cengkareng, Jakbar untuk rumah susun (rusun) oleh Pemprov DKI Jakarta yang ditangani Bareskrim Polri.
Kasus tersebut telah bergulir sejak 2015, yakni pembelian lahan seluas 46 hektare dengan dana sebesar Rp 668 miliar lebih pada masa Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Lahan yang dibeli oleh Dinas Perumahan dan Gedung Perkantoran Provinsi DKI Jakarta dengan dana bersumber dari APBD DKI tersebut diduga kuat telah terjadi tindak pidana korupsi. “Ternyata tanah yang dibelanjakan sudah milik Pemprov DKI, sudah jadi aset. Jadi, sama dengan membeli barangnya sendiri,” kata Boyamin.
Dugaan korupsi ini diperkuat dengan hasil klarifikasi yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan bahwa pembayaran yang dilakukan oleh Pemprov DKI kepada orang yang mengaku pemilih lahan bersertifikat adalah salah.
Selain itu, PN Jakbar memutuskan pelapor yang mengaku memiliki sertifikat atas lahan yang dibeli, tidak berhak menerima pembayaran karena tanah tersebut sudah menjadi milik negara. “Diduga sertifikat yang dimilikinya asli tapi palsu,” kata Boyamin.
Berdasarkan temuan tersebut, Bareskrim Polri menelusuri perkara tersebut dan pada 2015 penyidikan telah dilakukan dan beberapa pihak telah diperiksa termasuk Gubernur Ahok dan wakilnya Djarot Saiful Hidayat.
Hingga 2018 perkara tersebut dilimpahkan oleh Bareskrim ke Polda Metro Jaya. Menurut Boyamin, hingga kini, MAKI menilai tidak ada pergerakan apa-apa yang dilakukan penyidik kepolisian.
“Nah di Polda Metro jaya tidak ada pergerakan apa-apa, padahal di Bareskrim sudah ada, surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan Agung. Atas mangkraknya perkara inilah makanya MAKI menggugat,”jelas Boyamin.(*/Joh)
BOYOLALI – Anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Boyolali mengungkap kasus pengedaran uang palsu di Dukuh Rekosari Kelurahan Mojosongo Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kasus pengedaran uang palsu nominal Rp 100 ribu tersebut melibatkan empat tersangka.
Keempat tersangka yakni Muhammad Amin alias Ateng (29), Suparno alias Capung (39), Naim Baskoro (43), dan Indar Wati (41). Demikian diungkapakn Wakil Kepala Polres Boyolali Kompol Ferdy Kastalani di Boyolali, Senin.
Menurut Ferdy, tiga pelaku yaitu Amin alias Ateng, Capung, maupun Naim Baskoro merupakan residivis kasus pencurian yang sudah sering keluar masuk penjara. Mereka kini ditahan di Mapolres Boyolali untuk proses hukum lebih lanjut.
Ferdy mengatakan pengungkapan peredaran uang palsu tersebut berawal ada laporan seorang korban pedagang rokok. Pedagang bernama Heni warga Rejosari Mojosongo mendapatkan uang palsu dari salah satu pelaku Muhammad Amin alias Ateng pada 21 Oktober 2020.
Setelah polisi melakukan penyelidikan, seorang pelaku yakni Muhammad Amin alias Ateng ditangkap di rumahnya sepekan setelah kejadian. Polisi kemudian melakukan pengembangan dengan menangkap pelaku lainnya, Suparno alias Capung juga selaku pengedar di Klaten.
Ternyata uang palsu diproduksi di rumah pelaku suami istri Naim Baskoro dan Endar Wati di Dukuh Kidul Pasar, Desa Keprabon Polanharjo Klaten. Polisi menemukan sejumlah barang bukti antara lain 98 lembar uang palsu pecahan Rp 100 ribu dengan nomor seri sama yang belum sempat beredar.
Polisi juga menyita satu buah printer merk Canon, sisa kertas hasil cetak uang palsu, satu buku tabungan BCA atas nama Naim Baskoro, satu buah gunting, dua buah alat reder (alat pengasar), dan uang tunai asli kembalian dari membeli rokok Rp 77 ribu.
Naim mengaku telah mencetak uang palsu pecahan Rp 100 ribu selama dua bulan. Setiap uang palsu sebanyak 50 lembar pecahan Rp 100 ribu atau Rp 5 juta dijual dengan harga Rp 1,25 juta kepada Ateng dan Capung.
Selain itu, pelaku juga mengaku sudah mencetak uang palsu sebanyak 150 lembar dan sudah beredar di Boyolali, Klaten, serta daerah lainnya di Solo Raya. Menurut Ferdy uang hasil produksi para pelaku dibandingkan uang asli punya perbedaan sangat mencolok.
Mereka hanya mencetak dengan kertas biasa sehingga terasa halus. Padahal uang asli permukaannya kasar atau timbul serta menggunakan kertas khusus.
“Kejadian itu sudah dilaporkan ke Bank Indonesia dan uang itu dinyatakan palsu sangat berbeda mencolok dengan aslinya. Bahkan, nomor serinya saja semua sama,” kata Ferdy.
Atas perbuatannya para pelaku dijerat dengan pasal 36 ayat (3) Sub ayat (2), dan ayat (1) Undang Undang RI No.7/2011, tentang Mata Uang, dan atau Pasal 244 dan Pasal 245 KUHP, tentang Pemalsuan, Pengedaran, dan Membelanjakan dengan uang palsu. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda uang Rp 50 miliar.(*/D Tom)
JAKARTA – Menghirup udara bebas mantan Menteri Kesehatan (Menkes) periode 2004-2009, Siti Fadilah Supari telah bebas murni usai menjalani hukuman selama empat tahun penjara dalam perkara korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) pada 2005 dan menerima gratifikasi sebesar Rp 1,9 miliar.
“Telah dibebaskan hari ini, Sabtu 31 Oktober 2020, warga binaan atas nama Dr dr Hj Siti Fadilah Supari SpJp, usia 69 tahun, pidana empat tahun,” ujar Kabag Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham, Rika Aprianti dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (31/10).
Rika menjelaskan, Fadilah dibebaskan karena telah selesai menjalani pidana pokok dan pidana denda. Adapun pidana tambahan berupa uang pengganti juga telah dibayarkan ke negara.
Fadilah telah diserahterimakan dari pihak Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Pondok Bambu, Jakarta ke pihak kuasa hukum yang bersangkutan. “Proses berjalan lancar sesuai protokol kesehatan,” ujar Rika.
Siti Fadilah pada 16 Juni 2017 divonis empat tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan ditambah harus membayar uang pengganti Rp 550 juta karena dinilai terbukti melakukan dua perbuatan.
Perbuatan pertama yaitu merugikan keuangan negara senilai Rp 5,783 miliar dalam kegiatan pengadan alkes guna mengantispasi kejadian luar biasa (KLB) 2005 pada Pusat Penaggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) dengan melakukan penunjukan langsung (PL) kepada PT Indofarma Tbk.
Sedangkan perbuatan kedua adalah Siti Fadilah menerima suap sebesar Rp 1,9 miliar karena telah menyetujui revisi anggaran untuk kegiatan pengadaan alkes I serta memperbolehkan PT Graha Ismaya sebagai penyalur pengadaan alkes I tersebut.(*/Joh)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro