JAKARTA – Seorang anggota Polres Metro Jakarta Pusat ditabrak dan dilindas saat mengejar bandar narkoba di KM 208 rest area Cirebon, Minggu (21/11/2021). Tak salah polisi mengejar gembong barang haram itu, karena sabu yang diamankan mencapai 35 kg dengan nilai puluhan miliar.
“Nilai sabu yang disita bernilai kurang lebih Rp53 miliar, dan bisa menyelamatkan 250.000 jiwa manusia,” ujar Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Hengki Haryadi, kepada wartawan, Senin (22/11/2021).
Bandar narkoba yang menabrak anggota Satuan Reserse Narkoba, Iptu JM, merupakan pemasok sabu kepada eksekutor begal karyawati Basarnas. Berawal dari pengungkapan begal karyawati Basarnas yang tewas beberapa waktu lalu, ternyata sang eksekutor di bawah pengaruh narkoba.
“Tim Satres Narkoba Polres Jakarta Pusat mencari bandar sabu yang diduga sering menyuplai kepada pelaku kejahatan dengan kekerasan di wilayah Jakarta,” bebernya.
Saat ini Polres Metro Jakarta Pusat masih memburu bandar narkoba tersebut. Polres Metro Jakarta Pusat sudah membentuk tim khusus yang diisi oleh anggota berkemampuan lebih. Tim khusus itu terdiri dari gabungan antara Satuan Reskrim dan Satuan Narkoba.(*/Jo)
BOGOR – Mafia tanah tidak tak pandang bulu siapa korbannya, bahkan di Bogor salah satu keluarga polisi berpangkat Ajun Komisaris Besar jadi sasaran mangsa mafia tanah.
Istri dari Ajun Komisaris Besar Moch Made Rumiasa, Dhewi Rasmani, 57 tahun, salah satu korban mafia tanah bercerita kepada wartawan, dia menjadi korban mafia tanah saat menyelesaikan urusan tanah milik besannya Yusda, 61 tahun dengan BNI.
“Saat saya menyelesaikan tunggakan Yusda di BNI dengan jaminan tanahnya, setelah selesai saat kami akan mengelola lahan ternyata diklaim lahan tersebut milik orang dan terbit Sertifikat baru. Padahal kami masih ada SHM, kan aneh itu bisa terbit SHM baru di atas lahan kami yang ber SHM dan ada NIB nya,” ucap Dhewi kepada di rumahnya, Kota Bogor.Mingu, 21/11/ 2021.
Kuasa hukum Dhewi dari kantor hukum Satu Keadilan, Sion Tarigan menyebut penipuan terhadap kliennya diduga dilakukan oleh mafia tanah secara terstruktur dan masif serta melibatkan pihak pemerintah Desa hingga pegawai di Badan Pertanahan Nasional atau BPN Kabupaten Bogor.
Sebab, menurut Sion dalam penggelapan SHM milik kliennya disimpulkan bahwa Sertifikat No 4477/Cimanggis nomor 149 NIB 07617 terbit tahun 1978 atas nama Yusda.
Secara hukum, menurut Sion yang diakui keabsahannya adalah Sertifikat 4477 yang lebih awal terbit, sedangkan Sertifikat 3282 dan 2893 yang terbit belakangan berdasarkan ketentuan Putusan Mahkamah Agung tidak mempunyai kekuatan hukum kerena terbit sebab kelakukan mafia.
Dengan dasar itu, Sion mengatakan seharusnya tidak ada keraguan lagi bagi Menteri Agraria atau Kepala BPN untuk membatalkan kedua Serikat tersebut baru itu.
“Kasus ini ketahuan sejak tahun 2016 silam, jujur kami sudah melakukan berbagai upaya hukum. Namun karena ada oknum di dalam Pemerintahan desa yang notabene memiliki buku besar desa dan BPN selaku pengesah, kasus kami jadi rumit. Tapi, pelaku pemalsu sertikat dan penjual lahan klien kami saat ini sudah menjadi terdakwa di Pengadilan dengan sangkaan pasal 378 dan pasal 263 dan 266 KUHP,” kata Sion.
Sebab ulah mafia tanah berjamaah itu, Sion mengatakan kliennya mengalami kerugian hingga miliaran rupiah. Sebab itu, menurut Sion dirinya juga sudah melaporkan oknum pemerintah Desa ke Polda Metro Jaya dengan nomor LP/B/4627/IX/2021/SPKT/Polda Metro Jaya tertanggal 17 September 2021.
“Oknum pelaku dan penjual saat ini sudah disidangkan, kami juga sudah melaporkan oknum desa nya, kemudian ke depan kami akan gugat atau laporkan oknum BPN nya. Kasus ini harus terang benderang, semua oknum harus mempertanggung jawabkan perbuatannya sesuai hukum dan tentunya ini upaya kami membantu pemerintah dalam memberantas mafia tanah hingga akarnya,” kata Sion menjelaskan.
Kepala Kantor BPN Kabupaten Bogor, Sepyo Achanto mengatakan pihak nya mempersilahkan bagi yang merasakan kerugian dan merasa jadi korban mafia tanah untuk melaporkan, serta memperoses hukum kepada pihak berwenang.
“Silahkan laporkan kepada penegak hukum, bahkan sampai Satgas Mafia Tanah. Agar kasus ini terang benderang dan tidak ada dirugikan dan klaim sepihak,” ucap Sepyo saat dikonfirmasi wartawan, Jumat malam 19 November 2021.
Ketua Indonesian Police What atau IPW, Sugeng Teguh Santoso mengatakan dalam kasus mafia tanah ini, Kapolri Jendral Listyo Sigit selaki Ketua Satgas Mafia Tanah Nasional harus memberikan atensinya kepada semua Kapolda. Sebab, menurut Sugeng, kasus mafia ini banyak terjadi juga di daerah dan merugikan masyarakat banyak.
“Maksudnya Kapolri jangan hanya fokus memberantas mafia di pusat kota saja, tapi harus menyeluruh. Karena pangkal kasus penggelapan oleh mafia ini berawal dari bawah dalam hal ini tentu melibatkan pemerintah Desa dan bahkan bermuara di BPN. Singkatnya, saya katakan mafia tanah ini ada gegara ulah oknum di dalam BPN sendiri dan itu harus dihentikan, ” ucap Sugeng.(Tempo/Jun)
DEPOK – Seorang ibu lanjut usia (lansia), Yosi Rosada (70 tahun), diduga menjadi korban mafia tanah dan oknum aparat penegak hukum. Yosi yang saat ini berstatus terdakwa sedang menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri (PN) Kota Depok atas dakwaan pidana pemalsuan akta surat.
“Ibu nggak tahu, tiba-tiba dipanggil ke Polda Metro Jaya. Ibu juga tidak tahu dituduh memalsukan surat. Ibu nggak ngerti hukum, tolong ibu ya,” ujar Yosi berlinangan air mata saat mengadu kasus rekayasa hukum yang mendzoliminya ke Kantor PWI Kota Depok, Sabtu (20/11/21).
Yosi dijadikan tersangka oleh penyidik Polda Metro Jaya karena tuduhan pemalsuan surat dengan pidana pasal 263 dan 266 KUHP. “Ibu dituduh membuat surat palsu dan disuruh mengaku. Ibu dibilang pemalsu, pembohong, dan penipu. Itu Ibu tidak bisa terima, Ibu tidak melakukannya. Ibu terus ditanyain, Ibu nggak ngerti sama sekali, tahu-tahu Ibu jadi tersangka,” jelasnya.
Lalu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Depok memproses hukum Yosi dan menetapkan status terdakwa serta tahanan kota. “Ibu nggak ngerti dan Ibu sekarang jadi terdakwa dan jadi tahanan kota. Ibu harus lapor setiap dua kali seminggu. Ibu selalu dipaksa untuk mengaku membuat surat palsu. Ibu tidak melakukan itu, tolong ibu ya Nak,” ucap Yosi yang disampaikan ke jajaran pengurus dan Ketua PWI Kota Depok, Rusdy Nurdiansyah.
Harapan Yosi hanyalah meminta dibebaskan dari segala macam tuduhan pemalsuan surat. “Ibu tidak ngerti sama sekali, Ibu tidak melakukan itu, Ibu sudah tua. Harapan Ibu minta dibebaskan. Hakim pasti punya hati nurani, Ibu hanya minta dibebaskan,” jelasnya.
Berdasarkan data dan keterangan yang diperoleh dari pengacara Yosi, yakni Haris SH, kasusnya bermula dari kasus hukum perdata terkait kepemilikan sebidang tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) seluas 4.477 meter persegi di Desa Cimanggis, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, dengan tergugat Dwi Susanti dan penggugat Yusda.
Hasilnya, gugatan cacat hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum sejak 2018 dalam putusan Perkara Perdata No 287/p-dt.G/2017/CBN di PN Cibinong, Kabupaten Bogor, dan inkracht hingga Peninjaun Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA).
Pada 2020, pengugat melaporkan perkara pidana terhadap osi No 1344/0/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ dengan alas lapor SHM 4.477. Laporan tersebut ditolak Polrestro Depok karena tidak ada bukti unsur pidana.
“Anehnya justru diproses di Polda Metro Jaya. Ibu Yosi tidak tahu-menahu soal tanah yang sudah dijual almarhum suaminya Soegeng pada 2002 dan kini terancam hukuman tujuh tahun penjara sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kota Depok. Ada dugaan Ibu Yosi jadi korban mafia tanah dan oknum aparat penegak hukum,”ungkapnya.(*/Id)
BANDUNG – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat mencatat sebanyak delapan narapidana (napi) kasus narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) divonis hukuman mati sepanjang Januari-September 2021.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Jabar, Dodi Gazali Emil menjelaskan, delapan napi yang divonis mati tersebut merupakan bagian dari 734 kasus narkona yang ditangani pihaknya selama periode tersebut.
Vonis hukuman mati tercatat paling banyak terjadi di Kota Cirebon. Di Kota Udang tersebut, sebanyak lima napi divonis mati dari total 29 kasus narkoba yang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Cirebon.
Kemudian, di Kota Bandung ada dua napi yang mendapat vonis mati dari total perkara sebanyak 138 yang ditangani Kejari Bandung. Lalu, di Kota Bekasi, vonis mati diberikan kepada dua napi dari total 231 kasus narkoba yang ditangani Kejari Bekasi.
“Terakhir, ada satu orang yang mendapat vonis mati di Kota Depok dari 109 perkara yang ditangani Kejari Depok. Totalnya yang mendapat pidana hukuman mati ada 8 orang,” ujar Dodi, Jumat (19/11/2021).
Dodi menjelaskan, beberapa napi yang divonis mati tersebut sebelumnya mendapat tuntutan penjara seumur hidup.
Namun, vonis diperberat menjadi hukuman mati saat mengajukan upaya banding, salah satunya napi bernama Saimudin di Kota Bandung.
“Di tingkat banding, hakim PT (Pengadilan Tinggi) Bandung juga menjatuhkan hukuman sama. Namun, saat kasasi, hukumannya diperberat oleh hakim MA (Mahkamah Agung) menjadi hukuman mati,”paparnya.(*/He)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Hulu Sungai Utara, Abdul Wahid, Sebagai tersangka suap dan gratifikasi. Abdul ditetapkan sebagai tersangka kasus pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, tahun 2021-2022.
“KPK telah menemukan adanya bukti permulaan yang cukup dan selanjutnya meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka,” kata Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (18/11).
Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan perkara yang telah menjerat Plt Kadis PUPRT Kabupaten Hulu Sungai Utara, Maliki. Firli menjelaskan, Abdul diyakini menerima sejumlah uang dari Maliki untuk menduduki jabatan tersebut karena sebelumnya telah ada permintaan oleh tersangka bupati dimaksud. Uang diberikan agar Maliki dapat menjabat sebagai Plt Kepala Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara pada 2019 lalu.
Penerimaan uang oleh tersangka Abdul Wahid dilakukan di rumah maliki pada sekitar Desember 2018 lalu. Mantan deputi penindakan itu mengungkapkan, uang tersebut diserahkan langsung oleh maliki melalui ajudan tersangka Abdul Wahid
Kemudian pada awal 2021, Maliki menemui Abdul Wahid di rumah dinas jabatan bupati. Komisaris Jendral Polisi itu menjelaskan, pertemuan dilakukan untuk melaporkan terkait plotting paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021.
Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, Maliki telah menyusun sedemikian rupa. Dia juga menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek dimaksud.
Selanjutnya tersangka Abdul Wahid menyetujui paket plotting ini dengan syarat adanya pemberian komitmen fee 10 persen dari nilai proyek. Sedangkan tersangka Maliki mendapatkan lima persen dari nilai proyek tersebut.
“Pemberian komitmen fee yang antara lain diduga diterima oleh tersangka AW melalui MK, yaitu dari MRH dan FH dengan jumlah sekitar Rp 500 juta,” katanya yang dikutip dari republika.
MRH (Marhaini) dan FH (Fachriadi) masing-masing adalah Direktur CV Hanamas dan Direktur CV Kalpataru sebagai pemenang proyek dimaksud. Keduanya juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Firli mengatakan, selain melalui perantaraan Maliki, tersangka Abdul Wahid diyakini juga menerima komitmen fee dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara. Abdul diduga menerima Rp 4,6 miliar pada 2019, Rp 12 miliar pada 2020 dan Rp 1,8 miliar pada 2021.
“Selama proses penyidikan berlangsung, tim penyidik telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya,” kata Firli lagi.
Atas perbuatannya, tersangka Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jo. Pasal 64 KUHP Jo. Pasal 65 KUHP.(*/Fa)
BANDUNG – Polisi memastikan pelaku pembobolan mesin anjungan tunai mandiri (ATM) senilai Rp 800 juta di Jalan Cikutra Barat, Kota Bandung pada Selasa (10/8) lalu berjumlah 3 orang. Penyelidikan masih dilakukan dan diharapkan pelaku segera tertangkap.
“Pelakunya berdasarkan rekaman CCTV ada tiga orang, belum tergambar jelas,” ujar Kasatreskrim Polrestabes Bandung, AKBP Rudi Trihandoyo kepada wartawan, Kamis (12/8).
Dia menuturkan, saksi-saksi terkait kasus tersebut telah diperiksa sebanyak dua orang. Pihaknya mengaku, masih melakukan penyelidikan dan berharap agar pelaku segera tertangkap.
“Masih penyelidikan, mohon bersabar mudah-mudahan segera diungkap,” katanya.
Sebelumnya, sebuah mesin anjungan tunai mandiri (ATM) di Jalan Cikutra Barat, Kota Bandung dibobol maling, Selasa (10/8) dini hari sekitar pukul 01.30 Wib. Uang tunai sebesar Rp 800 juta raib digondol.
“Benar, satu ATM BCA. Kerugiannya Rp 800 juta,” ujar Kasatreskrim Polrestabes Bandung AKBP Rudi Trihandoyo, Selasa (10/8).
Berdasarkan informasi yang diterima, dia mengatakan pelaku membobol ATM dengan cara dilas. Pihaknya masih melakukan proses penyelidikan.
“Masih proses penyelidikan,” katanya. Ia pun mengungkapkan, pihaknya masih melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).
“Saksi dua orang diperiksa,” katanya. Polisi pun melakukan pengecekan terhadap CCTV yang berada di lokasi kejadian. “CCTV sudah diambil dan dalam proses analisis,” jelasnhya.(*/An)
CIANJUR – Polres Cianjur, Jawa Barat, menangkap seorang bandar obat terlarang Anwar (30) saat hendak mengambil paket bersisi puluhan ribu obat merek Hexymer dan Tramadol di kantor jasa pengiriman barang di Jalan Raya Bandung-Cianjur, 29 ribu butir obat daftar G itu rencananya akan diedarkan di Cianjur.
Kasatnarkoba Polres Cianjur AKP Ali Jupri saat dihubungi di Cianjur, Selasa (20/7/21), mengatakan tertangkapnya pengedar obat terlarang itu, berawal dari informasi warga yang resah dengan peredaran obat yang seharusnya disertai resep dokter itu, marak beredar di wilayah timur Cianjur, terutama pabrik-pabrik.
“Kami langsung menyebar anggota untuk menyelidiki laporan warga tersebut, dimana kecurigaan anggota mengarah ke tersanga Anwar warga Kecamatan Ciranjang. Bahkan saat diikuti petugas, tersangka hendak membawa paket dari luar kota melalui jasa pengiriman barang,” tuturnya.
Saat tersangka, telah mengambil kiriman barang, petugas langsung melakukan penangkapan dan mendapati barang yang baru diambil merupakan obat terlarang daftar G merek Hexymer sebanyak 15 ribu butir dan Tramadol sebanyak 14 ribu butir yang akan diedarkan di Cianjur. Tersangka bersama dengan barang bukti langsung digelandang ke Mapolres Cianjur, guna menjalani pemeriksaan dan pengembangan karena obat yang diterima dalam jumlah cukup banyak.
Bahkan pihaknya, akan menelusuri, kemana saja obat tersebut dipasarkan selama ini.”Kami masih mendalami dan mengembangkan kasus tersebut, termasuk menemukan bandar besarnya. Tersangka akan dijerat dengan pasal 197 junto pasal 196 junto pasal 98 Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, dengan ancaman kurungan 15 tahun penjara,” ujarnya.
Pihaknya mengimbau warga yang mendapati atau mencurigai terkait peredaran obat terlarang, narkoba dan minuman keras, dapat segera melapor ke pihak berwajib agar dapat segera ditindak.”Silahkan lapor, agar segera kita tangkap,”ungkapnya.(*/Yan)
JAKARTA – Tim satgas penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Jawa Timur (Jatim) pada Ahad (9/5) sore. Salah satu yang ikut terjaring dalam operasi senyap tersebut yakni Bupati Nganjuk, Jawa Timur, Novi Rahman Hidayat (NRH).
“Benar KPK melakukan tangkap tangan di Nganjuk, ” kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron saat dikonformasi, Senin (10/5).
Ghufron belum menjelaskan secara rinci kasus yang menjerat Bupati Nganjuk serta berapa jumlah pihak lain yang ikut diamankan. KPK memiliki waktu 1×24 jam untuk menentukan status hukum NRH dan pihak yang tertangkap tangan lainnya.
“Siapa saja dan berapa uang yang diamankan kami sedang melakukan pemeriksaan,” ucap Ghufron.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, tangkap tangan kali ini dipimpin oleh Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penyelidik KPK Harun Al Rasyid. Sebelumnya, nama Harun disebut masuk dalam 75 pegawai komisi KPK yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK).(*/Gio)
JAKARTA – Direktorat Reserse Narkoba Polda Jawa Timur (Jatim) memaparkan kronologi peredaran narkotika jenis Sabu seberat 2,5 ton asal jaringan Internasional Timur Tengah, Malaysia dan Indonesia.
Direktur Reserse Narkoba Polda Jatim Kombes Hanny Hidayat yang ambil bagian dalam pengungkapan kasus ini menjelaskan bahwa, awalnya tim gabungan mendapat informasi terkait peredaran sabu jaringan internasional asal Pakistan yang akan dikirim melalui jalur laut ke wilayah Perairan Aceh, Sumatera.
Kemudian tim gabungan Satgassus serta beberapa personel tim khusus Direktorat Reserse Narkoba Jatim melakukan penyelidikan ke wilayah Meulaboh, Aceh Barat dan berhasil menangkap 7 orang tersangka.
“Barang bukti yang kami amankan 43 bungkus besar dengan perhitungan kasar berat bruto 2,5 ton sabu atau kalau dirupiahkan mencapai Rp1,2 triliun,” kata Hanny, dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Minggu (2/5/2021).
Menurut dia, barang haram tersebut sebelumnya diangkut dari sebuah kapal ikan tradisional yang disandarkan di Desa Pulo Tengah. Setelah itu disembunyikan di sebuah bak fiber di rumah yang berada di Lorong Kemakmuran Kecamatan Meureubo Aceh Barat.
“Totalnya 2,5 ton sabu sebagaimana yang telah direles oleh Bapak Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo,” ujarnya.
Mantan direktur kriminal khusus Polda Batam ini menegaskan tidak ada ampun dan tidak ada gigi mundur dalam pemberantasan narkoba ini. Kata dia, masih banyak anggota yang punya integritas dan komitmen dalam pemberantasan narkoba.
“Kami akan bersih-bersih baik di lingkungan kita sendiri. Kasus yang terjadi di Polrestabes Surabaya hanya oknum. Bagi yang terlibat kami usulkan ke pimpinan untuk di pecat dan di pidana seberat-beratnya,” ucapnya.
Sebelumnya, aparat menangkap 18 orang tersangka, dengan rincian 17 diantaranya Warga Negara Indonesia (WNI) dan satu Warga Negara Asing (WNA) Nigeria. Bahkan, salah satunya harus diberikan tindakan tegas dan terukur atau tembak mati.
Adapun peran dari tersangka tersebut, yakni, tujuh orang sebagai jaringan pengendali. Mereka adalah S, AAM, KNK, AW, HG, A, dan MI.
Lalu, delapan orang sebagai jaringan transporter yaitu, M, MN, FR, MD, B, UI, R, dan AMF. Dan tiga orang sebagai jaringan pemesan OL, AL, dan SL.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) subsidair Pasal 112 ayat (2) jo subsidiar Pasal 115 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) UU Nomor 35 tahun 2009.(*/Ad)
JAKARTA – Polda Metro Jaya menetapkan lima orang tersangka karena diduga terlibat pencatutan nama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim. Kasus ini terkait proses pengambilalihan STIE Kediri oleh Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Painan, di Tangerang, Banten.
“Lima orang ini saling berhubungan yang mengatur perubahan STIE Kediri, di-takeover ke Painan,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, untuk memuluskan proses itu para tersangka memalsukan Surat Keputusan (SK). Ia menyebut dana yang disiapkan oleh yayasan STIH Painan itu mencapai Rp1,3 miliar yang dibayar dalam tiga tahap.
Kelima orang tersangka tersebut, lanjut dia, berasal dari institusi pendidikan dari Kediri dan Painan tersebut.”Di-take over ceritanya begitu tapi di tengah jalan dipalsukan SK Mendikbud. Ini untuk meloloskan kampus hukum, lalu doktoral semua dipalsukan,” jelas Yusri.
Sebelumnya, Kemendikbudristek melaporkan dugaan pencatutan nama Mendikbudristek Nadiem Makarim ke Polda Metro Jaya pada 17 Februari 2021. Kemendikbud menduga ada pihak yang memalsukan surat keputusan (SK) terkait pembentukan Universitas Painan, Tangerang.(*/Idr)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro