JAKARTA – Universitas Mathlaul Anwar mengutuk penusukan terhadap Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto. Pihak kampus menyatakan peristiwa itu telah menodai nama kampus dan masyrakat Pandeglang, Banten.
“Kejadian ini sangat memalukan nama baik Universitas Mathlaul Anwar dan masyarakat Pandeglang yang dikenal senantiasa menjaga sopan santun dan religius,” kata Kepala Hubungan Masyarakat Universitas Mathlaul, Rizal Rohmatullah dalam keterangan tertulis, Kamis, 10 Oktober 2019.
Wiranto ditusuk ketika berada di alun-alun Menes, Pandeglang, Banten, pada Kamis, 10 Oktober 2019. Pelaku penusukan adalah Syahrial Alamsyah alias Abu Rara, teroris jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bekasi. Pelaku telah ditangkap.
Wakil Rektor III Universtias Mathlaul Anwar, Ali Nurdin berkata pelaku bukan warga asli Menes. Ia mengatakan peristiwa penusukan itu jelas dilarang agama dan hukum.
“Bagi warga Menes ini kejadian memalukan dan sangat tidak selayaknya,” kata dia.
Wiranto berada di kawasan Banten untuk meresmikan pembangunan gedung di Universitas Mathlaul Anwar. Ia ditusuk, sesaat setelah turun dari mobil menuju helikopter yang akan membawanya ke Jakarta.
Rizal mengatakan korban penusukan itu bukan cuma Wiranto. Pengurus Mathlaul Anwar, Fuad Sauki dan Kapolsek Menes Dariyanto juga mengalami luka tusuk. Rizal mengatakan pihaknya meminta kepolisian mengusut tuntas penusukan ini. Ia meminta pelaku diproses secara hukum.(*/Ag)
JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyelenggarakan Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) dimulai sejak 7 Oktober hingga 13 Oktober 2019 di kompleks Istora Senayan, Jakarta. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menuturkan, kebudayaan bisa dijadikan salah satu pendekatan halus untuk menjaga ideologi bangsa.
Di tengah globalisasi dan revolusi industri 4.0, informasi dari luar masuk ke Indonesia dengan sangat mudah dan cepat. Hal tersebut bisa melunturkan ideologi dan nilai yang sudah ada di Indonesia.
Meskipun demikian, dengan menguatkan budaya sendiri, Muhadjir berpendapat bisa membantu menangkal nilai-nilai negatif dari luar. “Peran budaya ktia ya salah satunya sebagai alat penangkal berbagai macam pengaruh dari luar, terutama berkaitan dengan pikiran, ideologi yang bertentangan dengan Pancasila,” kata Muhadjir, ditemui usai pembukaan PKN 2019, Senin (7/10) malam.
Menangkal nilai-nilai dari luar, kata Muhadjir tidak harus dilakukan dengan cara-cara yang keras. Melalui budaya, pendekatan halus bisa dilakukan dan bisa jadi lebih efektif.
“Jadi untuk menangkal ancaman dari luar tidak hanya dengan kekerasan, tapi dengan pendekatan halus seperti budaya seperti ini,” kata dia lagi.
Pada PKN 2019, kebudayaan dari seluruh Indonesia baik berbentuk fisik dan nilai-nilai luhur dipamerkan. Di bagian luar Istora Senayan, pengunjung bisa melihat hasil kebudayaan yang bersifat materi seperti anyaman janur yang memiliki banyak arti di Bali, gamelan, serta senjata-senjata tradisional.
Sementara itu, ada empat panggung yang masing-masing akan menjadi tempat pertunjukan seni. Ada pula diskusi dan seminar kebudayaan yang bisa diikuti oleh masyarakat umum.
Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Triwan Munaf mengatakan kegiatan semacam PKN dilakukan berdasarkan akar budaya Indonesia. Namun, di saat yang sama semuanya dikemas dengan gaya-gaya kekinian agar tetap menarik.
“Jadi bagaimana kita mengemasnya dengan profesional, dengan cara kekinian, dengan segala teknologi yang bisa kita saksikan,” kata dia.
Triawan menambahkan, kekayaan budaya Indonesia harus dipamerkan ke pada dunia. Sebab, dengan dipamerkannya budaya Indonesia otomatis akan menjadikannya tetap lestari dan semakin maju.
“Tidak ada gunanya kita punya budaya tapi tidak kita majukan,” kata dia lagi.(*/Tya)
JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhajir Effendy ingin lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) bisa bersaing di kancah global. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah ialah dengan revitalisasi ribu SMK hingga 2025.
Baca Juga
Mendikbud Ungkap Alasan Jokowi Revitalisasi SMK SMK Peternakan Juara MTT Peringati Hari Kesaktian Pancasila Bareskrim: Ada 14 Grup Whatsapp Pelajar SMK
Dalam revitalisasi SMK, pemerintah mengajak industri untuk menyusun kurikulum agar lulusan SMK memenuhi persyaratan agar dapat diterima di dunia kerja.
“Pendekatan kurikulumnya yang menentukan perusahaan, dia (perusahaan) sebetulnya mau apa sih lulusan yang dia kehendaki, kurikulum dia tetapkan dengan pengawasan kita,” ujar Muhajir usai rapat koordinasi tentang vokasi di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (7/10).
Hal ini, kata Muhajir, sebagai bentuk terobosan yang dilakukan pemerintah. Saat ini, kata dia, pemerintah juga mendorong peningkatan kerja sama SMK dengan industri melalui magang.
“Sekarang diupayakan anak-anak belajarnya 60 persen hingga 70 persen dunia industri, tidak di kelas tapi praktik di lapangan, sehingga ketika dia tamat nanti bisa langsung masuk dunia kerja,” ucap Muhajir.
Selain itu, lanjut Muhajir, lulusan SMK juga tidak hanya mendapatkan ijazah, melainkan juga sertifikasi keahlian sesuai bidang. Menurut Muhajir, sertifikasi keahlian merupakan komponen penting sebagai bentuk pengakuan atas kemampuan lulusan SMK dan dapat bersaing di dunia internasional.
Sertifkasi yang diberikan terdiri atas sertifikasi nasional oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan sertifikasi internasional sesuai bidang keahlian, seperti sertifikasi Organisasi Maritim Internasional (IMO) bagi yang menempuh pendidikan di bidang kelautan hingga sertifkasi dari asosiasi hotel internasional bagi yang bekerja di bidang perhotelan.
“Dulu lulusan SMK kelautan kita kalau kerja di perusahaan asing jadi anak buah kapal terus karena dianggap tudak memiliki keahlian,” lanjut Muhajir.
Dengan adanya sertifikasi keahlian, kata Muhajir, para lulusan SMK bisa menempati posisi strategis pada setiap perusahaan sebagaimana tenaga kerja dari negara lain.
“Sekarang mereka sudah bisa kerja dan dapat pengakuan sama dengan negara lain,” kata Muhajir.
Muhajir menyampaikan proses sertifikasi keahlian sudah berjalan. Untuk bisa mendapatkan sertifikasi keahlian, para siswa, tenaga pengajar, hingga tenaga penguji juga akan diuji kompetensi.(*/Tuls)
SUKABUMI – Berawal dari keresahan banyaknya sampah plastik, para pelajar SMK Negeri 1 Kota Sukabumi merancang inovasi teknologi pengolahan air mentah menjadi air minum tanpa dimasak. Teknologi ini juga menghemat biaya pelajar dalam membeli air minum karena air minum tersedia secara gratis di sekolah.
Mesin pengolah itu disebut Reverse Osmosis (RO). Mesin itu bisa menyaring bakteri dan zat berbahaya lainnya yang terkandung di dalam air karena sistem saringan membran yang digunakan memiliki kerapatan pori-pori 1/10 mikron sehingga layak minum.
Book Hunter, Cara Sukabumi Gaungkan Gerakan Literasi Sukabumi Catat 127 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan, Anak Ratusan Pelajar di Sukabumi Belajar Membatik
Pengembangan teknologi tepat guna ini dilakukan oleh sebanyak 18 orang siswa SMK 1 Kota Sukabumi yang didampingi guru pembimbing. Pemanfaatan sarana ini di sekolah tersebut mulai diluncurkan pada Rabu (2/10) lalu dan melayani seitar 2.000 pelajar.
“Mesin ini lebih berguna di masyarakat, misalnya di sekolah,” ujar Riki Maulana R (18 tahun), salah seorang pelajar SMK 1 Kota Sukabumi yang ikut merancang mesin tersebut, Kamis (3/10). Para pelajar sebelumnya ke kantin untuk membeli air minum kemasan.
Pelajar SMK Negeri 1 Kota Sukabumi merancang mesin pengolah air minum tanpa dimasak dan kini digunakan oleh 2 ribuan pelajar, Kamis (3/10).
Sementara di sisi lain Kota Sukabumi mengalami krisis atau darurat sampah. Salah satunya dari produksi sampah plastik. Di mana per harinya produksi sampah mencapai sebanyak 175 ton.
Keresahan ini menjadikan pelajar berinovasi membuat mesin pengolah air minum. Selain semangat mengurangi sampah, penggunaan mesin ini juga menghemat biaya pelajar dalam membeli air minum.
Riki menuturkan, satu orang pelajar membutuhkan satu liter air minum per hari dan harus mengeluarkan biaya Rp 8 ribu. Namun kini dengan sarana ini tidak mengeluarkan uang sepeserpun karena disediakan secara gratis di sekolah.
“Apabila pemerintah sadar akan kebutuhan air, maka sarana ini akan sangat membantu daerah terutama yang sulit air untuk minum,” ujar Riki. Di mana warga tidak usah mencari air ke pegunungan melainkan mengolah air yang ada dengan menggunakan sistem R0.
Pelajar lainnya Insan Aziz (17) mengatakan, perakitan mesin ini hanya membutuhkan waktu singkat sekitar 30 menit. Sementara untuk memasang toren penampung air sekitar dua jam.
Biaya untuk merakit mesin ini pun cukup murah hanya Rp 3,5 juta. Sehingga teknologi ini dapat diterapkan di masyarakat.
Kepala SMKN 1 Kota Sukabumi, Saepurohman Udung mengatakan, siswa mengembangkan inovasi teknologi tepat guna yang didampingi guru yakni pemanfaatan air mentah menjadi air siap minum tanpa harus dimasak terlebih dahulu. Sarana ini diluncurkan Rabu (2/10) dengan menyediakan dua toren berkapasitas 1.000 liter per toren.
Pelajar SMK Negeri 1 Kota Sukabumi merancang mesin pengolah air minum tanpa dimasak dan kini digunakan oleh 2 ribuan pelajar, Kamis (3/10).
Saat ini ujar Saepurohman, warga sekolah hanya membawa tumbler untuk mengisinya dari toren yang berkapasitas 1.000 liter. Sehingga air bersih di sekolah ini menjadi jawaban dari keresahan banyaknya sampah kemasan air minum.
Di mana ungkap Saepurohman, untuk melarang anak-anak membeli air kemasan bukan solusi. Makanya sekolah mendukung inovasi siswa dan menyediakan air minum gratis. “Pelajar membawa alat makan dan minum atau tumbler ke sekolah,” imbuh dia.
Selain itu mereka membawa alat shalat dan Alquran dan menghapal ayat Alquran satu ayat per harinya. Selain masalah sampah tertanggulangi karena membawa alat dari rumah lanjut Saepurohman, hal ini juga membantu para pelajar. Di mana mereka bisa menghemat membeli air minum yang per harinya bisa Rp 6.000 hingga Rp 7.000.
Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah V Jawa Barat Nonong Winarni menyambut positif inovasi teknologi yang dikembangkan siswa SMK 1 Kota Sukabumi. “Teknologi ini sangat membantu dalam menekan penggunaan plastik di sekolah,” imbuh dia.(*/Yan)
JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memerintahkan Dinas Pendidikan membina siswa yang ikut aksi demo. Pencabutan Kartu Jakarta Pintar (KJP), justru membuat siswa putus sekolah. Ia menolak rencana unit kerja di bidang pendidikan itu.
Menurut Anies, siswa menerima KJP karena kondisi sosial ekonomi keluarganya itu lemah. Itu makanya pelajar tersebut memperoleh bantuan.
“Supaya mereka bisa sekolah, pemerintah bertanggung jawab untuk memastikan setiap anak usia sekolah mendapatkan pendidikan hingga tuntas. Nggak boleh KJP dicabut,” tegas Anies (2/10).
Menurut Anies, jika ada anak bermasalah justru harus dididik lebih banyak, bukan malah diberhentikan dari pendidikan. “Konsepnya salah kalau anak bermasalah lalu dikeluarkan. Lah terus siapa yg didik nanti kalau justru malah dikeluarkan dari pendidikan?” ujarnya.
Sebab itu, kalau ada anak yang dianggap bermasalah tidak boleh dikeluarkan dari sekolah. “Kalau dia di-DO (drop out) dari sekolah, siapa yang mendidik. Dipindah sekolah boleh tapi bukan diberhentikan haknya atas pendidikan,” tutupnya.
Sebelumnya, sebanyak 649 orang diamankan aparat kepolisian pascaaksi unjuk rasa menolak RKUHP, Revisi UU KPK yang sudah disahkan dan sejumlah undang-undang lainnya. Hal tersebut, lantaran demo berujung ricuh di Gedung DPR/ MPR, Senin 30 September 2019. Adapun aksi unjuk rasa ini dilakukan oleh mahasiswa dan pelajar.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Ratiyono, pun bersikap. Ia mengatakan KJP terancam dicabut bagi pelajar yang terbukti melakukan tindak kriminal dalam demonstrasi.
“Tapi jalau sifatnya ikut-ikutan dan mendapat peringatan dan pembinaan orangtua ya KJP-nya tetap jalan,” ujarnya di Balai Kota (1/100/2019).
Ia mengimbau pelajar langsung pulang ke rumah usai sekolah. Kalaupun akhirnya ikut berunjuk rasa, tidak melakukanya dengan anarkistis. Ia tak ingin pelajar menjadi korban provokasi. (*/Joh)
JAKARTA – Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, hari ini, Senin (30/9/2019) para Babinkamtimbas turun ke sekolah-sekolah memberikan arahan pada anak SMA/SMK/MAN/SMP yang dikemas sebagai inspektur upacara sekolah.
“Hari ini Bhabinkamtibmas datang ke sekolah-sekolah jadi Inspektur upacara. Setelah itu minta waktu kepada kepala sekolah untuk memberikan arahan ke kelas-kelas. Materi yang diarahkan adalah memberikan himbauan kepada pihak sekolah di Jakarta, agar tidak mudah percaya pada berita Hoax, tidak mudah diprovokasi untuk diajak berdemo ke Gedung DPR,” katanya di Jakarta.
Ia menjelaskan, lewat kegiatan ini, bersama Kepala Sekolah, guru serta siswa sepakat menolak ajakan demo anarkis dan pengerahan massa yang memanfaatkan anak sekolah.
“Disepakati juga, kewajiban anak sekolah adalah belajar dan belajar karena pelajar adalah penerus bangsa,” ujarnya.
“Pihak sekolah dan siswa pun menyatakan siap membantu Polri agar tidak ada pengerahan massa pelajar dan jaga kamtibmas,” sambungnya.(*/El)
CIANJUR – Polres Cianjur, Jawa Barat, mengamankan ratusan pelajar dari beberapa SMK di Cianjur karena diduga akan berangkat ke Jakarta untuk bergabung dengan pelajar dari daerah lain guna mendukung aksi unjuk rasa mahasiswa.
Pelajar tersebut berasal dari dari SMKN 1 Cilaku, SMK AMS, SMK Ar-Rahmah, SMK PGRI 3 dan SMK Bela Nusantara. Mereka diamankan saat berkumpul di Jalan Perintis Kemerdekaan-Jebrod, Cianjur.
“Rencananya mereka akan melanjutkan perjalanan ke pusat Kota Cianjur untuk menyatakan kesepakatan sebelum melanjutkan perjalanan ke Jakarta,” kata Kapolres Cianjur AKBP Juang Andi Priyanto di Cianjur, seperti dikutip Antara,(26/9/2019).
Polisi mengamankan pelajar tersebut setelah mendapatkan informasi dari warga bahwa ada ratusan pelajar yang sedang berkumpul dan akan berangkat ke Jakarta.
Setelah didata, para pelajar akan dibina di Polres Cianjur sebelum diserahkan kembali ke pihak sekolah dan orang tuanya masing-masing.
“Pihak sekolah, orang tua dan instansi terkait akan kami panggil,” katanya.
Obay Koswara (19) siswa Kelas III SMK AMS,mengatakan setelah sepakat menyatakan damai dengan siswa SMK lain, mereka berencana berangkat ke Jakarta untuk mendukung mahasiswa yang menggelar unjuk rasa menolak penetapan RUU.
“Rencananya dari beberapa sekolah bersatu berangkat hari ini ke Jakarta, titik kumpul awal di bundaran Pasirhayam. Sekalian bermusyawarah untuk menyatakan berdamai setiap sekolah,” katanya.
Untuk berangkat ke Jakarta, mereka akan naik bus atau menumpang kendaraan bak terbuka sampai Bogor. Selanjutnya mereka melanjutkan perjalanan ke Jakarta dengan naik kereta api.
Namun para pelajar itu mengaku tidak mengetahui pasti apa isu yang akan diperjuangkan saat berada di Jakarta.
“Tujuan kami hanya ingin Indonesia damai, tidak ramai seperti sekarang,” katanya.
Handi (17) siswa dari SMK Bela Nusantara mengatakan bergabung dengan siswa dari SMK lain setelah mendapat kabar berkumpulnya siswa SMK di Cianjur untuk menyatakan berdamai dari temannya.
“Katanya mau menyampaikan aspirasi, soal apanya saya tidak tahu karena hanya diajak teman. Setahu saya deklarasi damai pelajar SMK seCianjur,” tandasnya. (*/Asp)
JAKARTA – Banyak cara untuk mengasah bakat dan kemampuan yang dimiliki anak, khususnya dalam bidang bahasa.
Sebagai orangtua, tentu punya cara tersendiri untuk mendukung buah hatinya dalam mengasah bakat dan kemampuan dalam berbahasa. Terutama dalam berbahasa asing.
Melihat banyaknya minat dari masyarakat dalam mengasah kemampuan belajar bahasa, EF English First (EF) turut mendukung dan berpartisipasi dalam program Duta Bahasa Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Program Duta Bahasa Nasional merupakan program pembinaan kebahasaan dan kesastraan bagi generasi muda yang bertujuan untuk meningkatkan peran generasi muda dalam memantapkan fungsi bahasa Indonesia, daerah, dan asing sesuai dengan ranah penggunaan masing-masing guna memperkuat jati diri dan daya saing bangsa.
Program ini diikuti oleh 62 peserta yang mewakili 34 provinsi di Indonesia dengan rentang usia antara 18 hingga 25 tahun. Partisipasi EF dilakukan dengan mengirimkan salah satu guru penutur asing (native teacher) sebagai juri dalam penilaian Pengetahuan Kebahasaan dan Keterampilan Berbahasa Asing pada Pemilihan Duta Bahasa Nasional 2019 di Jakarta.
“Kami sangat mengapresiasi dan menyambut baik undangan dari Badan Pengembangan Bahasa Kemendikbud untuk berpartisipasi dalam penjurian pemilihan Duta Bahasa Nasional 2019, karena bagi kami hal ini merupakan bentuk keterbukaan dan kesempatan dalam meningkatkan kemampuan bahasa Inggris para calon Duta Bahasa Nasional,” kata Juli Simatupang, Director of Corporate Affairs EF Indonesia, seperti yang dikutip dari siaran pers, Jakarta, Minggu, (08/09/2019).
Pada kesempatan yang sama, Ni Putu Ayu Widari, M.Pd, pengkaji Kebahasaan dan Kesastraan Badan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan, selain pengutamaan bahasa negara, penguasaan bahasa asing juga menjadi kompetensi yang sangat penting dimiliki oleh generasi muda Indonesia saat ini.
Hal itu dikarenakan era globalisasi saat ini menuntut generasi muda untuk menjadi warga dunia. Pentingnya kemampuan berbahasa asing juga dimaksudkan untuk keperluan diplomasi lunak kenegaraan dan penginternasionalan bahasa Indonesia itu sendiri.
“Oleh karenanya, para Duta Bahasa Nasional harus mampu merealisasikan Trigatra Bahasa yaitu mengutamakan pemakaian bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah, dan menguasai bahasa asing dalam bentuk kegiatan-kegiatan konkret di masyarakat,” paparnya.
Lebih lanjut ketika ditanyakan mengenai keterlibatan EF dalam penjurian Duta Bahasa Nasional 2019, Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kemendikbud menyatakan bahwa EF adalah lembaga pendidikan nonformal bahasa Inggris terpercaya dan memiliki reputasi yang sangat baik di Indonesia dengan begitu mereka yakin bahwa kerja sama tersebut akan menjadi nilai lebih dalam pelaksanaan Pemilihan Duta Bahasa Nasional 2019.
Pelibatan EF juga dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengevaluasi kemampuan berbahasa asing para Duta Bahasa Nasional agar nantinya mereka dapat menggunakan kemampuannya itu dengan baik sesuai dengan tuntutan tugas mereka untuk kegiatan diplomasi negara dan penginternasionalan bahasa Indonesia. (*/Tri)
JAKARTA – Salah satu risiko dari kurangnya asupan gizi pada anak remaja putri berdampak pada putus sekolah.
Hal tersebut karena remaja putri tidak mampu menjalani kehidupannya dengan lebih produktif. Kondisi ini timbul karena remaja putri mengalami anemia.
Pendidikan gizi dan suplementasi tablet tambah darah (TTD) mingguan adalah kunci untuk memerangi anemia. Ini dapat meningkatkan status kesehatan dan gizi remaja putri, yang mana dapat membantu memutus siklus kekurangan gizi antar generasi.
Joel Spicer, Presiden dan CEO Nutrition International menekankan, kurang gizi pada dasarnya melemahkan, terutama bagi remaja putri.
“Kurang gizi berarti terganggunya perkembangan otak dan sistem kekebalan tubuh yang rendah, yang menyebabkan performa kegiatan belajar di sekolahnya menjadi terganggu,” ujar Joel.(*/Nia)
JAKARTA – Pemerintah harus memiliki kemauan kuat agar seluruh anak Indonesia bisa mengenyam pendidikan. Sebab, saat ini angka partisipasi kasar (APK) siswa bersekolah semakin menurun. Ironisnya, di satu sisi angka putus sekolah semakin meningkat.
“Ini menandakan semakin banyak anak-anak yang tidak bersekolah dan tidak mampu meraih jenjang pendidikan lebih tinggi,” kata Enna dalam sebuah diskusi bertajuk “PR Pendidikan di Hari Anak”, di Jakarta Pusat, Sabtu (20/7/2019).
Pembicara lain dalam acara itu, Ketua Komisi Pendidikan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sudarnoto Abdul Hadi, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) , Retno Listyarti dan anggota DPR RI, Reni Marlinawati, serta Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga Kemendikbud, Sukiman.
Enna meminta pemerintah tidak berpuas diri dengan data-data APK. Pasalnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 tentang pendidikan menunjukan, angka partisipasi kasar masih jauh dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang berakhir di tahun 2019.
“Melihat data yang ada menunjukkan bahwa wajib belajar sembilan tahun hingga saat ini belum tuntas,” katanya.
Sementara, peserta didik harus mengejar ketertinggalan menjadi wajib belajar 12 tahun sebagaimana yang menjadi target Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 yaitu menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar untuk semua.
Atas hal itu, Enna meminta pemerintah lebih gigih dan gencar melakukan ‘sapu bersih’ terhadap anak-anak yang tidak bersekolah. “Kuncinya kemauan kuat dan keputusan politik dari pemerintah agar seluruh anak Indonesia bisa mengenyam pendidikan,” ujarnya.
Sedangkan Reni Marlinawati, merasa bersyukur dengan adanya kegiatan diskusi tentang pendidikan anak. Sebab selama ini kita lebih menyoroti soal politik dan hukum.
“Padahal masalah anak merupakan hal yang serius karena menyangkut masa depan mereka. Sekarang ini kita prihatin dengan anak-anak yang sudah kecanduan dengan gadget,” ucap Reni.
Sebab itu, lanjut Reni, sebagai orangtua kita harus mengawasi anak-anak mereka. Karena faktor lingkungan sangat menentukan pertumbuhan anak-anak. (*/Ni)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro