BOGOR – Sejumlah orangtua siswa di Kota Bogor, khususnya di sekolah swasta mempertanyakan kebijakan Dinas Pendidikan Kota Bogor terkait sistem pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) di tengah wabah covid-19.
Menjawab itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor Fahrudin, menyatakan bahwa tidak bisa dipungkiri saat ini sekolah sedang membutuhkan dukungan dari orangtua murid untuk operasional sekolah.
“Sekolah memang sangat membutuhkan dukungan dari masyarakat, terutama untuk honor guru di sekolah swasta. Kalau sekolah negeri tidak ada masalah. Di swasta ini kan honor guru dari sekolah, diantaranya dari iuran siswa (SPP) sehingga sekolah sangat terbantu untuk membayar honor guru jika keuangan dari orangtua murid itu masuk,” kata Fahrudin, dalam keterangannya, Jumat (1/5/2020).
Di sisi lain, kata dia, kondisi pandemi seperti yang saat ini terjadi membuat sejumlah orangtua murid mengaku sama-sama sedang merasa kesulitan. Untuk itu, diperlukan komunikasi antara orangtua dengan sekolah agar saling memahami kondiai saat ini.
“Memang diperlukan sikap gotong royong, keterbukaan, kerjasama saat seperti ini. Untuk orangtua yang mampu segera bantu sekolah untuk mengatasi operasionalnya. Untuk yang tidak mampu jangan khawatir. Jangan terlalu jadi beban. Kita hanya mengimbau agar sekolah sekolah paham dengan kondisi masyarakat. Tetapi masyarakat juga harus paham kondisi sekolah, bahwa sekolah memerlukan operasional. Tinggal komunikasi saja,” ungkapnya.
Di tengah kondisi yang serba tidak menentu, Kadisdik juga menyatakan bahwa sampai saat ini pihaknya belum bisa memastikan kapan situasi ini akan normal.
“Yang sekarang itu (siswa) akan masuk kembali pada 29 Mei 2020. Sampai habis libur Idul Fitri. Tapi jika melihat tren dan perkembangan COvid, sepertinya akan diperpanjang lagi nanti sampai pada kenaikan kelas sekitar akhir Juni. Nanti kita arahan dari pemerintah seperti apa,” tambah Fahrudin.
Ia menjelaskan, kalau melihat atau dari pengalaman negara-negara lain, Dinas Pendidikan harus mempersiapkan metode belajar jarak jauh tidak hanya sampai kenaikan kelas saja.
“Tapi harus sampai melebihi itu. Kita sedang mempersiapkan pembelajaran jarak jauh untuk tahun pelajaran baru sesuai juga dengan hal yang sedang dipersiapkan oleh Kementerian. Nanti kita akan manfaatkan TV lokal, radio lokal agar pembelajaran jarak jauh lebih efektif,” jelasnya.
Menurutnya, sejauh ini pembelajaran jarak jauh di masa covid-19 diutamakan kepada peningkatan kecakapan hidup atau life skill di tengah-tengah keluarga menghadapi pandemi covid-19. Para guru memanfaatkan aplikasi video conference seperti zoom maupun google meeting serta WhatsApp Group.
“Lalu terkait pembiasaan beribadah di bulan suci Ramadhan. Jadi konten-konten itu, pola hidup sehat, kerjasama di keluarga dan banyak pelajaran yang bisa kita ambil dengan Covid ini.
Teknologi juga sangat luar biasa. Selain keimanan yang harus kita tingkatkan, penguasaan teknologi juga agar kita tetap bisa belajar sesuai dengan harapan kurikulum, minimal tidak terlalu jauh dengan harapan kurikulum.
Tentunya ilmu, iman, termasuk teknologi menjadi salah satu pelajaran untuk kita bahwa pendidikan itu jangan lepas dari situ,” tandasnya.(*/Ad)
JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengimbau untuk tidak melakukan upacara bendera dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas 2020 dikarenakan masih dalam situasi pandemi Covid-19.
Sekretaris Jenderal Kemendikbud Ainun Na’im mengatakan untuk sementara tidak melakukan upacara bendera dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional tahun ini, sesuai anjuran Bapak Presiden untuk melakukan pembatasan sosial dan jaga jarak untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
“Kami anjurkan untuk memperingati dan memeriahkan Hardiknas 2020 dapat dilakukan melalui beragam kegiatan kreatif yang menjaga dan membangkitkan semangat belajar di masa darurat Covid-19,” ungkap Ainun Naim.
Kemendikbud selaku panitia peringatan Hardiknas 2020 mengeluarkan Pedoman Penyelenggaraan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2020. Dalam pedoman tersebut, Kemendikbud meniadakan penyelenggaraan upacara bendera yang umumnya dilakukan satuan pendidikan, kantor Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah, serta perwakilan pemerintah Republik Indonesia di luar negeri sebagai bentuk pencegahan penyebaran Covid-19.
Pemberitahuan ini disampaikan melalui surat yang ditandatangani Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 42518/MPK.A/TU/2020 tanggal 29 April 2020.
“Kemendikbud menyelenggarakan Upacara Bendera Peringatan Hardiknas Tahun 2020 pada tanggal 2 Mei 2020 pukul 08.00 WIB secara terpusat, terbatas, dan memperhatikan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19 yang telah ditetapkan Pemerintah,” ujar Ainun.
Ainun Ni’am mengimbau instansi pusat, daerah, satuan pendidikan, serta kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri untuk mengikuti jalannya upacara bendera secara virtual.
Masyarakat, siswa, guru dan warga lingkungan pendidikan dapat melalui siaran langsung di kanal Youtube Kemendikbud RI dari rumah ataupun tempat tinggal masing-masing. “Kami juga mengajak insan pendidikan untuk dapat menyaksikan program peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2020 yang diberi judul sesuai tema, yakni ‘Belajar dari Covid-19’ di TVRI pada hari Sabtu, 2 Mei 2020 pukul 19.00 WIB,” terang Ainun Na’im.
Pedoman Penyelenggaraan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2020 disusun dengan memerhatikan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Coronavirus Disease 2019 dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Coronavirus Disease 2019 sebagai Bencana Nasional.
Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan menayangkan peringatan Hari Pendidikan Nasional dengan mengangkat tema “Belajar dari Covid-19” di stasiun televisi milik pemerintah. Acara ini akan ditayangkan langsung di kanal YouTube @KEMENDIKBUD RI dan @tvrinasional pada Sabtu (2/5/2020) pukul 19.00 WIB.
Peringatan Hardiknas tahun 2020 ini, akan dimeriahkan oleh presenter kondang Najwa Shihab dan beberapa artis ternama Indonesia. Antara lain, Tulus, Sabyan, Rizky Febian, Vidi Aldiano, Rinni Wulandari, Naura, Lyodra, Gitabumi Voices, dan Bina Vokalia.(*/Ind)
JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyayangkan masih sangat tingginya ketergantungan Indonesia terhadap impor alat-alat kesehatan (alkes).
Kepala Negara menyebutkan, 95% alat kesehatan yang ada di Indonesia saat ini merupakan barang impor dan belum bisa diproduksi di dalam negeri.
“Sektor kesehatan, industri farmasi, saat ini masih (tergantung) impor, 95% masih impor. Alat-alat kesehatan yang bisa kita produksi sendiri, dan apa saja yang kita beli dari negara lain sekarang keliatan semua,” kata Jokowi di Jakarta, Kamis (30/4/2020).
Namun demikian, Presiden mengatakan bahwa saat ini fokus pemerintah adalah menyiapkan langkah-langkah mitigasi terhadap pandemi Covid-19, baik mitigasi dampak kesehatan maupun ekonomi.
“Kita sedang siapkan langkah-langkah pemulihan jika penyebaran Covid-19 ini sudah bisa kita kendalikan,” tegasnya.
Terlepas dari itu, Jokowi menegaskan bahwa upaya yang dikerjakan tahun ini akan menjadi fondasi bagi perbaikan di tahun-tahun yang akan datang.
Saat ini, kata dia, tengah dilakukan penyesuaian-penyesuaian target pembangunan, realokasi dan refocusing belanja secara besar-besaran dalam menghadapi pandemi corona. “Karena itu perencana tahun 2021 harus betul-betul aktif dengan perkembangan situasi saat ini,” tukasnya.(*/Tya)
JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyebutkan sekitar 56 persen sekolah swasta di Tanah Air kesulitan akibat pandemi Covid-19. Pemerintah diminta membantu operasional sekolah tersebut.
“Survei yang kami lakukan, sekitar 56 persen sekolah swasta yang ada minta agar pemerintah membantu pada masa krisis ini,” ujar Pelaksana tugas Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad di Jakarta, Rabu (29/4).
Survei yang dilakukan Kemendikbud juga menyebutkan sekitar 60 persen siswa di sekolah negeri dan swasta meminta agar SPP dibayar 50 persen. Wabah Covid-19 membuat sejumlah orang tua siswa mengalami kendala keuangan, yang berkorelasi dengan kemampuan dalam membayar SPP. Sementara operasional sekolah swasta, sebagian besar masih mengandalkan SPP yang berasal dari siswa.
“Untuk SD dan SMP negeri tidak masalah, karena mereka tidak membayar SPP. Namun untuk SMA dan SMK negeri maupun sekolah swasta memiliki kewajiban untuk membayar SPP,” kata dia.
Hamid menambahkan untuk SMA dan SMK negeri, yang menentukan besar pembayaran SPP itu adalah dinas pendidikan. Untuk itu, dia meminta agar sekolah dapat berkonsultasi dengan dinas pendidikan jika ada kemungkinan opsi penurunan SPP.
“Nah yang paling berat itu sekolah swasta. Karena belum ada skema khusus untuk membantu mereka,” kata dia.
Kemendikbud telah melakukan pelonggaran batasan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan BOP PAUD dan Kesetaraan, yang mana tidak ada lagi batasan maksimal 50 persen untuk gaji guru honorer.
“Bahkan ekstremnya bisa digunakan untuk pembayaran gaji guru honorer seluruhnya, dengan catatan tidak ada untuk pembelian pulsa atau kuota internet maupun langganan layanan pendidikan berbayar,” kata Hamid.(*/Ind)
INDRAMAYU – Sebanyak dua orang warga Kabupaten Indramayu, Jawa Barat dinyatakan positif terpapar virus corona (Covid-19). Hal tersebut diumumkan langsung oleh Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Indramayu pada Selasa (28/4/2020).
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Indramayu, Deden Bonni Koswara mengatakan, berdasarkan hasil tes swab yang diterima pihaknya dari Labkesda Provinsi Jawa Barat, dua orang warga Kabupaten Indramayu itu telah terkonfirmasi positif Covid-19.
Deden menyebut, salah satu warga yang terkonfirmasi positif Covid-19 merupakan seorang perawat di RSUD Indramayu berinisial SA. Dia sudah merasakan demam atau meriang sejak seminggu yang lalu. Namun SA tidak menunjukkan gejala-gejala fisik lainnya.
Saat ini, Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Indramayu tengah melakukan pemeriksaan swab terhadap keluarga, dan orang-orang yang pernah melakukan kontak langsung dengan perawat tersebut.
“Yang bersangkutan adalah perawat di UGD RSUD Indramayu. Mulai malam tadi, dia sudah berada di ruang isolasi RSUD Indramayu dengan kondisi baik,” kata Deden dalam keterangan yang diterima Okezone.
Deden melanjutkan, orang kedua yang dinyatakan terkonfirmasi positif Covid-19 adalah seorang pasien dalam pengawasan (PDP) berinisial T. T sendiri sempat dirawat di RSUD Pantura MA Sentot Patrol sejak tanggal 19 April 2020. Namun, T kemudian meninggal dunia dan dimakamkan sesuai SOP Covid-19.
Diungkapkannya, dari hasil penelusuran didapatkan bahwa T memiliki riwayat kontak langsung dengan anak dan menantunya yang pulang dari Jakarta. Sebelumnya saat pertamakali dirawat, T dalam kondisi penurunan kesadaran (koma) dan sesak berat.
“Pasien T meninggal pada tanggal 20 April 2020 jam 05.30 WIB. Kemudian dilakukan swab untuk pemeriksaan PCR dan telah dilakukan pemakaman dengan SOP Covid-19,” ungkapnya.(*/Dang)
BANDUNG – Memutus rantai penyebaran Covid-19 di lingkungan Pendidikan, Pemerintah Kota Bandung menginstruksikan semua sekolah dan lembaga pendidikan lain dengan melakukan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) secara daring.
Hal tersebut mengacu pada Surat Edaran wali Kota Bandung yang berisi memberlakukan pembelajaran jarak jauh melalui media daring bagi Peserta Didik pada Satuan Pendidikan di bawah kewenangan Pemerintah Kota Bandung (PAUD/TK, SD, SMP, LKP, LPK, dan PKBM).
Memang belajar daring belum ideal. Kendati demikian, selama KBM daring, para guru memang dituntut lebih kreatif.
Guru SD Tulus Kartika Kota Bandung, Handiani Putri menilai KBM secara daring tersebut dirasakan kurang efektif, karena jika tidak bertemu secara langsung para muridnya akan semangat belajar jika suasana hatinya memang ingin belajar.
“Sebenarnya kurang efektif, kadang tergantung anaknya juga. Mereka juga “moody”. Ada anak yang mengeluh dia tidak mau belajar karena bosen liat HP atau Laptop terus,” kata Handiani, Selasa (28/04/2020).
Menurut dia, dengan hal tersebut membuat guru harus menunggu suasana hati anak didiknya sedang baik dan semangat belajar. Karena anak-anak akan cepat bosan belajar secara daring tanpa ada interaksi langsung.
“Mulai belajarnya pukul 08.00 WIB, tapi untuk penugasan berbeda. Ada tugas yang diberikan, nah itu bisa sampai malam pengumpulannya tergantung dari orang tua. Orang tuanya juga ada beberapa yang masih bekerja di luar. Sedangkan anaknya tidak memegang handphone atau laptop. Jadi mereka menunggu dulu orang tuanya pulang. Bahkan ada yang baru ngasih tugas pukul 22.00 WIB dan 24.00 WIB,” ucapnya.
Handiani yang mengajar Kelas 1 SD ini mengatakan, hal tersebut menjadi kendala dirinya mengajar. Sebab anak-anak yang masih di kelas bawah memang tidak diperbolehkan memegang HP sendiri.
“Saya pribadi tidak mengejar materi yang ada di buku. Karena kalau seperti itu orang tua nanti yang kewalahan. Kita tidak mau sampai membebani orang tua dalam pembelajaran online ini,” ujar dia.
Dia merasa beruntung karena KBM daring bisa berjalan dengan baik. Sebab anak didiknya tidak memilki keterbatasan dalam akses internet karena muridnya berada di perkotaan.
“Orang tua sudah terbiasa menggunakan laptopnya jadi tidak ada halangan. Para Guru juga mendapat bantuan dari Sekolah untuk urusan kuota internetnya jadi tidak ada masalah,” jelasnya.(*/Hend)
JAKARTA – Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memperkirakan sejumlah skenario yang mungkin terjadi pada tahun ajaran baru di masa pandemi. Menurutnya, setidaknya ada tiga skenario yang mesti dipersiapkan oleh pemerintah.
Skenario pertama, apabila kondisi berjalan normal. Selama ini pemerintah masih mengasumsikan tahun ajaran baru berjalan normal yakni dimulai pada Juli 2020. Apabila ini yang diinginkan, maka pada Mei atau Juni kondisi kesehatan di Indonesia harus sudah dalam keadaan baik.
“Harapannya begitu. Jika begitu tentu tidak masalah,” kata Satriwan, di dalam sebuah diskusi daring Minggu(26/4/2020).
Selanjutnya, skenario kedua yaitu apabila belum ada tanda-tanda perbaikan. Meskipun belum ada tanda-tanda perbaikan dari segi kesehatan namun tahun ajaran tetap diberlakukan Juli 2020. Apabila demikian, maka pembelajaran semester depannya menjadi daring atau online.
Ia menegaskan, hal ini yang wajib dipersiapkan. Di antaranya adalah tentang kuota internet untuk siswa dan guru, ataupun peraturan-peraturan agar pembelajaran daring tidak mengalami kendala. “Ini yang wajib menjadi perhatian,” kata dia lagi.
Sedangkan skenario ketiga adalah yang berubah paling besar, yaitu menggeser tahun ajaran baru ke Januari 2021. Negara lain memiliki tahun ajaran baru yang berbeda-beda. Satriwan mencontohkan Jepang yang dimulai pada April dan Korea Selatan pada Maret.
Artinya, lanjut dia, menggeser tahun ajaran baru bisa menjadi alternatif kebijakan. Sebab, kondisi pandemi Covid-19 masih belum jelas akan berakhir kapan. Tidak sedikit pula ahli yang memperkirakan akan terus berlangsung hingga akhir tahun.
Apabila skenario kedua yang diambil pemerintah, Satriwan menegaskan harus dibuat kurikulum darurat khusus. Hal ini penting agar di dalam bencana nasional guru dan siswa tidak kesulitan menjalankan pembelajaran.
Sebab, kata dia, meskipun pemerintah sudah menegaskan tidak mewajibkan guru memenuhi capaian kurikulum secara utuh, masih ada guru yang tetap mendorong capaian utuh karena merasa tidak yakin. Hal ini tentunya akan menyusahkan siswa.
“Karena standar penilaiannya berubah atau setidaknya ada pergesaran. Tidak lagi tatap muka. Jadi kami berpikir harus ada kurikulum darurat Covid-19,” kata Satriwan menegaskan.
Menanggapi hal ini, Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda mengatakan, selama ini pihaknya telah mendorong perangkat negara untuk memaksimalkan semua sumber daya untuk menghadapi Covid-19. Namun, yang menjadi masalah saat ini adalah tidak ada yang tahu pasti kapan pandemi akan berakhir.
“Tinggal pertanyaannya, ini semua diskemakan selesai bulan April-Mei, sekarang pertanyaannya, ini waktunya masih panjang prediksinya bisa sampai akhir tahun walaupun ini masih debatable,” kata Syaiful, dalam kesempatan yang sama.
Menurutnya, memang perlu ada penyesuaian kebijakan yang harus dilakukan pemerintah, dalam konteks ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sebab, kebijakan yang diambil sejauh ini mengikuti skema awal yakni Mei diasumsikan Covid-19 akan terkendali.
Namun, ia setuju bila pemerintah harus siap menerima kemungkinan terburuknya. Karena itu, perlu ada penyesuaian dan evaluasi lebih jauh terhadap kebijakan yang diambil sejak masa awal pandemi hingga saat ini.
“Skema awalnya hanya sampai dengan Mei pandeminya. Namun ada yang diperkirakan sampai akhir tahun ini, yang berarti ada tambahan sekitar enam bulan lagi, yang saya kira butuh perangkat-perangkat kebijakan,”paparnya.(*/Di)
JAKARTA – Perawat pasien COVID-19 di RS Darurat Wisma Atlet Kapten Fitdy Eka menolak label buruk atau stigma masyarakat bahwa tenaga kesehatan/nakes sebagai unsur penular virus corona jenis baru SARS-CoV-2 ke tengah masyarakat.
“Ada stigma, kami ditolak masyarakat. Mohon dengan sangat kami juga manusia yang melaksanakan ini dengan hati. Terimalah kami juga dengan hati,” kata Ketua Tim Perawatan RSD Wisma Atlet Kapt Fitdy Eka, Ahad (26/4).
Komentar Fitdy itu menanggapi fenomena stigma dari sebagian unsur masyarakat terhadap para dokter, perawat, analis dan tenaga kesehatan (nakes) lainnya yang mengurusi COVID-19.
Sejumlah unsur masyarakat menstigma para tenaga kesehatan sebagai orang yang sebaiknya dijauhi. Beberapa waktu lalu, terdapat jenazah perawat COVID-19 yang ditolak pemakamannya yang meninggal karena virus corona jenis baru.
Sementara itu, Fitdy optimistis jika wabah COVID-19 akan segera berakhir jika masyarakat disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. Dengan kedisiplinan itu, lanjut dia, akan memicu keselamatan bagi diri sendiri dan orang lain sehingga rantai penularan virus SARS-CoV-2 segera berakhir.
“Saya percaya Indonesia akan kembali pulih terlepas dari pandemi saat ini. Lakukan semua mitigasi dengan disiplin. Saya yakin dengan disiplin, Anda semua akan menjadi seorang pahlawan bagi diri sendiri dan orang lain,” kata dia.
“Mohon dengan sangat lindungi diri dan orang lain sehingga pesan-pesan pencegahan bisa terlaksana dengan baik. Mari sama-sama memenangkan perang ini. Kita kalau dalam konteks ibadah bukan beban, ibadah untuk diri dan orang lain,”tuturnya.(*/Tya)
JAKARTA – Pandemi Covid-19 membuat membuat kegiatan belajar mengajar secara langsung ditiadakan dan dipindahkan menjadi metode belajar dari rumah. Namun hal ini justru membuat anak menjadi stres dan tertekan lantaran harus belajar bersama orang tuanya.
Psikolog sekaligus Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi menuturkan jika berdasarkan laporan yang diterima pihaknya, banyak anak-anak mengalami stres hingga tertekan setelah menjalani pembelajaran di rumah oleh orang tua.
“Dari beberapa laporan yang kami terima dari LPAI banyak anak-anak yang mengalami stres, tertekan. Salah satunya adalah kadang-kadang dalam cara orang tua menghadapi putra putra-putri tercinta, para orang tua sekarang harus menjadi guru tiba-tiba di dalam rumah,” ujar Kak Seto sapaannya dalam jumpa pers di Graha BNPB yang disiarkan secara streaming, Sabtu (25/4/2020).
Kak Seto mengatakan, salah satu faktor belajar di rumah yang membuat stres anak lantaran orang tuanya memaksakan sang buah hati harus mengerti dari metode belajar yang diajarkannya.
“Kemudian mencoba untuk menjelaskan menerangkan kadang-kadang memaksakan hal ini dicapai oleh putra-putri sendiri sehingga akhirnya yang muncul adalah anak-anak tertekan,” jelas kak Seto.
Lebih jauh, Seto menyebut banyak anak yang menginginkan kegiatan belajar secara normal alias diajar oleh guru-guru mereka. Hal tersebut lantaran cara pengajaran guru yang lebih persuasif dan kreatif kepada anak.
“Sehingga akhirnya yang muncul adalah anak-anak tertekan beberapa ingin kembali lagi ke sekolah bertemu dengan ibu guru atau bapak guru yang menjelaskan lebih nyaman lebih tenang lebih kreatif dan sebagainya,” tandasnya.(*/Ind)
JAKARTA – Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Dikdasmen) Hamid Muhammad mengatakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak bisa digunakan untuk membayar gaji guru honorer yang tidak terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
“Saya heran mengapa guru honorer yang sudah lama mengabdi tidak didaftarkan ke Dapodik. Padahal Dapodik ini sudah lama ada,” ujar Hamid dalam gelar wicara RRI Pro 3 di Jakarta, Jumat (24/4)
Hamid menambahkan data guru di Dapodik merupakan dasar untuk audit. Jika tidak terdaftar dalam Dapodik, maka guru honorer tersebut tidak bisa mendapatkan gaji dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Kalau tidak ada, maka tidak berhak untuk mendapatkan gaji dari dana BOS. Untuk itu Kepsek dan proktor Dapodik wajib memasukkan data semua guru yang ada di sekolah di Dapodik,” terang Hamid.
Kemendikbud mengeluarkan dua Peraturan Mendikbud yakni Permendikbud 19/2020 tentang Perubahan Atas Permendikbud no 8/2020 tentang Petunjuk Teknis BOS Reguler dan Permendikbud 20/2020 tentang Perubahan Atas Permendikbud 13/2020 tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Nonfisik Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Kesetaraan 2020.
Dua Permendikbud itu dijadikan landasan penggunaan dana BOS dan BOP PAUD dan Kesetaraan selama pandemi COVID-19.
Dalam peraturan tersebut dijelaskan, baik dana BOS dan BOP PAUD dan Kesetaraan dapat digunakan untuk pembelian pulsa, paket data, layanan pendidikan daring berbayar bagi pendidik maupun peserta didik dalam rangka mendukung pembelajaran di rumah.
Dana BOS dan BOP PAUD dan Kesetaraan juga dapat digunakan untuk pembelian cairan atau sabun pembersih tangan, pembasmi kuman, masker, dan penunjang kebersihan.
Selain penggunaan dana BOS dan BOP PAUD dan Kesetaraan untuk pulsa maupun masker, dana BOS reguler dapat digunakan untuk membayar gaji guru honorer yang tidak memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), dengan kriteria sudah tercatat di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) per 31 Desember 2019, belum mendapatkan tunjangan profesi, dan memenuhi beban mengajar termasuk mengajar dari rumah dalam masa kedaruratan kesehatan masyarakat COVID-19 yang ditetapkan pemerintah pusat.
“Berapa besarannya dana BOS untuk gaji guru honorer, diserahkan kepada kepala sekolah,” kata Hamid lagi.
Hamid juga berpesan agar penggunaan dana BOS dan BOP PAUD dan Kesetaraan itu harus memperhatikan atau fokus pada kesehatan pendidik dan peserta didik.(*/Ind)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro