TANGSEL – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang Selatan akan memperpanjang masa belajar di rumah pada saat pelaksanaan tahun ajaran baru 2020-2021. Selain mengikuti aturan dan kebijakan pemerintah pusat, hingga kini wilayah Tangsel masih berstatus zona merah Covid-19.
“Kalender akademik tetap harus berjalan, itu dimulai pada 13 Juli 2020. Tetapi ada yang berbeda ketika dikerjakan pada masa pandemi, karena Tangsel masih masuk zona merah,” jelas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tangsel, Taryono, Rabu (17/6/2020).
Kegiatan belajar mengajar Tangsel pada tahun ajaran baru akan tetap dilaksanakan secara daring. “Instruksi Pak Menteri (Mendikbud Nadiem Makarim), yang boleh belajar tatap muka adalah daerah yang sudah masuk zona hijau.
Sementara Tangsel sampai saat ini masih zona merah, sehingga proses belajar mengajar masih dilakukan secara online,” ungkapnya.
Lebih lanjut, kata Taryono ada beberapa hal yang harus diperhatikan jika nantinya wilayah Tangsel berubah kategori menjadi hijau dan melaksanakan kegiatan pembelajaran tatap muka. “Pertama, kota ini harus dinyatakan aman atau zona hijau dari pandemi terlebih dulu oleh Gugus Tugas,” katanya.
Kemudian mempersiapkan protokol kesehatan di sekolah secara rinci. Di antaranya dengan memastikan ketersediaan air mengalir beserta sabun cuci tangan. Memastikan ketersediaan pengukur suhu tubuh, aturan seluruh penghuni sekolah mengenakan masker, sampai pengaturan shift masuk siswa yang diatur secara bergantian.
“Termasuk juga persetujuan dari orang tua. Jika dalam situasi zona hijau orang tua siswa tidak mengizinkan anaknya masuk sekolah, karena khawatir penyebaran Covid-19. Maka tetap saja sekolah tatap muka tidak akan terjadi,” ucap Taryono.
Di samping itu, Taryono berharap kepada guru-guru dan para siswa, di masa pandemi ini kegiatan belajar mengajar di rumah, tetap harus menyenangkan. Siswa tidak hanya mendapat tugas tapi juga ruang konsultasi siswa dan guru.
Sebelumnya, seluruh sekolah yang berada di zona kuning, oranye, hingga merah tidak diperkenankan menggelar pembelajaran tatap muka di tahun ajaran baru 2020/2021. Kebijakan ini berlaku di seluruh jenjang, mulai Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat, hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat.(*/Idr)
JAKARTA – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) meminta agar tidak ada pelajar yang tidak naik kelas. PGRI berpendapat anak jangan dijadikan korban akibat berbagai kebijakan yang dibuat pemerintah dan kondisi pandemi saat ini.
“Saya lebih sepakat anak tidak ada yang tidak naik kelas karena suasana seperti ini, jadi anak lebih baik dibantu dan diberi kemudahan,” kata Ketua PB PGRI Dudung Nurullah Koswara kepada media di Jakarta, Selasa (16/6).
Dia mengatakan, sekolah merupakan layanan terhadap anak didik dan kenaikan kelas adalah masalah kepentingan akademik. Dia menjelaskan, tinggal kelas merupakan tanggung jawab orang tua dan guru terlebih era pandemi Covid-19 saat ini.
Dia mengatakan, harus ada komunikasi layanan yang lebih maksimal serta melebur antara kedua kubu tersebut. Lanjutnya, hal itu mengingat Indonesia saat ini sedang tidak dalam kondisi kegiatan belajar mengajar normal atau ideal.
Dia meminta agar anak jangan dikorbankan karena keterbatasan orang tua dan guru sehingga dia tidak bisa naik kelas. Dia mengatakan, anak jangan dibuat stress karena pandemi Covid-19 ditambah stress karena kondisi di rumah.
“Jadi jangan korbankan anak. Sekolah, guru dan orang tua wajib membuat anak bagaimana caranya harus naik kelas,” katanya.
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah merilis pedoman pembelajaran dalam era normal baru. Dalam pedoman itu, sekolah yang bisa melakukan pembelajaran tatap muka hanya yang berada di zona hijau.
Meski boleh dibuka, sekolah di zona hijau tetap harus melalui protokol yang sangat ketat. Persetujuan dari pemerintah daerah hingga kesiapan satuan pendidikan menjadi pertimbangan anak boleh mengikuti pembelajaran tatap muka atau tidak.
Selain itu, meski seluruh perizinan tersebut sudah terpenuhi, ada syarat terakhir yang tidak boleh terlewat. Orang tua murid harus setuju untuk anaknya pergi ke sekolah melakukan pembelajaran tatap muka.(*/Ind)
JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memutuskan untuk memulai Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) pada Juli 2020.
Hal itu tertuang dalam pembahasan bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Komisi X DPR RI.
Panduan yang disusun dari hasil kerjasama dan sinergi antar empat kementerian, Senin (15/6/2020) ini bertujuan mempersiapkan satuan pendidikan saat menjalani masa kebiasaan baru.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengatakan, prinsip dikeluarkannya kebijakan pendidikan di masa Pandemi Covid-19 adalah dengan memprioritaskan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat.
Tahun ajaran baru bagi pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar, dan pendidikan menengah di tahun ajaran 2020/2021 tetap dimulai pada bulan Juli 2020. “Namun demikian, untuk daerah yang berada di zona kuning, oranye, dan merah, dilarang melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan. Satuan pendidikan pada zona-zona tersebut tetap melanjutkan Belajar dari rumah,” ujar Mendikbud Nadiem Anwar Makarim, pada webinar tersebut.
Terkait jumlah peserta didik, hingga 15 Juni 2020, terdapat 94 persen peserta didik yang berada di zona kuning, oranye, dan merah dalam 429 kabupaten/kota sehingga mereka harus tetap Belajar dari rumah. Adapun peserta didik yang saat ini berada di zona hijau hanya berkisar 6 persen.
Nadiem menegaskan, proses pengambilan keputusan dimulainya pembelajaran tatap muka bagi satuan pendidikan di kabupaten/kota dalam zona hijau dilakukan secara sangat ketat dengan persyaratan berlapis. Keberadaan satuan pendidikan di zona hijau menjadi syarat pertama dan utama yang wajib dipenuhi bagi satuan pendidikan yang akan melakukan pembelajaran tatap muka.
Persyaratan kedua, adalah jika pemerintah daerah atau Kantor Wilayah/Kantor Kementerian Agama memberi izin. Ketiga, jika satuan pendidikan sudah memenuhi semua daftar periksa dan siap melakukan pembelajaran tatap muka. Keempat, orang tua/wali murid menyetujui putra/putrinya melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan. “Jika salah satu dari empat syarat tersebut tidak terpenuhi, peserta didik melanjutkan Belajar dari Rumah secara penuh,” tegas Mendikbud.
Nadiem juga mengajak semua pihak termasuk seluruh kepala daerah, kepala satuan pendidikan, orang tua, guru, dan masyarakat bergotong-royong mempersiapkan pembelajaran di tahun ajaran dan tahun akademik baru. “Dengan semangat gotong-royong di semua lini, saya yakin kita pasti mampu melewati semua tantangan ini,” kata Nadiem.(*/Ind)
JAKARTA – Jumlah pasien berstatus Orang Dalam Pengawasan (ODP) terkait virus corona, atau Covid-19 saat ini berjumlah 36.744.
Sementara itu, Pasien Dalam Pengawasan (PDP) saat ini ada 13.649 orang.
“Jumlah pasien terbaru hari ini hingga pukul 12.00 WIB, PDP 13.649 dan ODP 36.744,” kata Juru Bicara Pemerintah Untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto dalam jumpa pers live streaming di Gedung Graha BNPB, Jakarta, Senin (15/6/2020).
Hingga saat ini, kasus positif penyebaran virus corona sudah terjadi di 34 provinsi dan 431 kabupaten/kota.
Dari data terbaru yang diumumkan, pasien positif virus corona atau Covid-19 di Indonesia kembali bertambah sebanyak 1.017 orang per hari ini. Sehingga totalnya menjadi 39.294.
Sementara jumlah pasien sembuh mengalami penambahan sebanyak 592 orang, sehingga totalnya menjadi 15.123 orang. Untuk pasien meninggal dunia juga bertambah sebanyak 64 orang, sehingga totalnya menjadi 2.198 orang.(*/Tya)
JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendapatkan laporan dari sejumlah daerah yang akan membuka sekolah pada Juli 2020 ini. Para orang tua merasa khawatir atas rencana itu karena pandemi virus Corona (Covid-19)belum usai.
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengungkapkan pengaduan itu berasal dari Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur (Jatim) dan Kabupaten Tebo, Jambi.
KPAI juga mendapatkan laporan beberapa sekolah swasta di Kota Malang dan Medan sudah dibuka saat ujuan penilian akhir tahun (PAT). “KPAI akan mendalami kasus di dua kota tersebut,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Sabtu 13 Juni 2020.
Kecemasan orang tua di Kabupaten Pasuruan terjadi karena belum ada penjelasan mengenai pola pendidikan pada masa Covid-19. Semua bermula dari Surat Edaran Dinas Pendidikan Pasuruan Nomor 443/1319/424/071/2020 Tentang Perpanjangan Pelaksanaan Belajar dari Rumah yang berakhir 1 Juni dilanjutkan hingga 14 Juni 2020.
Sampai tiga hari batas terakhir, Dinas Pendidikan Pasuruan belum memberikan pengumuman terbaru. Inilah yang membuat cemas para orang tua. Akhirnya, Dinas Pendidikan mengeluarkan Surat Edaran terbaru dengan Nomor 443/13/66/424/071/2020 Tentang Kegiatan Pendidikan dalam Masa Darurat Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Surat itu menyatakan kegiatan belahar peserta didik di sekolah masih menunggu ketentuan lebih lanjut. Retno menerangkan itu artinya sekolah belum tentu dibuka pada 13 Juli 2020. Namun, surat itu tidak merinci kesiapan kenormalan baru yang harus dilakukan sekolah.
“Akan tetapi, surat itu menetapkan pengambilan rapor yang wajib diambil oleh orang tua di sekolah pada 20 Juni 2020. Catatannya, tetap memperhatikan protokol kesehatan,” ucap mantan Kepala SMAN 3 Jakarta itu.
Kasus berbeda terjadi di Kabupaten Tebo. Dinas Penddikan dan Kebudayaan Tebo menerbitkan surat perpanjangan masa belajar daring atau luar jaringan yang berlangsung dari 5-13 Juni 2020.
Dalam surat itu, ada keterangan mengenai persiapan kenormalan baru bidang pendidikan.
“Oleh para orang tua dianggap sebagai indikasi membuka sekolah pada 13 Juli 2020. Hal ini kemudian menimbulkan keresahan para orang tua lantaran kasus Covid-19 masih tinggi,” tutur Retno.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan akan membagi setiap kelas menjadi dua kelompok pada tingkat sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama. Waktu belajar di SD sekitar 2 jam 40 menit. Waktu belajar tingkat SMP 5 jam 20 menit.
Bedanya, siswa SD masuk setiap hari. Sedangkan, siswa SMP kelompok satu masuk pada tanggal ganjil dan kelompok dua pada tanggal genap. Dinas Pendidikan kembali mengeluarkan surat edaran pada 12 Juni 2020, isinya tentang perpanjangan masa belajar dan luar jaringa mulai dari 14-20 Juni 2020.
“Surat ini menguatkan dugaan orangtua bahwa anak-anak mereka kemungkinan besar akan mulai belajar di sekolah untuk tahun ajaran 2020/2021 pada 13 Juli 2020. Di dalam kedua surat ada perintah Dinas Dikbud kepada para sekolah untuk menyiapkan infrastruktur sekolah untuk new normal,” tukasnya.(*/Ind)
JAKARTA – Pakar pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Mataram (Ummat) Syafril mengatakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) harus secara tegas dan terbuka terkait pembukaan sekolah.
Sebab, ia menilai, Kemendikbud dan Kemenko-PMK masih saling melempar tanggung jawab terkait hal ini.
“Hendaknya pejabat publik seperti Mendikbud tidak menjauh dari publik, ia harus hadir untuk menerangkan secara terbuka apa masalah yang dihadapi oleh negara saat new normal dilakukan bagi sekolah,” kata Syafril, dalam keterangannya, Sabtu (13/6).
Ia menyinggung soal tagar di media sosial #mhsmencarinadiem beberapa waktu lalu. Jangan sampai ada tagar lanjutan ketika rakyat mencari Mendikbud Nadiem Makarim. Ia mengatakan, saat ini yang ada hanya desas-desus di media.
Syafril mengatakan, Kemendikbud harus memikirkan pelaksanaan protokol kesehatan di sekolah. Jumlah rombel siswa di sekolah negeri mencapai lebih dari 40 dengan luas ruang belajar sekitar 80 meter kubik. Fakta tersebut tentu akan sulit untuk mengatur pembatasan sosial.
“Kalau protokol covid mau diterapkan maka harus disiapkan dua kali lipat jumlah ruang pada setiap sekolah yang jumlah rombelnya 30-an siswa ke atas,” kata dia.
Selain itu, perlu dipikirkan juga pengaturan siswa ketika pulang sekolah. Sebab, tidak ada yang bisa menjamin siswa akan langsung pulang ke rumahnya seusai sekolah. Oleh karena itu, harus dipikirkan secara matang oleh pemerintah agar tidak muncul klaster baru dari sekolah.
Ketentuan jumlah hand sanitizer dan masker juga harus disiapkan oleh sekolah juga harus ditetapkan. Bagi sekolah yang memiliki biaya mungkin hal ini akan mudah. Namun, Syafril mengatakan tidak sedikit pula sekolah yang kesulitan soal pendanaan ini.
Dari segi kesehatan, juga perlu dipikirkan berapa lama siswa mampu bertahan menggunakan masker di dalam kelas. “Di sekolah yang disiplin saja seperti Korea bisa gagal dan kembali sekolah dari rumah. Apalagi Indonesia dengan varian budaya dan karakter disiplin yang beraneka ragam,” paparnya.(*/Tya)
DEPOK – Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Depok komitmen menuntaskan hak pendidikan bagi anak selama 12 tahun. Komitmen ini diwujudkan dengan memberikan kemudahan akses pelayanan pendidikan untuk siswa prasejahtera melalui subsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Depok.
“Bantuan tersebut diperuntukan bagi siswa prasejahtera yang bersekolah di satuan pendidikan swasta. Mengingat kuota di sekolah negeri sangat terbatas yaitu berdasarkan kuota atau rombongan belajar (rombel),” ujar Kepala Disdik Depok, Mohammad Thamrin di Balai Kota Depok, Jumat (12/6).
Dia mengutarakan, penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran baru akan berlangsung dan mengunakan dua jalur yakni prestasi dan siswa miskin dengan kouta 50 persen serta jalur zonasi dengan kouta 50 persen.
“Untuk siswa miskin yang tak diterima di sekolah negeri akan di subsidi untuk bersekolah di sekolah swasta,” tegas Thamrin.
Menurut Thamrin, bantuan per siswa SD sebesar Rp 2 juta setiap tahunnya. Adapun untuk setiap pelajar SMP, mendapatkan subsidi Rp 3 juta per tahun. “Sementara bagi yang bersekolah di SMA/SMK, kita berikan sebesar Rp 2 juta per siswa setiap tahunnya melalui dana bantuan sosial,” jelasnya.
Dia mengungkapkan, pihaknya juga membuka dua sekolah terbuka, yaitu SMP Terbuka Sawangan dan SMP Terbuka 12 Depok. Termasuk, membuka paket kesetaraan di setiap jenjang melalui Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Negeri.
“Semuanya tidak dipunggut biaya. Kami harapkan siswa Depok, khususnya yang prasejahtera bisa melanjutkan masa wajib belajar mereka,” tukasnya.(*/Idr)
JAKARTA – Saat ini, sekitar 50 persen guru belum tersertifikasi. Maka, hal ini harus menjadi perhatian serius pemerintah karena berdasarkan aturan seharusnya guru sudah tersertifikasi.
“Ini berdasarkan data 11 Desember 2019. Ini gawat ini. Jadi nanti kalau gurut tidak tersertifikasi berarti tidak mengikuti peraturan perundang-undangan,” kata Anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah dalam sebuah diskusi daring, Rabu (10/6).
Di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani. Guru juga harus memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Ferdiansyah mengatakan, harus ada akselerasi luar biasa terkait mensertifikasikan guru. Ia menyebutkan, secara umum guru SMP yang sudah tersertifikasi sebanyak 47,44 persen, SD 45,77 persen, dan paling kecil SMK yaitu 28,49 persen.
“Tentu berkaitan dengan ini kami mohon Kemendikbud dan Kemenag bersama DPR RI untuk mencari solusi,” kata Ferdiansyah menegaskan.
Sementara itu, Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Agama (Kemenag), Suyitno membenarkan fakta yang dipaparkan Ferdiansyah. Memang secara amanat UU guru harus tersertifikasi. Namun, faktanya masih banyak yang belum tersertifikasi.
“Saya kira ini jadi amanat UU, kalau tadi Pak Ferdiansyah memberikan gamabran secara nasional, kita menemukan angka yang cukup signifikan yang belum tersertifikasi. Itu juga kenyataan riil yang dialami,” kata Suyitno.
Terkait hal tersebut Suyitno mengatakan, memang menjadi pekerjaan rumah bagi Kemendikbud dan juga Kemenag untuk meningkatkan guru tersertifikasi. Kemenag, kata dia, melakukan beberapa program untuk meningkatkan kompetensi guru.
Pertama adalah program penguatan profesionalisme. Kemenag juga melakukan pembinaan karir. Ia menjelaskan, pihaknya memastikan guru-guru di bawah Kemenag bergabung ke Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB).
Selain itu, dia mengatakan, pihaknya juga mengembangkan karakter guru. Suyitno menjelaskan, guru madrasah dikuatkan karakternya dan memiliki moderasi beragama.
“Memastikan guru-guru madrasah ini punya kompetensi di bidang penguatan karakter, sehingga membangun keislaman yang rahmatan lil alamin, yang pada gilirannya bisa menangkal gejala radikalisme di pendidikan,” tukasnya.(*/Ind)
JAKARTA – Jumlah pasien positif Covid-19 atau virus corona di Indonesia terus meningkat. Hari ini pasien positif bertambah 979. Totalnya, per hari ini, Kamis 11 Juni 2020 hingga pukul 12.00 WIB, orang dinyatakan positif corona menjadi 35.295.
“Kasus positif kita dapatkan penambahan kasus baru berdasarkan konfirm PCR Covid-19 bertambah 979 dan total jumlah positif menjadi 35.295,” kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto dalam konferensi pers live streaming di Gedung Graha BNPB, Jakarta.
Sementara pasien yang dinyatakan sembuh menjadi 12.636 orang, setelah mengalami penambahan sebanyak 507 orang. Untuk pasien yang meninggal dunia juga bertambah sebanyak 41 orang, sehingga totalnya menjadi 2.000 orang.
Pemerintah terus mengimbau masyarakat untuk menekan penyebaran kasus Covid-19, dengan tetap berada di rumah, rajin mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak saat berinteraksi dengan orang lain dan memakai masker.
Hingga saat ini, pemerintah terus bekerja untuk memerangi Covid-19. Di antaranya dengan menetapkan pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional nonalam.(*/Tya)
JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berencana mengubah lama pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang sebelumnya tiga tahun menjadi empat tahun.
Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud Wikan Sakarinto dalam webinar di Jakarta, Rabu (10/6).
“Dalam waktu dekat, kami akan berinovasi dengan mengubah SMK menjadi empat tahun atau setara dengan diploma satu atau diploma dua.
Terutama untuk program studi tertentu,” ujar dia.
Dengan lamanya SMK selama empat tahun, maka siswa memiliki cukup waktu untuk mendapatkan bekal sebelum terjun ke dunia usaha dan dunia industri. Siswa SMK juga diwajibkan mengikuti program praktik kerja di industri. Jika siswa tersebut tidak mengikuti praktik kerja maka belum bisa diluluskan.
“SMK dirancang empat tahun dan begitu lulus, siswanya bisa langsung kerja di industri,” kata dia.
Kurikulum SMK, juga katanya harus disesuaikan dengan kebutuhan industri. Kurikulum diharapkan dapat membangun kemampuan teknis dan kemampuan nonteknis siswa. Sehingga bisa menjadi lulusan yang fleksibel dan mampu bekerja di berbagai industri.
Sejumlah upaya dilakukan Kemendikbud untuk meningkatkan kompetensi lulusan SMK, mulai dari kerja sama dengan industri, peningkatan kompetensi guru dan kepala sekolah, praktik kerja di industri, hingga penyusunan kurikulum bersama industri.
Dalam waktu dekat, pihaknya akan melakukan rebranding SMK, sehingga semakin banyak yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang SMK. “Terutama siswa SMP dan para orang tua siswa SMP. SMK harus dikenalkan secara baik kepada mereka,”terangnya.(*/Tya)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro