CIBINONG – Sekolah menjadi salah satu pusat keramaian yang ditutup sementara oleh pemerintah. Tujuannya yakni agar tidak adanya klaster penyebaran di lingkungan siswa tersebut.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Entis Sutisna mengatakan, akan memanggil pihak sekolah yang melanggar hal tersebut. Untuk sekolah negeri akan mendapat sanksi administratif dan swasta akan mendapat sanksi pembinaan.
“Kalau ada laporan, sekolah mana langsung kita panggil. Kalau ada sanksi administratif untuk negeri, kalau swasta ada pembinaan. Karena yang berwenang itu ketua yayasannya, tetapi tetap nanti berbenturan dengan Peraturan yang dikeluarkan Bupati,” kata Entis, Rabu (22/7/2020).
Entis menjelaskan, sekolah hanya boleh melakukan pengenalan di sekolah, hanya Sekolah Menengah Akhir (SMA) atau SMK. Siswa yang datang ke sekolah juga harus dibarengi protokol kesehatan yang ketat dan hanya didatengi 50 persen dari jumlah maksimal kelas.
Hal tersebut sudah diatur oleh Perbup Nomor 42 Tahun 2020. Maka untuk tingkat sekolah dasar (SD) dan menengah pertama (SMP) belum diperkenankan untuk datang ke sekolah.
Entis menjelaskan permasalahan memang masih terjadi, seperti contoh pendaftaran sekolah yang tidak bisa 100 persen hanya bertumpu pada website. Ia menjelaskan bukan hal yang tidak mungkin pembelajaran di beberapa wilayah tidak maksimal karena keterbatasan.
“Ada beberapa sekolah yang mungkin bisa semua pakai daring. Tapi ada beberapa sekolah yang tidak bisa seperti itu, bisa ada masalah di jaringan atau seperti yang terjadi di lapangan mereka hanya daftar nama saja. Nomor dan kelengkapan data tidak ada, jadi memang ada yang harus secara luring,” kata dia.
Maka pemanggilan orang tua ke sekolah bisa terjadi demi pendaftaran siswa baru, atau ada masalah pendaftaran. Seperti contoh dari Madrasah Ibtidaiah (MI) ke sekolah SMP biasa karena beda lembaga maka perlunya pengurusan yang tidak sebentar dan perlunya komunikasi langsung orang tua dan sekolah.
Walaupun tidak ada Perbup-nya namun hal tersebut bisa dilakukan dengan pembinaan dan penerapan protokol. “Namun jika kedatangan murid ke sekolah untuk pelaksanaan KBM tentu tidak dibenarkan,” ungkapnya.(*/T Abd)
JAKARTA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi DKI Jakarta menyampaikan perkembangan terkini per Rabu (22/7).
Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat penambahan kasus positif Covid untuk hari ini berjumlah 382 orang.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dwi Oktavia Tatri Lestari memaparkan, penambahan jumlah kasus positif sebanyak 382 kasus tersebut. Ia menjelaskan, secara kumulatif, pemeriksaan PCR sampai dengan 21 Juli 2020 sebanyak 474.851 sampel.
“Pada 21 Juli 2020, dilakukan tes PCR pada 5.235 orang, 4.879 di antaranya dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada kasus baru, dengan hasil 382 positif dan 4.479 negatif,” ujarnya, Rabu (22/7).
Jumlah kumulatif kasus konfirmasi di wilayah DKI Jakarta pada hari ini sebanyak 17.535 kasus. Dari jumlah tersebut, 11.187 orang dinyatakan telah sembuh, sedangkan 766 orang meninggal dunia. Sampai dengan hari ini kami laporkan, 1.205 pasien masih menjalani perawatan di rumah sakit dan 4.377 orang melakukan isolasi mandiri (termasuk data Wisma Atlet).
“Untuk suspek yang masih menjalani isolasi mandiri sebanyak 877 orang, sedangkan suspek yang masih menjalani isolasi di RS sebanyak 1.379 orang. Untuk kontak erat dari kasus confirm atau probable yang saat ini masih menjalani isolasi mandiri sebanyak 7.159 orang,” paparnya.
Selain itu, untuk rapid test, totalnya sebanyak 280.292 orang telah menjalani rapid test, dengan persentase reaktif Covid-19 sebesar 3,5 persen, dengan rincian 9.794 orang dinyatakan reaktif Covid-19 dan 270.498 orang dinyatakan non-reaktif.
Untuk kasus positif ditindaklanjuti dengan pemeriksaan swab secara PCR dan apabila hasilnya positif dilakukan rujukan ke Wisma Atlet atau RS atau dilakukan isolasi secara mandiri di rumah.
Mengingat 55 persen dari pasien positif yang ditemukan adalah orang tanpa gejala, maka masyarakat diimbau untuk tetap jaga protokol kesehatan.(*/Tya)
JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menilai pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau pembelajaran secara daring yang dilakukan selama pandemi banyak memengaruhi kesehatan jiwa anak. Yang banyak terpengaruh kejiwaannya terutama remaja.
“Potret itu menggambarkan betapa tinggi persoalan kesehatan jiwa pada anak remaja pada periode Covid-19 kalau tidak diantisipasi dengan cepat,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kemenkes Fidiansjah dalam konferensi pers bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 di Graha BNPB, Jakarta, Senin (20/7).
Ia mengatakan besarnya persoalan terkait kesehatan jiwa selama Covid-19 tersebut dapat dilihat dari hasil studi penilaian cepat dampak Covid-19 dan pengaruhnya terhadap anak Indonesia yang dilakukan oleh lembaga masyarakat Wahana Visi Indonesia pada Mei 2020.
Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa proses belajar mengajar yang dilakukan selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menyebabkan hanya sekitar 68 persen anak yang mempunyai akses terhadap jaringan. “Berarti 32 persennya tidak mendapatkan sarana tersebut,” katanya.
Dampak dari keterbatasan anak terhadap jaringan tersebut menyebabkan mereka harus belajar secara mandiri tanpa pendampingan guru. “Dan itu menimbulkan satu dampak, dengan 37 persen anak tidak bisa mengetahui waktu belajar karena tadinya rutin belajar lalu dia harus belajar mandiri,” katanya.
Kemudian, 30 persen di antaranya juga mengalami kesulitan untuk memahami pelajaran secara mandiri karena tidak ada pendampingan dari guru. Sementara itu, 21 persen anak bahkan dinilai tidak dapat memahami instruksi guru berdasarkan proses belajar daring.
Selain itu, dampak psikososial dari pembelajaran yang dilakukan selama pandemi juga, menurut dia, cukup mengkhawatirkan. “Ada 47 persen anak itu bosan tinggal di rumah. Kemudian 35 persen anak khawatir akan ketinggalan pelajaran karena tidak seperti biasa, dia tidak mengikuti pelajarannya,” katanya.
Berikutnya, 34 persen anak merasa takut karena Covid-19 walaupun sudah berada di dalam rumah, dan 20 persen anak merasa rindu untuk bertemu teman-temannya.
Sementara itu, 10 persen anak lainnya merasa khawatir tentang penghasilan orang tua mereka yang menurun akibat pandemi Covid-19. “Jadi (mereka) ikut berpikir,” katanya.
Data lain yang ia sampaikan juga menyebutkan bahwa 11 persen anak mengalami kekerasan fisik karena proses belajar yang tidak lazim. Sedangkan 62 persen anak juga tercatat mengalami kekerasan verbal.(*/Ind)
JAKARTA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi DKI Jakarta mengatakan terjadi lonjakan kasus positif per hari di Selasa (21/7). Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengakui lonjakan kasus hari ini tidak terkait adanya data rapelan seperti yang sebelumnya terjadi pada Sabtu (11/7) lalu.
Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, memaparkan terdapat penambahan jumlah kasus positif sebanyak 441 kasus. Lonjakan jumlah kasus tersebut dikarenakan memang angka penularan yang naik dan masifnya pengetesan dengan Active Case Finding yang dilakukan petugas kesehatan di lapangan.
Ia memaparkan, jumlah kasus baru tersebut terdistribusi berdasarkan domisili pasien di sejumlah wilayah DKI Jakarta. Yaitu Jakarta Pusat sebanyak 50 kasus, Jakarta Utara sebanyak 45 kasus, Jakarta Barat sebanyak 73 kasus, Jakarta Selatan sebanyak 49 kasus, Jakarta Timur sebanyak 46 kasus, dan yang masih dalam proses identifikasi domisili sebanyak 178 kasus.
Sumber pelaporan kasus baru tersebut, yaitu RS sebanyak 261 kasus (59 persen), puskesmas atau komunitas sebanyak 167 kasus (38 persen), Wisma Atlet sebanyak 11 kasus (2,5 persen), dan perkantoran sebanyak 2 kasus (0,5 persen). Jumlah 167 kasus yang dilaporkan Puskesmas tersebut adalah hasil Active Case Finding (ACF) dan penelusuran kasus atau tracing (137 dari ACF dan 32 dari tracing kasus).
“Data kasus yang dilaporkan hari ini semuanya dilaporkan oleh laboratorium sesuai tanggal pelaporan 20 dan 21 Juli. Artinya, tidak ada data rapelan pada kasus yang dilaporkan hari ini,” ujarnya, Selasa (21/7).
Ia mengungkapkan, peningkatan jumlah kasus positif di DKI Jakarta tidak lepas dari program Active Case Finding (ACF) yang diterapkan sejak pertengahan Mei 2020. Lalu, pada 4 Juni, Kepala Dinkes DKI Jakarta juga telah mengeluarkan surat edaran untuk Puskesmas melakukan Active Case Finding selain terus melakukan penelusuran kontak.
“Active Case Finding yang dilakukan oleh puskesmas di pasar, pemukiman rawan, atau tempat umum lainnya yang diperkirakan terdapat penularan kasus berdasarkan perhitungan epidemiologi,” ungkapnya.
Per hari ini jumlah kumulatif kasus konfirmasi di wilayah DKI Jakarta mencapai 17.153 kasus. Dari jumlah tersebut, 10.864 orang dinyatakan telah sembuh, sedangkan 758 orang meninggal dunia.
“Di antara kasus konfirmasi yang aktif saat ini, 1.078 pasien masih menjalani perawatan di rumah sakit dan 4.453 orang melakukan isolasi mandiri (termasuk data Wisma Atlet). Sedangkan, suspek hari ini sebanyak 1.883 pasien, terdiri atas 1.158 pasien menjalani perawatan di RS dan 725 pasien menjalani isolasi mandiri,” paparnya.
Saat ini tidak ada pasien berstatus probable. Untuk pelaku perjalanan yang masih menjalani isolasi mandiri sebanyak 38 orang. Sementara itu, untuk jumlah kontak erat kasus confirm atau probable yang saat ini masih menjalani isolasi mandiri sebanyak 5.934 orang.
Ia menjelaskan, secara kumulatif, pemeriksaan PCR sampai dengan 20 Juli 2020 sebanyak 466.569 sampel. Pada 20 Juli 2020, dilakukan tes PCR pada 6.053 orang, 5.230 di antaranya dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada kasus baru, dengan hasil 441 positif dan 4.789 negatif.
Selain itu, untuk rapid test, totalnya sebanyak 280.082 orang telah menjalani rapid test, dengan persentase reaktif Covid-19 sebesar 3,5 persen, dengan rincian 9.782 orang dinyatakan reaktif Covid-19 dan 270.280 orang dinyatakan non-reaktif. Untuk kasus positif ditindaklanjuti dengan pemeriksaan swab secara PCR dan apabila hasilnya positif dilakukan rujukan ke Wisma Atlet atau RS atau dilakukan isolasi secara mandiri di rumah.
Mengingat 55 persen dari pasien positif yang ditemukan adalah orang tanpa gejala, untuk itu, Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi DKI Jakarta mengimbau masyarakat tetap melakukan protokol 3M Lawan Covid. Yaitu memakai masker dengan benar, menjaga jarak aman 1-2 meter, dan mencuci tangan sesering mungkin.
Penerapan 3M sangat berdampak atas penurunan risiko tertular. Dengan rajin mencuci tangan pakai sabun, risiko tertular turun 35 persen. Dengan pakai masker biasa, risiko tertular turun 45 persen. Dengan pakai masker bedah, risiko tertular turun 70 persen. Dengan selalu menjaga jarak minimal 1 meter, risiko tertular turun 85 persen.
Selain itu, juga tetap menjaga protokol PSBB transisi dengan menjaga kapasitas ruangan 50 persen dan pastikan keluar rumah dalam kondisi sehat. Jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga tetap melakukan pengawasan ketaatan di berbagai tatanan, seperti mall, objek wisata, dan pasar.
“Covid-19 masih ada di sekitar kita, maka kita perlu terus waspada dengan saling mengingatkan kepada keluarga dan orang-orang di sekitar kita untuk tetap melakukan protokol 3M lawan Covid-19,” katanya.(*/Tya)
JAKARTA – Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim mengungkapkan, sejumlah kesemrawutan dalam penerapan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ). Terutama soal kemampuan guru dalam menggunakan perangkat teknologi.
“PJJ yang berjalan sekarang itu semrawut. Ada yang berjalan, ada yang tidak,” kata Ramli kepada Republika, Senin (20/7).
Dia menjelaskan, kesemrawutan itu tampil dalam berbagai bentuk. Pertama, ada proses PJJ yang hanya berjalan dengan pemberian tugas oleh guru via aplikasi perpesanan WhatsApp.
Kedua, ada PJJ yang sudah menggunakan aplikasi telekonferensi seperti Zoom, tapi jumlah siswanya terlalu banyak. Terkadang satu guru dalam satu pertemuan telekonferensi mengajar untuk lima kelas sekaligus. Satu kelas biasanya terdiri dari 36 siswa.
Proses PJJ semacam itu, lanjut Ramli, sangatlah tidak efektif. Sebab, guru tak bisa mengenali semua siswa yang jumlah seratus orang lebih itu. Pada gilirannya, tak akan terbangun interaksi timbal balik dalam proses belajar.
Menurut dia, selain terbatasnya akses para siswa terhadap perangkat teknologi, terdapat pula kendala pada guru itu sendiri. “Masalah utamanya sekarang, 60 persen guru belum bisa menggunakan teknologi untuk pembelajaran. Itu data Kemendikbud,” kata Ramli.
Oleh karena itu, Ramli berharap, agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) segera mengatasi persoalan ini. Setidaknya, lanjut dia, untuk setiap sekolah harus terdapat tiga atau empat orang guru yang bisa menggunakan teknologi.
Tiga atau empat guru itu bisa menjadi landasan awal untuk mensukseskan PJJ. Intinya, kata dia, para guru yang sudah paham teknologi bisa dimanfaatkan untuk melatih guru-guru lainnya yang belum melek teknologi.
Untuk mencapai target empat guru melek teknologi itu, Ramli meminta Kemendikbud segera menyelenggarakan berbagai pelatihan. “Butuh pendidikan tambahan. Kemendikbud belum bikin apa-apa kok untuk ini,” katanya.
Jika sudah dilakukan pelatihan, tapi jumlah guru melek teknologi masih belum tercapai, ia menyarankan agar ada pemerataan guru. “Jangan sampai satu sekolah itu numpuk semua guru bagus (melek teknologi) semua. Jangan sampai terjadi,” ucapnya.
Ramli menambahkan, jika semua upaya itu dilakukan, maka akan semakin banyak guru yang melek teknologi. Sehingga proses PJJ akan bisa berjalan efektif. “Jadi satu guru mengajar untuk 36 siswa atau satu rombel. Bukan satu guru 10 rombel,”tukasnya.(*/Ind)
TASIKMALAYA – Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat (Jabar) Uu Ruzhanul Ulum mengizinkan sekolah untuk menggunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk keperluan belajar secara daring. Artinya, dana BOS dapat digunakan untuk melengkapi sarana dan prasarana sekolah dalam memberikan materi pelajaran siswa secara daring.
“Kenapa tidak bos itu dibelikan untuk kuota siswa dan sarana penunjang lain untuk belajar secara daring,” kata dia, saat berkunjung ke Kota Tasikmalaya, Minggu(19/7/2020).
Ia menilai, dana BOS tetap bisa digunakan meski proses kegiatan belajar mengajar (KBM) secara tatap muka tak dilakukan. Menurut dia, dana BOS dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kegiatan belajar secara daring.
Hingga saat ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar belum memberikan izin kepada seluruh sekolah melaksanakan proses KBM secara tatap muka. Hanya sekolah-sekolah yang berada di zona hijau Covid-19 yang diizinkan, seperti di Sukabumi.
Tak adanya proses pembelajaran secara tatap muka membuat siswa harus mengakses materi pelajaran secara daring. Namun, tak semua siswa memiliki fasilitas yang memadai untuk mengakses materi pembelajaran secara daring.
Berdasarkan pantauan Republika.co.id di Desa Pasahawan, Kecamatan Banjaranyar, Kabupaten Ciamis, para siswa harus bersusah payah mencari lokasi yang tepat untuk dapat mengakses materi pembelajaran secara daring.
Sebab, jaringan internet di wilayah itu belum merata di seluruh lokasi. Bahkan, sejumlah siswa harus belajar di pos kamling secara berkelompok lantaran di rumah mereka tak ada jaringan internet.(*/Dang)
JAKARTA – Kasus positif virus corona atau Covid-19 di Indonesia menembus angka 84.882 pada hari ini, Sabtu 18 Juli 2020. Jumlah tersebut berhasil melampaui China sebagai negara yang pertama kali menjadi pusat wabah virus corona.
Mengutip data worldometers, jumlah kasus positif Covid-19 di China hanya 83.644 kasus. Terdapat selisih jumlah mencapai 1.238 kasus dengan Indonesia.
Namun, untuk data kasus meninggal dunia. Indonesia masih berada di bawah China, dengan total kumulatif angka kematian 4.016. Sementara China 4.634.
Begitu juga dengan pasien sembuh dari Covid-19, Indonesia masih berada di bawah China, dengan kumulatif kesembuhan 43.268. Sedangkan China, total angka kesembuhannya sangat tinggi mencapai 78.758.
Sementara pemerintah Indonesia melalui Juru Bicara Percepatan Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto, terus mengimbau setiap hari kepada masyarakat agar mematuhi protokol kesehatan.
Mulai dari memakai masker, rajin mencuci tangan dengan sabun di air mengalir, dan menjaga jarak interaksi dengan orang lain.
Mematuhi rotokol kesehatan menjadi kunci untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menekankan betapa pentingnya mematuhi protokol kesehatan, hingga mengizinkan pemerintah daerah untuk menetapkan sanksi bagi pelanggarnya.
“Tak ada ruang untuk melenggang tanpa masker. Hanya dengan kedisiplinan mematuhi protokol kesehatan, kita terhindar dari Covid-19,” tukasnya.(*/Ad)
GARUT – Pemerintah Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat mulai membenahi sejumlah sekolah agar memiliki standar adaptasi kebiasaan baru (AKB).
“Kalau sekolah tetap tidak berhenti, untuk tatap muka kemungkinan bulan Januari atau Desember, oleh karena itu kita mempersiapkan dari sekarang untuk sarana prasarana new normal dalam rangka belajar dengan protokol kesehatan,” kata Wakil Bupati Garut Helmi Budiman kepada wartawan di Garut, Jumat (17/7/2020).
Ia menuturkan, jajaran Dinas Pendidikan Garut sudah meninjau langsung sejumlah sekolah terkait kesiapan memenuhi protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran wabah COVID-19.
Salah satu sekolah yang dinilai siap menghadapi AKB, kata dia, yakni SD Negeri Sukasono 3, Desa Sukasono, Kecamatan Sukawening, yang sudah menyediakan sumber air, kemudian tempat cuci tangan.
“Di SD Sukasono 3 dilakukan pengeboran 60 meter keluar air, itu yang pertama adalah bagaimana sekolah mempunyai kecukupan air dalam ‘new normal’,” katanya.
Ia menambahkan kesiapan lainnya untuk menghadapi AKB yakni sekolah harus memiliki alat pengukur suhu tubuh untuk memeriksa setiap orang yang akan masuk lingkungan sekolah, kemudian wajib memakai masker, dan menjaga jarak.
Protokol kesehatan di sekolah itu, kata dia, harus sudah disiapkan mulai dari sekarang sebelum nanti dibuka kembali kegiatan belajar mengajar secara tatap muka.
“Kita harus mempersiapkan manakala nanti Pak Menteri Pendidikan atau Pak Gubernur menetapkan mulai sekolah tatap muka,” katanya.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut Totong menambahkan sejumlah sekolah di Garut masih ada yang belum menyediakan fasilitas sesuai protokol kesehatan, termasuk belum memiliki sumber air.
Dinas Pendidikan Garut, kata dia, terus mendorong sekolah untuk menjadikan lingkungannya sesuai protokol kesehatan yang memberikan rasa aman dan nyaman bagi siswa maupun guru saat beraktivitas di sekolah.
“Sekolah harus menciptakan lingkungan yang aman serta sehat dengan membangun PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) khususnya nanti saat kegiatan belajar kembali aktif,”jelasnya.(*/Dang)
JAKARTA – Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi DKI Jakarta menyampaikan perkembangan kasus terkini per Jumat (17/7). Dinas Kesehatan DKI mencatat angka penambahan kasus Covid-19 masih tinggi, yaitu mencapai 231 kasus.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan DKI, Fify Mulyani memaparkan, penambahan itu membat jumlah kumulatif kasus sebanyak 15.708 kasus. Dari jumlah tersebut, 9.994 orang dinyatakan telah sembuh, sedangkan 731 orang meninggal dunia.
“Sampai dengan hari ini kami laporkan, 826 pasien masih menjalani perawatan di rumah sakit dan 4.157 orang melakukan self isolation di rumah,” katanya.
Sedangkan, suspek berjumlah 51.507 orang. Dari jumlah itu, yang sudah selesai isolasi 47.828 orang, dan masih menjalani isolasi di rumah 504 orang. Sedangkan suspek yang masih menjalani isolasi di RS sebanyak 981 orang, dan yang meninggal sebanyak 2.194 orang.
Hingga saat ini, total rapid test yang dilakukan sebanyak 274.495 orang. Persentase reaktif Covid-19 sebesar 3,5 persen, dengan rincian 9.586 orang dinyatakan reaktif Covid-19 dan 264.909 orang dinyatakan non-reaktif.
“Untuk kasus reaktif akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan swab secara PCR dan apabila hasilnya positif dilakukan rujukan ke Wisma Atlet atau RS atau dilakukan isolasi secara mandiri di rumah,” terangnya.
Diakui dia, sejak 4 Juni, Kepala Dinkes DKI Jakarta mengeluarkan surat edaran untuk Puskesmas melakukan active case finding selain terus melakukan contact tracing. Hal itu dilakukan mengingat 55 persen dari pasien positif yang ditemukan adalah orang tanpa gejala.
Jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga tetap melakukan pengawasan ketaatan di berbagai tatanan, seperti mall, objek wisata, dan pasar. “Covid-19 masih ada di sekitar kita, maka kita perlu terus waspada dengan saling mengingatkan kepada keluarga dan orang-orang di sekitar kita untuk tetap melakukan protokol 3M lawan Covid-19,”tukasnya.(*/Tya)
JAKARTA – Kegiatan sekolah secara serentak mulai aktif kembali hari ini. Namun di tahun ajaran baru 2020/2021 ini, mayoritas daerah masih menerapkan kegiatan belajar mengajar jarak jauh atau belajar dari rumah (BdR).
Pembelajaran itu bisa dilakukan melalui daring (online) maupun luring (offline).
Pengamatpendidikan, Doni Koesoema menilai, untuk daerah yang belum memiliki akses memadai, solusi pembelajaran bisa ditentukan sesuai kondisi masing-masing sekolah dan konteks geografis para murid. Kalau memungkinkan, maka lebih baik hindari kontak fisik, tatap muka. Kalau memang harus tatap muka, sebaiknya protokol kesehatan dimaksimalkan.
“Misalnya, guru harus kunjungan ke rumah memberikan tugas selama seminggu, guru bisa mengajar beberapa murid yang berdekatan rumahnya, lalu menyerahkan tugas, dan seminggu lagi diambil. Bergantian dengan kunjungan ke rumah yang lain. Saat kunjungan, jaga jarak, pakai masker,” ujar Doni , (13/7/2020).
Bila sama sekali tak ada sarana daring, lanjut Doni, maka kunjungan lebih baik dan dikelompokkan per tempat tinggal siswa yang berdekatan. Guru bisa menyiapkan modul belajar, latihan, dan tugas untuk dikerjakan selama seminggu. Namun, komunikasi dengan orang tua harus ditingkatkan dalam pendampingan pendidikan anak.
“Hal itu juga berlaku dalam penerapan masa orientasi sekolah. Kalau ada akses internet, tetap melanjutkan dengan daring. Tapi kalau di daerah yang tidak ada akses, memang harus kunjungan ke rumah siswa,” katanya.
Sebagai informasi, masih ada belasan ribu sekolah tak teraliri listrik dan tak punya akses internet. Untuk madrasah misalnya, berdasarkan data Kementerian Agama (Kemenag), total jumlah madrasah yang tak memiliki akses internet mencapai 13.793 dari 83.412 madrasah.
Jumlah madrasah tanpa internet itu paling banyak di Pulau Jawa, yakni 3.193 Jawa Timur, 2.684 Jawa Barat, 1.039 Jawa Tengah, 637 di Banten, 272 di DKI Jakarta, 83 di DI Yogyakarta, serta sisanya di luar Jawa. Kemenag juga mencatat madrasah dengan akses internet yang buruk sebanyak 622 madrasah.(*/Fet)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro