TEMANGGUNG – Sekitar 80 persen dari 435 SD negeri maupun swasta di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, hingga saat ini telah melakukan simulasi pembelajaran tatap muka. Simulasi pembelajaran tatap muka ini dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19 secara ketat
Sekretaris Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Temanggung, Ujiono, mengatakan, untuk tingkat SMP, dari sebanyak 77 SMP negeri dan swasta di Kabupaten Temanggung, hampir semuanya telah melakukan simulasi pembelajaran tatap muka.
Pihaknya mengharapkan dalam dua pekan ke depan semua sekolah sudah melaksanakan simulasi pembelajaran di sekolah.
“Nanti jadwalnya bisa dipadatkan, sehari bukan hanya satu atau dua sekolah yang melaksanakan simulasi, tetapi bisa 7-8 sekolah melakukan simulasi,” katanya.
Berdasarkan evaluasi setelah berjalannya simulasi, kata dia, hampir semua sekolah memang menghendaki untuk pembelajaran tatap muka. Namun, tidak serta merta berani melaksanakannya.
Sebab, suatu wilayah boleh melakukan pembelajaran tatap muka kalau zona daerah tersebut kuning atau hijau. “Sedangkan Temanggung masih zona oranye sehingga belum bisa melakukan pembelajaran tatap muka, maka diselenggarakan dulu simulasi,” katanya.
Ia menyampaikan pelaksanaan simulasi tidak perlu izin, namun kesepakatan dari para wali murid, komite, dan pihak sekolah serta pihak desa/kelurahan. “Kalau simulasi tidak perlu izin, tetapi kalau pembelajaran tatap muka yang sebenarnya harus ada izin dari Satgas Penanganan Covid-19,” tuntasnya.(*/ D Tom)
JAKARTA – Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat kembali memperbarui data pasien terkait virus corona (Covid-19). Data terbaru pada hari ini, Minggu (1/11/2020) pagi, terdapat 1.133 pasien yang menjalani perawatan inap di Tower 6 dan 7.
Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) I, Kolonel Marinir Aris Mudian menuturkan, para pasien terdiri atas 531 pasien laki-laki dan 602 perempuan. Jumlah pasien diketahui berkurang 96 orang dibandingkan hari sebelumnya.
“Perkembangan jumlah pasien rawat inap RSD Wisma Atlet pada Jumat 25 September 2020 sampai pukul 08.00, berjumlah 1.133 orang, semula 1.229 orang, berkurang 96 orang,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (1/11/2020).
Seluruh pasien di Tower 6 dan 7 RSD Wisma Atlet merupakan pasien terkonfirmasi positif Covid-19 dengan gejala ringan hingga sedang. Tower 6 memiliki kapasitas sebanyak 1.300 tempat tidur, sedangkan Tower 7 memiliki kapasitas 1.578 tempat tidur.
Sekadar informasi, sejak Tower 6 dan Tower 7 pertama kali dioperasikan pada 23 Maret 2020 sampai hari ini, pasien terkait Covid-19 yang terdaftar telah mencapai 23.302 orang. Dari total tersebut, 21.729 pasien sudah dinyatakan sembuh.
Di samping itu, terdapat 432 orang dirujuk ke rumah sakit lain untuk mendapatkan penanganan secara intensif. Sementara delapan pasien dinyatakan meninggal dunia.(*/Ta)
JAKARTA – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyoroti kebijakan relaksasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. FSGI mendapati relaksasi BOS masih berujung masalah di sebagian wilayah.
Sekjen FSGI Heru Purnomo menyebut relaksasi BOS mendapat nilai 60 atau tidak tuntas dalam paparan evaluasi setahun kinerja Mendikbud. Kebijakan itu memang membantu pengadaan kuota belajar siswa dan guru, menambah persentase untuk pembayaran guru honor serta pengadaan fasilitas protokol kesehatan Covid-19.
“Namun kekurangannya ada kebijakan daerah yang membuat relaksasi terkait honor guru tidak dapat digunakan. Guru honor sudah dibayar lewat APBD, tapi relaksasi BOS itu dari APBN maka ada yang tidak boleh dibayar pakai APBD. Dobel enggak bisa,” kata Heru dalam konferensi pers evaluasi setahun Mendikbud yang diadakan FSGI pada Minggu (25/10/2020).
Selain itu, sekolah kesulitan melakukan perubahan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). Perubahan RKAS harus terstruktur diajukan ke Dinas Pendidikan. Kalau disetujui baru dibolehkan untuk belanja. Kondisi ini membutuhkan waktu sehingga untuk mengubah RKAS justru ada kendala. “Untuk ubah RKAS harus ada permohonan. Kalau di Jakarta mudah semua serba daring, kalau di daerah sulit. Padahal pertanggungjawaban laporan RKAS harus segera dituntaskan,” ujar Heru.
Oleh karena hambatan tersebut, Heru mendapati program yang direncanakan Kepala Sekolah di berbagai wilayah tidak bisa berjalan karena masuk ke relaksasi BOS.
“Semula dalam RKAS sudah ada rencana belanja barang, jasa, modal tapi tiba-tiba tumpang tindih karena perubahan. Akibatnya Kepsek ada yang bingung, tidak bisa melaksanakan. Semula ide gagasan (Nadiem) bagus, pelaksanaannya penuh permasalahan,” keluh Heru.
Relaksasi dana BOS reguler berangkat dari tanggungjawab Kemendikbud untuk menjamin keselamatan peserta didik, tenaga pendidik serta keluarganya seiring dengan merebaknya kasus Covid-19 di Indonesia. Melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 19 Tahun 2020 tentang Perubahan Petunjuk Teknis BOS Reguler, Mendikbud mengizinkan kepala sekolah untuk menentukan kebutuhan yang menjadi prioritas sekolah dari dana BOS.(*/Ind)
CIANJUR – Pendidikan begitu penting namun juga banyak kendala untuk anak dan orang tua sebagian besar ekonomi dan lainnya .Sepanjang tahun ajaran 2020-2021, ribuan siswa di berbagai wilayah Cianjur mulai dari SD hingga SMP putus sekolah yang merupakan jumlah tertinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Mereka putus sekolah dengan berbagai alasan.
Sekretaris Disdik Cianjur Asep Saepurohman mengatakan angka putus sekolah tingkat SD dan SMP tahun ajaran kali ini mencapai 3.374 orang. Kondisi ini terjadi akibat berbagai alasan. Mulai dari putus di tengah jalan hingga tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
“Data Pokok Pendidikan (Dapodik) tahun ajaran 2020-2021 jumlah siswa putus sekolah terdiri dari SD dan SMP. Siswa yang putus sekolah di tingkat SD sebanyak 959 siswa, sedangkan untuk SMP sebanyak 2.415 siswa. Berbagai alasan membuat mereka putus sekolah atau tidak melanjutkan terutama alasan ekonomi orang tua,” katanya, Rabu.
Pihaknya juga mencatat jumlah siswa tingkat SMA yang putus sekolah di Cianjur sebanyak 1.689 siswa dan SMK sebanyak 2.688 siswa. Total siswa putus sekolah sebanyak 4.377 siswa dengan berbagai alasan yang didominasi faktor ekonomi. Tingginya angka putus sekolah tersebut, membuat Dinas Pendidikan putar otak untuk mencari solusi agar angka tersebut dapat ditekan.
“Kami masih mencari solusi terbaik untuk menekan angka tersebut dengan mendirikan kelas jauh agar siswa yang kesulitan untuk mencapai sekolah lanjutan yang dekat dari rumah. Dengan demikian tidak perlu biaya tambahan serta mendirikan kelompok belajar hingga pelosok Cianjur,” katanya.
Admin Dapodik Cianjur Uus Rukmana mengatakan pihaknya masih belum mengetahui alasan pasti para siswa putus sekolah. Ini karena sebagian besar data tidak mencantumkan alasan yang membuat siswa berhenti menuntut ilmu. Hingga saat ini, tutur dia, jumlah siswa SD, SMP, dan SMA aktif di Cianjur sebanyak 441.335 siswa.
“Untuk jumlah sekolah di Cianjur, tingkat SD sebanyak 1.246, SMP 364, SMA 94, dan jumlah SMK sebanyak 186 sekolah. Jumlah siswa yang keluar atau putus sekolah dilaporkan melalui web Dapodik. Jumlah tersebut merupakan tertinggi dibandingkan tahun sebelumnya,”ungkapnya.(*Yan)
PURWOKERTO – Setelah menggunakan metode daring sekitar 6 bulan, kegiatan pendidikan di Kabupaten Banyumas mulai dilonggarkan. Sejak Senin (20/10), tiga sekolah dari tingkat SD, SMP dan SMA, melakukan ujicoba PTM (Pembelajaran Tatap Muka).
Ketiga sekolah yang terpilih melaksanakan PTM, terdiri dari SD Negeri Panembangan Kecamatan Cilongok, SMP Negeri 6 Purwokerto dan SMA Negeri 3 Purwokerto.
”Sementa tiga sekolah ini dulu yang uji coba. Kita tunggu seminggu atau dua minggu. Kalau tidak ada masalah selama dua minggu, kita tambah lagi sekolah yang melaksanakan PTM,” kata Bupati Banyumas Achmad Husein, saat meninjau pelaksanaan PTM di SD Negeri Panembangan, Selasa (20/10/2020).
Dia menyebutkan, untuk melaksanakan kegiatan PTM, ada banyak syarat yang harus dipenuhi pihak sekolah. Selain persetujuan orang tua, pihak sekolah juga harus bisa menerapkan protokol kesehatan secara ketat di sekolahnya.
”Ini semua kita lakukan agar jangan sampai muncul klaster sekolah,” jelasnya.
Namun dia menyebutkan, persoalan menjaga kesehatan siswa didik, tidak hanya bisa dilakukan oleh pihak sekolah. Menurutnya, peran orang tua justru lebih penting dalam menjaga anaknya agar tidak sampai terjangkit Covid 19.
Yang pertama, kata Bupati, setiap orang tua siswa harus memastikan anaknya masuk sekolah dalam kondisi sehat. ”Jangan sampai anaknya bila sedang sakit tetap diizinkan masuk sekolah, karena bisa menularkan penyakit pada teman-temannya,” katanya.
Selain itu, saat akan berangkat dan pulang sekolah, orang tua siswa juga harus memastikan anaknya langsung pulang sekolah. ”Saat berangkat dan pulang sekolah, sebaiknya diantar dan dijemput keluarganya. Dengan demikian, siswa tidak main-main lebih dulu,” katanya.
Lebih dari itu, Bupati juga meminta agar pihak sekolah mendata siswa yang memiliki anggota keluarga yang masuk kalangan Komorbid. ”Misalnya, bila ada siswa yang orang tuanya memiliki penyakit penyerta. Pihak sekolah harus betul-betul memperhatikan siswa yang anggotanya keluarganya masuk kelompok Komorbid,” katanya.
Bupati menyatakan, dalam pelaksanaan ujicoba PTM ini, pihak Gugus Tugas Covid 19 akan memantau dan melakukan evaluasi terus menerus. Salah satunya, dengan melakukan tes swab secara acak terhadap siswa dan guru yang melaksanakan PTM.(*/D Tom)
TASIKMALAYA – Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya belum berani mengizinkan sekolah untuk menggelar kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka. Kasus Covid-19 yang masih terus bertambah menjadi alasan utama KBM tatap muka belum bisa dilakukan.
Wali Kota Tasikmalaya, Budi Budiman mengatakan, pihaknya masih akan melakukan evaluasi kebijakan untuk KBM tatap muka. Ia juga telah meminta Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya untuk terus memantau perkembangan kasus untuk bisa menggelar KBM tatap muka. Namun, ia tak mau mengambil risiko jika kasus Covid-19 masih terus meningkat.
“Sekarang (Covid-19) masih tinggi, masih naik. Kalau dua minggu tak ada kasus, baru bisa dipertimbangkan. Tapi kalau saya rasa, paling aman (KBM tatap muka baru dilakukan) awal tahun,” kata dia, Selasa (20/10).
Ia mengaku tak mau ambil risiko. Menurut dia, pertimbangan utama KBM tatap muka baru dapat dilakukan pada awal tahun adalah pada saat itu, kemungkinan vaksin Covid-19 sudah dapat ditemukan. Artinya, anak-anak sekolah dapat divaksin terlebih dahulu agar kebal virus corona.
Apalagi, lanjut dia, tak ada keharusan pemerintah harus terburu-buru untuk mengizinkan sekolah menggelar tatap muka. Sebab, menurut dia, hingga saat ini belum banyak daerah di Jabar yang mengizinkan sekolah menggelar KBM tatap muka.
Budi menambahkan, hingga saat ini tak ada masalah berarti untuk melakukan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ). Sebab, pemerintah sudah banyak memfasilitasi para guru dan siswa dalam melakukan PJJ. “Pulsa diberikan oleh pemerintah. Guru juga diberikan pelatihan untuk belajar daring. Jadi saya rasa sementara ini daring tak ada masalah,” kata dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya, Budiaman Sanusi mengatakan, pihaknya sebenarnya sudah akan mengizinkan sekolah menggelar KBM tatap muka secara terbatas sejak beberapa bulan lalu. Segala persiapan sudah dilakukan. Apalagi, lanjut dia, ketika itu status Kota Tasikmalaya sudah masuk ke dalam zona kuning.
“Kita sudah melakukan persiapan dan beberapa sekolah sudah mengajukan. Tinggal assessment ke lapangan oleh gugus tugas untuk menentukan kelayakan sekolah, dari segi fasilitas dan sebagainya,” kata dia.
Namun, lanjut dia, ketika itu Kota Tasikmalaya mengalami gelombang kedua (//second wave) kasus Covid-19. Alhasil, Kota Tasikmalaya kembali menjadi daerah zona oranye penyebaran Covid-19, sehingga KBM tatap muka tak jadi dilakukan.
Menurut dia, saat ini Kota Tasikmalaya sudah kembali menjadi zona kuning. Namun, lantaran kasus Covid-19 belum stabil, Wali Kota Tasikmalaya menyarankan agar KBM tatap muka tak dulu dilakukan untuk sementara waktu. “Ini //kan menjadi kebijakan daerah. Pusat pun tidak memaksa,”tandasnya.(*/Dang)
MALANG – Gubernur Jawa Timur (Jatim), Khofifah Indar Parawansa telah menyerahkan 1,1 juta kartu internet untuk pelajar SMA/SMK dan SLB se-Jatim. Penyerahan kartu internet pada tahap pertama ini bertujuan memudahkan pelajar melakukan pembelajaran daring.
Menurut Khofifah, pembagian kartu internet merupakan bagian dari menyelesaikan masalah-masalah dalam pembelajaran daring. Sebab, selama ini para pelajar sering terkendala sinyal untuk melaksanakan proses tersebut.
“(Semoga bantuan kartu internet) dapat menjadi penyemangat siswa dalam belajar,” kata Khofifah di Kota Malang, Senin (7/9/2020).
Khofifah akan berusaha bantuan internet kepada para pelajar bisa bersifat berkelanjutan. Dengan demikian, para siswa tidak lagi singgah di warung kopi untuk memperoleh kuota internet. Sebab, melakukan kegiatan di tempat-tempat tersebut berpotensi menimbulkan klaster baru di Jatim.
Di kesempatan serupa, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Jatim, Wahid Wahyudi berharap, program CSR yang diberikanTelkomsel bisa mengakomodasi keluhan masyarakat terkait biaya internet selama pembelajaran. Kapasitas kuota yang diberikanpun cukup besar, yakni 10 giga byte (GB) untuk masing-masing siswa dan guru. Bantuan pulsa internet untuk SMA/SMK dan SLB mempunyai masa aktif selama satu bulan.
Menurut Wahyu, bantuan kuota internet Telkomsel terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama, 1,1 juta kartu internet telah disalurkan kepada para siswa dan guru tingkat SMA/SMK serta SLB, baik negeri maupun swasta. Bantuan ini telah terdistribusi ke 3.700 SMA/SMK dan SLB per 7 September 2020.
Tahap kedua, Pemprov akan kembali membagikan 100 ribu kartu internet di dua pekan berikutnya. Bantuan internet ini akan diberikan kepada para guru dan tenaga kependidikan, baik ASN, GTT atau PTT. Untuk sementara, data GTK yang telah masuk sudah 96.122 orang.
Menurut Wahid, besaran kuota 10 GB bisa digunakan untuk berbagai aplikasi media belajar termasuk video conference. Jika masih membutuhkan kuota tambahan, siswa atau guru bisa menambah Rp 5 ribu untuk 11 GB.
Persoalan yang masih perlu dipecahkan, yakni daerah yang belum terjangkau internet dengan baik. Oleh sebab itu, Pemprov Jatim telah meminta bantuan kepada Telkomsel untuk membangun Base Transceiver Station (BTS) mini untuk daerah yang jaringannya kurang bagus. “Dan ini sudah dibicarakan oleh pihak telkom dengan manajemen,” katanya.
Di sisi lain, Disdik Jatim juga telah menyiapkan platform aplikasi pembelajaran yang dinamakan Ruang Belajar. Aplikasi tersebut bisa dimanfaatkan oleh guru untuk mengisi materi ajar dan soal ujian serta mengajar daring. Guru juga bisa melakukan video conference saat dalam pembelajaran di aplikasi tersebut.
Saat ini, aplikasi Ruang Belajar sedang diujicobakan di Kabupaten Ponorogo. Dengan adanya aplikasi tersebut, sekolah bisa mengelola dan memanfaatkan
Learning Management System (LSM). Kemudian kuota kuota internet yang terserap bisa diminimalisasi.(*/Gio)
JAKARTA – Seorang analis data yang juga merupakan inisiator pandemic talks, Firdza Radiany mengatakan, ada tiga faktor utama dari aktivitas-aktivitas yang menjadi penyebab terjadinya kasus Covid-19 dari klaster keluarga.
“Contoh-contoh aktivitas keluarga yang menyebabkan hal ini semakin masif, adalah nomor satu yang utama adalah hal ini orang tua membiarkan anak-anak bermain bersama dalam Kompleks.
Karena anak-anak ini dalam jurnal ilmiah terbukti berperan sebagai pembawa virus atau carier virus,” kata Firdza dalam diskusi di Media Center Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Graha BNPB, Jakarta, Senin (7/9/2020).
“Yang kedua, warga masih sering berkumpul ya. Aktivitasnya seperti tadi silaturahmi, rapat warga, arisan keluarga, acara beragama atau bahkan olahraga bersama pingpong, badminton,” ungkap Firdza.
Terakhir, kata Firdza adalah masyarakat masih melakukan liburan ke tempat wisata yang berada di zona merah. Sehingga, mereka tidak menyadari sedang menjadi carrier atau pembawa virus Covid-19 yang ditularkan ke dalam keluarga.
“Dan terakhir aktivitas yang berbahaya adalah kondisinya seperti ini warga-warga ini masih melakukan liburan atau piknik ke tempat-tempat berzona merah. Jadi dia balik ke dalam lingkungan sosialnya mereka tidak tahu bahwa mereka membawa virus,” ungkapnya.(*/Ta)
SUKABUMI – Puluhan sekolah tingkat SMA sederajat di Kota Sukabumi mulai menggelar uji coba pembelajaran tatap muka terbatas, Senin (7/9). Namun sekolah tersebut membatasi jumlah murid yang masuk dan menerapkan protokol kesehatan yang ketat dalam pencegahan penyebaran Covid-19.
Data dari Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Provinsi Jawa Barat menyebutkan, ada sebanyak 28 sekolah SMA dan SMK baik negeri maupun swast yang melakukan ujicoba pembelajaran tatap muka. “Mulai Senin ada sebanyak 28 sekolah yang mulai menerapkan ujicoba pembelajaran tatap muka,” ujar Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Provinsi Jawa Barat Wilayah V, Nonong Winarni kepada wartawan.
Di mana setiap sekolah hanya tiga hingga enam rombongan belajar setiap hari. Dalam setiap rombongan belajar (kelas) maksimal siswa yang masuk hanya 12 orang.
Pelaksanaan uji coba pembelajaran tatap muka terbatas ini lanjut Nonong, dilakukan selama empat jam setiap harinya. Rinciannya per hari 4 jam mulai pukul 07.30 WIB hingga pukul 11.30 WIB.
Selain itu siswa diharuskan diantar jemput oleh orang tua. Sebab hal ini jadi salah satu persyaratan dalam pembelajaran tatap muka, disamping sebelumnya ada izin dari orang tua.
Sekolah yang mulai tatap muka terbatas itu di antaranya SMA Negeri 1 Kota Sukabumi, SMA 2 Sukabumi, SMA 3 Kota Sukabumi, SMA 4 Kota Sukabumi, SMA 5 Kota Sukabumi, SMA Islam Al-Azhar, SMA Islam Nurul Karomah, SMA Islam Terpadu Insani, SMAS Advent Sukabumi. Selain itu SMA IT-Alizzah SMA Mardi Yuana Sukabumi, SMA Pesantren Terpadu Hayatan Thayyibah, SMK Negeri 1 Kota Sukabumi, SMK Negeri 2 Kota Sukabumi, SMK Negeri 3 Kota Sukabumi, SMK Negeri 4 Kota Sukabumi, SMK IT Amal Islam, SMK Kesehatan Tunas Madani, SMK Pasim Plus, SMK Pelita YNH, SMK Persada, SMK PGRI 1 Sukabumi.
Terakhir SMK Plus An-Naba, SMK Terpadu Ibaadurrahman, SMKS Komputer Adi Bangsa Sukabumi, SMKS Plus Bina Teknik YLPI Sukabumi, SMKS Priority, dan SMKS Teknologi Plus Padjadjaran Sukabumi.
Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi mengatakan, pemkot akan mengontol terhadap sekolah yang melakukan ujicoba pembelajaran tatap muka terbatas. Harapannya sekolah tersebut komitmen dalam menjaga protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah.
“Pengontrolan juga sebagai bahan selanjutnya untuk pembelajaran tatap muka SMP sederajat,” ujar Fahmi. Sebelum melakukan ujicoba pembelajaran sekolah tersebut telah lolos verifikasi tim gugus tugas penanganan Covid-19 Kota Sukabumi dan para gurunya menjalani tes swab.(*/Yan)
BOYOLALI – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Boyolali menunda kegiatan belajar mengajar secara tatap muka (KBM) untuk sekolah menengah pertama (SMP). Keputusan itu diambil karena peta penyebaran Covid-19 di Boyolali tinggi sehingga banyak zona merah atau risiko terjadi penularan.
“Kami melihat perkembangan peta sebaran Covid-19 di Boyolali yang tidak zona merah hanya Kecamatan Selo saja, sehingga Disdikbud tidak mengizinkan kegiatan pembelajaran tatap muka untuk jenjang SMP,” kata Kepala Disdikbud Boyolali Darmanto di Boyolali, Jumat.
Semula, Disdikbud Boyolali akan mengizinkan KBM tatap muka mulai Senin (7/9), hingga perkembangan kondisinya memungkinkan.
“Kami berharap masyarakat juga lebih disiplin menerapkan protokol kesehatan pada masa adaptasi kebiasaan baru ini, sehingga ikut mencegah penyebaran Covid-19 di Boyolali,” kata Darmanto.
Kegiatan belajar mengajar secar tatap muka untuk tingkat SMP di Boyolali rencananya dimulai pada Senin (7/9), sesuai keputusan bersama, yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, dan Menteri Kesehatan.
Dalam keputusan tersebut, menurut Darmanto, ada empat syarat mutlak yang harus penuhi ketika akan diadakan KBM tatap muka, yakni daftar pemeriksaan tentang fasilitas dan infrastruktur protokol kesehatan sekolah, persetujuan dari orang tua siswa, sekolah masuk zona kuning hingga hijau Covid-19 , dan izin dari pemda melalui Disdikbud setempat.
“Namun, perkembangannya hampir semua wilayah di Boyolali masuk zona merah, kecuali Selo, sehingga kegiatan tatap muka siswa SMP ditunda hingga membaik,” katanya.
Sebelumnya, Disdikbud Boyolali menyebutkan 54 SMP di wilayah itu siap melaksanakan KBM secara tatap muka, saat adaptasi kebiasaan baru pada Tahun Ajaran Baru 2020/2021, mulai Senin (7/9). Ia mengatakan, dari hasil verifikasi ke sekolah-sekolah di Boyolali, 97 sekolah yang terdiri atas 52 SMP negeri dan 45 SMP swasta, 54 sekolah di antaranya sangat siap melaksanakan pembelajaran tatap muka, 25 SMP siap, 12 SMP kurang siap, empat SMP tidak siap, dan dua kurang terverifikasi.
“Kami targetkan 54 SMP yang sangat siap pelaksanaan pembelajaran tatap muka, dapat dimulai pada Senin (7/9),”tukasnya.(*/D Tom)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro