JAKARTA – Wali Kota Jakarta Barat Uus Kuswanto meminta sekolah di wilayah tersebut menyediakan sarana dan prasarana ramah terhadap anak atau murid untuk menghindari kecelakaan di sekolah.
Pernyataan tersebut disampaikan terkait kecelakaan yang menyebabkan tewasnya seorang pelajar SMPN 132 di Cengkareng, Jakarta Barat, akibat terjatuh dari jendela yang jebol pada lantai empat gedung sekolah.
“Ya paling enggak, kemarin kan sudah disampaikan sebagai bahan pembelajaran buat jenjang pendidikan secara keseluruhannya,” ungkap Uus saat ditemui di Kantor Wali Kota Jakarta Barat (Jakbar) pada Selasa.
Uus meminta agar perbaikan sarana dan prasarana sekolah yang rusak tidak menunggu rehabilitasi total. “Masalah sarana-perasarana yang ramah terhadap anak-anak di sekolah,” katanya.
Dia meminta jendela di sekolah yang jebol menjadi perhatian serius agar segera diperbaiki tanpa menunggu rehabilitasi total. “Ya mungkin gedung sekolah kayak kemarin kan masih ada (jendela) yang bolong,” katanya.
Uus berharap agar kejadian di sekolah di Cengkareng tersebut tidak terulang kembali di waktu mendatang. “Kalau memang ada kekurangan sedikit, jangan menunggu rehab, itu kan rutin, kan ada jendela yang beberapa kacanya bolong, pecah sehingga ada pelajar yang menerobos,” kata Uus.
Pihak sekolah pasti memahami kondisi sekolahnya sehingga setiap masalah harus segera dituntaskan. “Kalau memang ada kekurangan, kerusakan, segera diperbaiki,” katanya.
Dia mengatakan, internal di sekolah masih bisa memperbaikinya. “Saya yakin sekolah-sekolah lebih tahu, lebih paham hal-hal kecil untuk dituntaskan,” kata Uus.
Selain itu, Uus juga meminta agar pengawasan murid terutama saat jam-jam tertentu ditingkatkan. “Itu kemarin Pak Kapolres menyarankan kepada Kasudin Pendidikan untuk benar-benar mengawasi anak-anak didik pada saat jam-jam istirahat, jam-jam lengah,” katanya.
Pengawasan tersebut terutama dari kepala sekolah dan guru-guru. “Terutama para guru, kepala sekolah agar berhati-hati mengawasi anak didik, terlebih anak-anak yang masih usia dari Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sampai Sekolah Dasar,” ungkap Uus.
Menurut Uus, anak-anak pada usia tersebut masih dalam masa pencarian jati diri sehingga pengawasan mesti lebih ditingkatkan.
“Itu kan anak-anak masih mencari jati diri sehingga pada saat istirahat maupun pulang sekolah benar-benar pengawasan di sekolah harus ekstra hati-hati,” katanya.
Ia mengimbau kepada seluruh tenaga dan lembaga pendidikan dasar hingga menengah untuk menjadikan peristiwa tewasnya seorang pelajar SMPN 132 di Cengkareng beberapa waktu lalu sebagai pembelajaran.
“Kecelakaan kemarin menjadi pembelajaran bagi seluruh dunia pendidikan bahwa pengawasan menjadi salah satu hal yang sangat penting untuk mengawasi aktivitas anak-anak,” katanya.
Pengawasan harus dilakukan saat proses belajar-mengajar maupun ketika istirahat di sekolah serta pada saat pulang ke rumah,” ungkapnya.(*/ind)
JAKARTA – Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta menemukan sekitar 75 ribu siswa usia 6 sampai dengan 21 tahun tidak layak menerima Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus Tahap I Tahun 2023. Temuan itu didapat berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) per Februari ditambah per November 2022.
“Setelah dilakukan uji kelayakan dan verifikasi, hasilnya adalah 75.497 siswa tidak layak, karena alamatnya ada yang blank (kosong) sebanyak 36 siswa, alamat tidak ditemukan sebanyak 22.024 siswa,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Purwosusilo saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (11/10/2023).
Total data penerima KJP Plus Tahap I Tahun 2023 sebanyak 662.194 anak usia 6 sampai dengan 21 tahun. Lalu, ditemukan juga adanya anggota keluarga PNS/TNI/Polri sebanyak 1.219 siswa, memiliki mobil sebanyak 21.462 siswa, memiliki Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di atas Rp 1 miliar sebanyak 1.244 siswa, anak keluarga mampu sebanyak 16.371 siswa, meninggal dunia sebanyak 406 siswa, dan pindah ke luar DKI Jakarta sebanyak 11.867 siswa.
“Tidak padan dengan data Kementerian Dalam Negeri sebanyak 862 siswa, dan tidak dilakukan musyawarah kelurahan (muskel) sebanyak 6 siswa,” ujar Purwosusilo.
Di luar DTKS per Februari dan November 2022 di atas, masih ada penerima KJP Plus lanjutan (eksisting) tahun 2022 yang belum terdaftar dalam DTKS, yakni sebanyak 108.018 siswa.
Data tersebut, jelas Purwosusilo, perlu dilakukan uji kelayakan dan verifikasi ulang untuk memastikan ketepatan sasaran penerima manfaat bansos KJP Plus.
Hasilnya, sebanyak 20.198 tidak layak, karena adanya alamat tidak ditemukan sebanyak 6.484 siswa, anggota keluarga PNS/TNI/Polri sebanyak 659 siswa, memiliki mobil sebanyak 1.721 siswa, memiliki NJOP di atas Rp1 miliar sebanyak 85 siswa, dan dinilai tidak miskin oleh masyarakat setempat sebanyak 2.174 siswa.
Kemudian ditemukan adanya sumber air minum menggunakan kemasan bermerek 22 siswa, meninggal dunia sebanyak 27 siswa, pindah (tidak diketahui alamatnya) 7.005 siswa, pindah ke luar DKI Jakarta 1.675 siswa, dan lain-lain 346 siswa.
Sedangkan, sumber data penerima KJMU Tahap I Tahun 2023 yakni DTKS per Februari 2022 ditambah per November 2022 dan per Januari 2023 yang sudah disahkan sebanyak 15.883 usia 18-30 tahun. Data tersebut juga dilakukan uji kelayakan dan verifikasi ulang.
Hasilnya, sebanyak 2.337 tidak layak, karena alamat tidak ditemukan sebanyak 450 siswa, anggota keluarga PNS/TNI/Polri sebanyak 59 siswa, kategori mampu 657 siswa, memiliki mobil 607 siswa, memiliki NJOP di atas Rp 1 miliar sebanyak 65 siswa, meninggal dunia sebanyak 3 siswa, pindah ke luar DKI Jakarta 386 siswa, NIK tidak ditemukan di Dinas Dukcapil 109 siswa, dan lain-lain 6 siswa.
Sementara itu, penerima KJMU lanjutan (eksisting) tahun 2022 yang belum terdaftar dalam DTKS sebanyak 1.032 siswa juga dilakukan uji kelayakan dan verifikasi ulang. Hasilnya, sebanyak 226 siswa tidak layak.
“Untuk menjamin ketepatan sasaran penerima manfaat KJP Plus dan KJMU, maka yang ditetapkan menjadi penerima KJP Plus dan KJMU Tahap I Tahun 2023 dengan Keputusan Gubernur adalah peserta didik/mahasiswa yang terdaftar dalam DTKS Layak,” jelas Purwosusilo.
Lebih lanjut, Purwosusilo menjelaskan warga DKI Jakarta dapat mengecek status DTKS Layak sebagai penerima KJP Plus atau KJMU, dapat melihatnya melalui laman https://kjp.jakarta.go.id/. pada menu “periksa status KJP” atau “periksa status KJMU”.
Warga DKI Jakarta bisa mengetahui melalui NIK miliknya untuk status diterima atau ditolak. Pada status ditolak juga tertulis dengan jelas alasan mengapa ditolak.
Melalui laman dan aplikasi tersebut, warga Jakarta juga bisa mengirimkan saran ataupun pengaduan terkait hal ini. Aduan dari warga pun akan segera ditindaklanjuti.(*/Ind)
CIBINONG – Suara nyayian dari murid yang tak sebanding dengan dunia pendidikan saat ini “Do Re Mi Fa Sol La Si Do,” suara 34 siswa Kelas 4B SDN Cidokom 2, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor terdengar dari dalam mushola.
Puluhan pelajar dari berbagai kampung di Desa Cidokom ini dengan semangat mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM) mata pelajaran Kesenian. Usai menyanyikan tangga nada, para siswa kemudian menyalin apa yang ditulis sang guru di papan tulis, ke buku tulisnya masing-masing.
Satu per satu para siswa mengeluarkan buku dan alat tulis dari tasnya. Kemudian mengatur posisinya masing-masing, lantaran mereka harus menulis tanpa alas meja. Sejak awal tahun ajaran 2023/2024, siswa kelas 4B terpaksa harus belajar di mushola. Jumlah murid sekelas yang paling sedikit di sekolah tersebut, membuat mereka mau tidak mau berbesar hati untuk menempati mushola menjadi ruang belajar.
Mushola seluas sekitar 4 x 6 meter itu disulap oleh para guru sejak dua tahun lalu, menjadi ruang kelas alakadarnya. Tiang pembatas mushola masih bertengger melintang di atas ruangan. Tanpa meja dan kursi, para siswa belajar lesehan di lantai tanpa alas.
Alhasil, para siswa yang malang itu harus mengatur posisi sedemikian rupa agar bisa menulis di lantai dengan nyaman. Mengganjal buku dengan kaki, setengah tengkurap, hingga memanfaatkan tembok yang catnya sudah mulai memudar.
Terlebih, atap dari mushola ini masih terbuat dari asbes, yang membuat hawa kelas terasa lebih panas di musim kemarau. Guru-guru yang baik hati pun menempatkan satu unit kipas angin di dalam ruang belajar dadakan tersebut.
Tak hanya meja dan kursi yang masih nihil, buku-buku paket yang akan digunakan para siswa untuk belajar hanya diletakkan di beberapa kardus. Sebab, mushola itu juga belum memiliki lemari untuk menyimpan dan menata buku.
Firkah (9 tahun), salah seorang di antaranya, memimpikan ruang kelas yang besar seperti dahulu lagi. Mushola yang sempit dan panas ini, membuatnya merasa tak nyaman belajar sambil berdesak-desakan.
Menulis di lantai pun membuat punggung kecilnya merasa pegal. Apakah ia harus menunduk, bersandar di tembok, atau sesekali melipat kakinya agar bisa menulis dengan mudah.
“Lebih suka belajar di meja. Kalau di bawah nggak enak, pegal. Nulisnya susah,” kata Firkah ketika ditemui di sela-sela kegiatan belajarnya, Senin (9/10/2023).Lain halnya dengan Andisa (9), ia justru senang belajar beralaskan lantai. Sebab, ia dan siswi lainnya bisa mengobrol berdekatan tanpa harus menghampiri meja satu sama lain.
Namun, ia tak memungkiri mushola yang sempit dan beratapkan asbes itu membuat suasana belajar menjadi kurang nyaman. Andisa pun mengharapkan ruang kelas seperti saat dulu masih di bangku kelas 3.
“Panas, enakan belajar di kelas yang besar,” tutur siswi berkerudung ini dikutip dari republika.
Wali Kelas 4B SDN Cidokom 2, Mohamad Andriyana, hanya bisa berpasrah kelas yang diajarnya kali ini harus menempati mushola itu. Pada tahun ajaran sebelumnya, mushola tersebut digunakan oleh kelas 5 yang jumlah muridnya juga sedikit.
Ironi ini harus berulang setiap tahunnya, karena SDN Cidokom 2 kekurangan kelas beserta mebelairnya. Di satu sekolah dengan jumlah siswa 494 orang ini, hanya ada delapan ruang kelas. Sedangkan jumlah kelas atau rombongan belajar ada 12 kelas.
Tak hanya kelas 4B yang harus memanfaatkan mushola, ada juga kelas 6 yang harus belajar di ruang laboratorium. Meski demikian, laboratorium itu tidak sesempit mushola yang suka rela digunakan oleh kelas 4B.
Meski dirinya tidak mengalami kesulitan yang berarti, Andri merasa sedih melihat siswa siswinya harus belajar dengan kondisi kurang nyaman. Duduk berdesakan di lantai, menulis tanpa alas, hingga kegerahan karena atap asbes.
Tak hanya saat KBM, kondisi ini juga harus dilalui ia dan murid kesayangannya saat masuk waktu ulangan. Hal itu pun memicu komplain dari para orangtua murid.
“Itu manusiawi ya. Saya yakin orangtua ingin yang terbaik buat anaknya. Termasuk kondisi belajar, fasilitas anak,” ucapnya.ak berjarak jauh dari mushola tersebut, terdapat bangunan dengan tiga kelas yang tampak belum selesai dibangun. Tiga ruang kelas itu sudah digunakan untuk KBM, namun di bagian atasnya sudah terbentuk dak beton.
Disebutkan Andri, bangunan itu seharusnya dibangun menjadi dua lantai. Sehingga jumlah kelas yang dibutuhkan SDN Cidokom 2 bisa mencukupi. Hanya saja, kelanjutan dari pembangunan itu tak kunjung datang.(*/Wa)
BOGOR – Polisi tengah berkoordinasi dengan pihak Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor terkait dugaan pelecehan dosen kepada mahasiswinya. Hal itu guna membuat terang laporan kasus tersebut.
“Saat ini pihak kepolisian sudah berkoordinasi dengan pihak UIKA untuk membuat terang laporan dugaan kasus pelecehan seksual yang terjadi,” kata Kasat Reskrim Polresta Bogor Kota Kompol Rizka Fadhila, Rabu (4/10/2023).
Sejauh ini, pihaknya belum menerima adanya laporan resmi terkait kasus tersebut. Termasuk polisi juga akan berkoordinasi dengan pihak kampus untuk mencari terduga korban pelecehan oleh dosen.
“Belum ada laporan masuk dan belum tahu juga siapa yang menjadi korban pelecehan ini. Hal ini yg sedang kami koordinasikan dengan universitas,” tutupnya.
Sebelumnya, beredar viral dugaan kasus pelecehan oleh oknum dosen terhadap mahasiswinya di Universitas Ibn Khaldun Bogor. Saat ini, pihak kampus sedang melakukan pendalaman lebih lanjut untuk mencari kebenaran dan lainnya terkait kabar tersebut.
Informasi tersebut diunggah oleh akun Tiktok @mahasiswiuika yang kini telah dihapus. Dalam postingannya, akun tersebut sempat menampilkan diduga wajah dari oknum dosen melalui video call.
Selain itu, seseorang yang mengaku mahasiswi Universitas Ibn Khaldun Bogor menceritakan dugaan kasus pelecehan yang telah dialaminya.
“Hari ini aku mulai memberanikan diri untuk speak up karena aku sudah tidak tahan lagi pendam ini semua. Entah apa yang ada di dalam pikiran dosenku yang terus menerus mengajak aku untuk video call,” tulis akun Tiktok @mahasiswiuika, Senin 2 Oktober 2023.
“Chatting WA dengan menyuruhku untuk mengirimkan photoku yang tidak berbusana. Terkadang mengirim pesan atau pesan suara dengan sebutan ‘yang/yg. Mengajak bertemu berdua di luar kampus. Entah itu di puncak, reddorz, Bekasi, Sukabumi. Yang jelas, mengajak untuk bertemu berdua di tempat sepi yang jauh dari mahasiswa,” lanjutnya.
Menanggapi kabar tersebut, pihak kampus telah menggelar rapat dengan dosen yang bersangkutan. Hasilnya, sang dosen tidak mengakui perbuatannya tetapi memilih untuk mengundurkan diri.(*/Ju)
JAKARTA – Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Purwosusilo menanggapi ihwal masalah ijazah siswa yang tertahan di sekolah swasta di Jakarta. Dia menyebut bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bertanggung jawab atas masalah itu dan segera menyelesaikannya.
“Pasti diselesaikan. Intinya Pemprov DKI tanggung jawab,” kata Purwosusilo kepada wartawan, Senin (2/10/2023).
Dia menjelaskan, permasalahan tertahannya ijazah siswa itu terjadi karena faktor ekonomi. Namun dia memgonfirmasi bahwa secara teknis tidak ada uang untuk menembus pengambilan ijazah. Permasalahan faktor ekonomi yang dimaksud adalah adanya berbagai tunggakan siswa yang belum dirampungkan.
“Namanya ijazah itu bukan bayar buat diambil. Tapi tunggakan anak kita seperti SPP dan sebagainya. Sekolah swasta kan bayar SPP tuh, ya karena orang tua terdampak Covid, berhenti (kerja) atau kena PHK akhirnya enggak bisa bayar (SPP atau biaya pendidikan lainnya),” jelas dia.
Purwosusilo mengatakan, pihaknya melakukan berbagai upaya dalam membantu merampungkan masalah tersebut. Pihaknya akan memanggil kepala sekolah untuk menanyakan dan mengonfirmasi masalah penahanan ijazah siswa serta langsung mencari jalan keluar. Jika biaya pendidikan menjadi kendala utama yang membuat para orang tua terbebani, pihaknya akan mencarikan bantuan anggarannya.
“Kita panggilin kepala sekolah, kenapa sih ini (masalah penahanan ijazah terjadi, bisa tidak ini (segera diselesaikan). Kemudian berikutnya (berkomunikasi) ke Baznas. Kalau belum selesai lagi, Pemprov anggarkan melalui proses dan ketentuah lah,” terangnya.
Saat dikonfirmasi lebih lanjut kejadian penahanan ijazah hanya terjadi di sekolah swasta atau juga terjadi di sekolah negeri, Purwosusilo menegaskan hal itu. “Iya sekolah swasta, kalau negeri enggak ada. Aman,” tutur dia.
Sebelumnya, Sekretaris Komisi E Bidang Kesra DPRD DKI Jakarta Johnny Simanjuntak mengungkapkan ihwal masih banyaknya ijazah anak sekolah yang ditahan pihak sekolah akibat tidak mampu membayar. Hal itu disampaikan dalam rapat paripurna pengesahan APBD-Perubahan 2023 pada Rabu (27/9). Johnny meminta Pemprov DKI Jakarta untuk bertanggungjawab terhadap masalah itu.
“Fenomena begitu banyaknya ijazah anak yang sudah lulus sekolah tapi masih ditahan, yang berakibat mereka tidak bisa bersaing di pasar kerja,” kata Johnny.
Politisi PDIP tersebut menyampaikan, Indonesia adalah negara kesejahteraan di mana negara harus bertanggung jawab terhadap warga negaranya ketika mereka mendapat masalah, terutama dalam hal sosial. Johnny pun meminta Heru memberikan respons tanggapnya supaya ijazah anak sekolah yang masih tertahan bisa segera diambil alih oleh Pemprov DKI Jakarta dengan pemberian subsidi.
“Oleh karena itu, kepada pak Pj agar bisa melakukan gerak cepat, out of the box agar ijazah ini secepatnya bisa diambil oleh Pemprov DKI Jakarta dengan konsekuensi. Pemrov harus memberikan subsidi kepada sekolah swasta itu,” katanya.(*/Ind)
BOGOR — Seiring dengan upaya pemberantasan pungutan liar (pungli) berkedok ekstrakulikuler di sekolah-sekolah, DPRD Kota Bogor menerima laporan ada 71 SD dan SMP negeri menghentikan kegiatan ekstrakulikuler. Meski menyetujui dengan upaya penegakan disiplin dan pemberantasan pungli yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, legislator memberi sorotan di beberapa hal.
Ketua Komisi IV DPRD Kota Bogor, Akhmad Saeful Bakhri, mengatakan penghentian ekstrakulikuler itu diakibatkan adanya Surat Perintah Wali Kota Bogor nomor 420/Sprint. 3524 – Umum tentang tindaklanjut penanganan kasus pungli di sekolah. Sehingga efek domino dan kegaduhan pun mulai bermunculan.
“Jangan sampai ruang untuk kreasi dan prestasi anak didik di bidang akademik, seni, olahraga, budaya dan keterampilan lainnya sebagai ekstra di dunia pendidikan yang ditopang oleh peran serta iuran orang tua menjadi hilang. Padahal anggaran pemerintah belum mampu membiayai sektor ini,” kata Saeful,Minggu (1/10/2023).
Menurutnya, pihak sekolah saat ini takut menggelar kegiatan ekstrakulikuler. Karena dalam kegiatan tersebut, dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang ada tidak mampu menopang pembiayaan kegiatan, sehingga perlu adanya kontribusi dari orang tua.
Lantaran tidak adanya batasan dan penjelasan resmi terkait apa itu pungli, sambung Saeful, maka pihak sekolah kini memilih tidak menggelar kegiatan apa pun. Padahal banyak ajang perlombaan yang akan digelar pada Oktober sampai November, yang seharusnya bisa diikuti oleh siswa-siswi di seluruh Kota Bogor.
“Tentunya ini berdampak kepada anak-anak yang memiliki bakat namun tidak dapat menyalurkannya. Padahal nantinya jika mereka memenangkan perlombaan itu, akan menjadi salah satu sertifikat yang bisa digunakan untuk mengambil jalur prestasi (Japres),” ujarnya.
Saeful menegaskan, kurikulum Merdeka Belajar yang saat ini dijalankan seharusnya bisa menjadi wadah bagi para siswa dan guru, dalam mengembangkan diri dan memberikan kebabasan dalam belajar. Namun, pada kenyataannya Pemkot Bogor dan Wali Kota Bogor menurutnya malah membelengu kebebasan di dunia pendidikan, dengan memberikan rasa takut kepada guru dan siswa dalam mengembangkan karier.
“Sekolah tidak boleh takut. Siswa harus merdeka belajar. Guru harus dimuliakan. Ini semua akan kami benahi dan kami serius untuk bisa memperbaiki kondisi pendidikan yang ada saat ini. Semua harus merdeka belajar,” tegasnya.
Terpisah, Sekretaris Komisi IV DPRD Kota Bogor Devie P. Sultani, menilai Pemkot Bogor telah abai dalam memastikan pendidikan berbasis kurikulum Merdeka Belajar. Karena saat ini siswa-siswi dan guru di Kota Bogor tengah terkungkung oleh stigma buruk bahwa sekolah ada sumber pungli dan korupsi.
“Lagi-lagi Pemkot Bogor menunjukkan ketidakberpihakkan mereka kepada sektor pendidikan. Mereka hanya menunjuk sekolah sebagai sumber dari segala persoalan, sedangkan tidak menyiapkan solusi agar siswa dan guru masih bisa merdeka belajar,” ujarnya.
Sedangkan di sisi lain, menurut Devie Pemkot Bogor tidak menyediakan anggaran yang cukup dalam menopang kegiatan merdeka belajar. Jika berkaca pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Bogor, dari 20 persen porsi anggaran yang diajukan oleh Pemkot Bogor, setengahnya sudah habis untuk pembiayaan gaji dan tunjangan.
Sedangkan, Devie mengatakan, program yang berkenaan dengan dunia pendidikan sangat minim anggarannya. “Jadi kami akan meminta kepada Pemerintah Kota Bogor untuk segera memperbaiki kondisi saat ini. Kalau memang peduli, tunjukkan dari pengalokasian anggaran,” ujarnya.
Diketahui, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, tengah mendalami indikasi pungli di sekolah-sekolah, yang berdalih biaya ekstrakulikuler. Meski tidak menyebut secara rinci di sekolah mana saja, ia mengaku sedang mempelajari kasus yang merugikan orang tua siswa ini.
“Harus jelas batasannya, mana ekstrakulikuler yang dibenarkan untuk dimintakan sumbangan, mana yang tidak boleh. Ini harus clear (jelas) aturannya,” kata Bima Arya kepada wartawan, Senin (25/9/2023).(*/Ju)
LAMPUNG – Universitas Bandar Lampung (UBL) menyerahkan penanganan perkara dugaan penganiayaan yang dilakukan sesama mahasiswanya kepada polisi.
“Kita serahkan ke penyidik Polresta Bandarlampung untuk proses hukum dugaan penganiayaan yang terjadi di kampus kami,” ujar Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan UBL Bambang Hartono saat dikonfirmasi awak media, Jumat (29/9/2023).
Bambang menuturkan, pihaknya mendukung penuh polisi dalam mengusut tuntas perkara penganiayaan tersebut, termasuk mendalami perihal pelaku penganiayaan.
“Apakah (pelaku) 4 orang atau lebih, kita serahkan penegakkan hukum ke polisi. Untuk melindungi korban sebagai bentuk tanggungjawab kampus,” ungkap Bambang.
Sementara itu, Bambang memastikan pihaknya kampus akan memberikan sanksi tegas dalam kasus tersebut.
Pasalnya, kata Bambang, perbuatan para pelaku sudah melanggar peraturan yakni melakukan tindak pidana di dalam lingkungan kampus.
“Saya pastikan, minimal sanksi skorsing. Apabila perkara ini naik hingga pengadilan dan terbukti dinyatakan bersalah, maka kampus memastikan akan memberhentikan mahasiswa itu karena telah melakukan kejahatan dalam kampus,” ujarnya.
Selanjutnya Bambang mengimbau seluruh mahasiswa untuk tidak melakukan kejahatan di lingkungan Kampus UBL.
“Hal ini jadi pembelajaran bagi mahasiswa lainnya supaya tidak melakukan kejahatan di Kampus UBL,” ucapnya.Sebelumnya, beredar video rekaman CCTV di beberapa grup WhatsApp seorang mahasiswa dianiaya sejumlah rekannya di lingkungan kampus.
Dalam video berdurasi 21 detik itu terlihat seorang mahasiswa dipiting oleh mahasiswa lainnya. Selain itu, sembari berjalan, mahasiswa itu dipukul serta ditendang tanpa adanya perlawanan.
Peristiwa tersebut diketahui terjadi di lingkungan Universitas Bandar Lampung pada Kamis (21/9/2023).(*/Ti)
JAKARTA – Ombudsman RI menyampaikan hasil pengawasan penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2023 kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI dan Kementerian Agama (Kemenag) RI pada Selasa (5/9/2023). Dalam paparannya, Ombudsman mengungkapkan sederet temuan mulai dari pemalsuan dokumen kependudukan hingga pungutan liar (pungli) dalam pelaksanaan PPDB 2023.
Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais mengatakan, pengawasan keberjalanan PPDB dilakukan di 158 sekolah dan 126 madrasah di 28 provinsi dana tau 58 kabupaten/kota di Indonesia.
Ditemukan beberapa masalah dalam pengawasan itu, yakni diantaranya praktik manipulasi bahkan pemalsuan dokumen kependudukan untuk pemenuhan jalur zonasi dan praktik titip siswa untuk masuk ke sekolah tertentu dari berbagai pihak.
Selain itu juga ada praktik pungutan liar pada proses pendaftaran ulang, praktik penambahan ruang kelas dan daya tampung rombongan belajar yang tidak sesuai dengan ketentuan. Juga temuan belum adanya mekanisme validasi dokumen persyaratan pendaftaran PPDB sehingga memberikan peluang terjadinya kecurangan terkait pemenuhan berkas pendaftaran PPDB.
“Selain itu, meski sudah jelas diatur tidak adanya permintaan uang dalam proses PPDB, namun praktik pungutan liar masih terjadi dengan modus uang seragam atau sumbangan pembangunan,” kata Indraza dalam acara bertajuk ‘Penyerahan Laporan Hasil Pengawasan Penyelenggaraan PPDB Tahun 2023’ di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan yang digelar juga secara daring, Selasa (5/9/2023).
Indraza menerangkan, permasalahan-permasalahan itu sebenarnya bukan hal baru, alias berulang, lantaran tidak maksimalnya pengawasan yang dilakukan. Selain itu, minimnya jumlah satuan pendidikan juga menjadi masalah tersendiri.
“Dari sisi pengawasan internal, Ombudsman menemukan belum optimalnya penganganan pelanggaran, ketiadaan pengaturan dan pembagian wewenang dalam pengawasan, baik di tingkat pusat maupun daerah menyebabkan pengawasan internal tidak berjalan optimal,” tutur dia.
Dengan berbagai permasalahan yang bermunculan, Indraza mendorong berbagai pihak atau stakeholder melakukan optimalisasi sistem seleksi PPDB. “Seleksi jalur PPDB masih dianggap relevan untuk diterapkan, karena memungkinkan adanya pemerataan hak akses pendidikan bagi setiap warga negara dan sebagai upaya meminimalisasi favoritisme sekolah,” kata dia.
Hadir dalam kesempatan itu, Ketua Ombudsman RI, Mohammad Najih, Wakil Menteri Agama, Saiful Rahmat Dasuki, Inspektur Jenderal Kemendikbudristek, Chatarina Muliana Girsang, dan Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek, Iwan Syahril.(*/Ind)
BOGOR – IPB University merancang penyelenggaraan kembali kegiatan perkuliahan daring dalam upaya membantu mengurangi polusi udara, yang belakangan meningkat di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Rektor IPB University Arif Satria mengatakan bahwa universitas sedang merancang pengaturan kegiatan perkuliahan agar mahasiswa dan dosen tidak selalu harus pergi ke kampus.
“Orang juga harus fokus pada cara kerja, karena itu saya di IPB mengembalikan WFH (kerja dari rumah), kuliah online, supaya mahasiswa tidak ke kampus lagi sebagian dan pegawai, dosen, tidak perlu lagi ke kampus sebagian, untuk mengurangi itu (polusi udara). Kita sedang merancang itu,” katanya di Bogor, Jawa Barat, Senin (4/9/2023).
Pengaturan kegiatan perkuliahan yang memungkinkan mahasiswa dan dosen tidak harus selalu pergi ke kampus, ia mengatakan, diharapkan dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan pencemaran udara dari emisi gas kendaraan.
Selain itu, Arif mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan penggunaan sarana transportasi massal guna mengurangi polusi udara. “Sudah saatnya kita mengendalikan itu dengan transportasi massal yang nyaman, supaya orang tidak semuanya pakai motor, pakai mobil,” katanya.
Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2023 telah diterbitkan untuk mengendalikan pencemaran udara di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Instruksi itu mencakup arahan kepada para kepala daerah di wilayah Jabodetabek untuk menerapkan sistem kerja hibrida, membatasi penggunaan kendaraan bermotor, meningkatkan pelayanan transportasi publik, meningkatkan uji emisi kendaraan bermotor, meningkatkan penggunaan masker, dan mengawasi pengelolaan limbah industri.(*/Ind)
BOGOR — Tak hanya membenahi sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sekolah negeri, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor juga melakukan pembenahan di sekolah-sekolah. Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, memastikan tidak ada praktik pungutan liar (liar) di sekolah agar anak dan orangtua tidak terbebani.
“Jangan ada praktik-praktik serta hal yang memberatkan dengan kita mendidik siswa dan orangtuanya dengan budaya pragmatisme. PPDB sistemnya terus kita benahi, termasuk juga kebiasaan sekolah,” kata Bima Arya ketika ditemui Republika usai meninjau kegiatan belajar mengajar di SMPN 8 Bogor, Senin (7/8/2023).
Bima Arya menegaskan, jangan sampai praktik pungli itu membebani siswa dan orangtua. Mulai dari pembayaran kunjungan, buku, seragam, hingga pembayaran lain yang tidak disepakati bersama komite.
“Bisa saja pungutan yang disepakati atau tanpa diketahui komite, kemudian diberikan uang sebagai honor padahal tidak ada di aturan. Intinya jangan memberatkan siswa, orangtua, jangan memberatkan guru, dan sekolah,” ujarnya.
Oleh karena itu, Bima Arya meminta masyarakat Kota Bogor untuk melapor apabila mendengar, melihat, dan merasakan praktik-praktik pungli yang meresahkan di sekolah. Melalui aplikasi SiBadra dan nomor aduan khusus pungli di 0852-1845-1813.
“Silakan yang mendengar, melihat, dan merasakan praktik praktik yang meresahkan di sekolah silakan lapor ke Sibadra atau ada nomor yang lain juga. Saya ingin membangun sistem yang tidak memberikan ruang kepada praktik pungli,” tegasnya.
Kepala SMPN 8 Bogor, Endang Mina, menyambut baik gagasan Bima Arya yang menegaskan tentang komitmen menghapuskan dugaan korupsi di sekolah. Baik lewat praktik pungli, maupun praktik lainnya.
Sebagai langkah ke depan, Endang yang baru saja dirotasi dari SMPN 3 Bogor, akan bersinergi dengan guru-guru dan staf di SMPN 8 Bogor untuk mewujudkan arahan Wali Kota Bogor. “Selaku kepala sekolah baru yang ditempatkan di tempat baru, saya harus menberikan penguatan kepada teman-teman untuk bisa bersama bersinergi. Minimal mendekati apa yang diinginkan Pak Wali, tidak ada lagi pungli,” kata Endang.
Kendati demikian, Endang mengakui dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang diterima sekolah tidak mencukupi untuk mengadakan sarana fasilitas di atas standar. Sebab, anggaran yang dimiliki sekolah dari dana BOS merupakan anggaran dengan fasilitas standar.
“Jujur saja memang anggaran yang ada di dana BOS tidak mencukupi untuk bisa sekolah mengadakan segala sarana fasilitas yang di atas standar. BOS itu kan hanya untuk standar saja, akan ada banyak sekali hal-hal yang tidak ter-cover di sana,” ucapnya.
Namun, Endang memastikan, apabila ada keperluan mendadak dan penting, dana yang diajukan untuk orangtua siswa bukan masuk ke kantong guru maupun kepala sekolah. Tapi dikembalikan fasilitas itu untuk kepentingan anak-anak belajar.
Selain itu, kata dia, dana yang diajukan ke orangtua siswa akan dikoordinasikan dengan komite sebagai jembatan kepada orangtua. Sehingga apabila ada orangtua siswa yang keberatan, bisa dicarikan jalan keluar.
“Artinya bahwa kalaupun itu ada (pungutan), itu tidak boleh liar. Sifatnya harus sepengetahuan sekolah dan dikondisikan oleh komite dengan cara yang memang tidak membebani orangtua. Ada kesepakatan lah,” paparnya.(*/Ind)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro