JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhajir Effendy ingin lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) bisa bersaing di kancah global. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah ialah dengan revitalisasi ribu SMK hingga 2025.
Baca Juga
Mendikbud Ungkap Alasan Jokowi Revitalisasi SMK SMK Peternakan Juara MTT Peringati Hari Kesaktian Pancasila Bareskrim: Ada 14 Grup Whatsapp Pelajar SMK
Dalam revitalisasi SMK, pemerintah mengajak industri untuk menyusun kurikulum agar lulusan SMK memenuhi persyaratan agar dapat diterima di dunia kerja.
“Pendekatan kurikulumnya yang menentukan perusahaan, dia (perusahaan) sebetulnya mau apa sih lulusan yang dia kehendaki, kurikulum dia tetapkan dengan pengawasan kita,” ujar Muhajir usai rapat koordinasi tentang vokasi di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (7/10).
Hal ini, kata Muhajir, sebagai bentuk terobosan yang dilakukan pemerintah. Saat ini, kata dia, pemerintah juga mendorong peningkatan kerja sama SMK dengan industri melalui magang.
“Sekarang diupayakan anak-anak belajarnya 60 persen hingga 70 persen dunia industri, tidak di kelas tapi praktik di lapangan, sehingga ketika dia tamat nanti bisa langsung masuk dunia kerja,” ucap Muhajir.
Selain itu, lanjut Muhajir, lulusan SMK juga tidak hanya mendapatkan ijazah, melainkan juga sertifikasi keahlian sesuai bidang. Menurut Muhajir, sertifikasi keahlian merupakan komponen penting sebagai bentuk pengakuan atas kemampuan lulusan SMK dan dapat bersaing di dunia internasional.
Sertifkasi yang diberikan terdiri atas sertifikasi nasional oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan sertifikasi internasional sesuai bidang keahlian, seperti sertifikasi Organisasi Maritim Internasional (IMO) bagi yang menempuh pendidikan di bidang kelautan hingga sertifkasi dari asosiasi hotel internasional bagi yang bekerja di bidang perhotelan.
“Dulu lulusan SMK kelautan kita kalau kerja di perusahaan asing jadi anak buah kapal terus karena dianggap tudak memiliki keahlian,” lanjut Muhajir.
Dengan adanya sertifikasi keahlian, kata Muhajir, para lulusan SMK bisa menempati posisi strategis pada setiap perusahaan sebagaimana tenaga kerja dari negara lain.
“Sekarang mereka sudah bisa kerja dan dapat pengakuan sama dengan negara lain,” kata Muhajir.
Muhajir menyampaikan proses sertifikasi keahlian sudah berjalan. Untuk bisa mendapatkan sertifikasi keahlian, para siswa, tenaga pengajar, hingga tenaga penguji juga akan diuji kompetensi.(*/Tuls)
SUKABUMI – Berawal dari keresahan banyaknya sampah plastik, para pelajar SMK Negeri 1 Kota Sukabumi merancang inovasi teknologi pengolahan air mentah menjadi air minum tanpa dimasak. Teknologi ini juga menghemat biaya pelajar dalam membeli air minum karena air minum tersedia secara gratis di sekolah.
Mesin pengolah itu disebut Reverse Osmosis (RO). Mesin itu bisa menyaring bakteri dan zat berbahaya lainnya yang terkandung di dalam air karena sistem saringan membran yang digunakan memiliki kerapatan pori-pori 1/10 mikron sehingga layak minum.
Book Hunter, Cara Sukabumi Gaungkan Gerakan Literasi Sukabumi Catat 127 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan, Anak Ratusan Pelajar di Sukabumi Belajar Membatik
Pengembangan teknologi tepat guna ini dilakukan oleh sebanyak 18 orang siswa SMK 1 Kota Sukabumi yang didampingi guru pembimbing. Pemanfaatan sarana ini di sekolah tersebut mulai diluncurkan pada Rabu (2/10) lalu dan melayani seitar 2.000 pelajar.
“Mesin ini lebih berguna di masyarakat, misalnya di sekolah,” ujar Riki Maulana R (18 tahun), salah seorang pelajar SMK 1 Kota Sukabumi yang ikut merancang mesin tersebut, Kamis (3/10). Para pelajar sebelumnya ke kantin untuk membeli air minum kemasan.
Pelajar SMK Negeri 1 Kota Sukabumi merancang mesin pengolah air minum tanpa dimasak dan kini digunakan oleh 2 ribuan pelajar, Kamis (3/10).
Sementara di sisi lain Kota Sukabumi mengalami krisis atau darurat sampah. Salah satunya dari produksi sampah plastik. Di mana per harinya produksi sampah mencapai sebanyak 175 ton.
Keresahan ini menjadikan pelajar berinovasi membuat mesin pengolah air minum. Selain semangat mengurangi sampah, penggunaan mesin ini juga menghemat biaya pelajar dalam membeli air minum.
Riki menuturkan, satu orang pelajar membutuhkan satu liter air minum per hari dan harus mengeluarkan biaya Rp 8 ribu. Namun kini dengan sarana ini tidak mengeluarkan uang sepeserpun karena disediakan secara gratis di sekolah.
“Apabila pemerintah sadar akan kebutuhan air, maka sarana ini akan sangat membantu daerah terutama yang sulit air untuk minum,” ujar Riki. Di mana warga tidak usah mencari air ke pegunungan melainkan mengolah air yang ada dengan menggunakan sistem R0.
Pelajar lainnya Insan Aziz (17) mengatakan, perakitan mesin ini hanya membutuhkan waktu singkat sekitar 30 menit. Sementara untuk memasang toren penampung air sekitar dua jam.
Biaya untuk merakit mesin ini pun cukup murah hanya Rp 3,5 juta. Sehingga teknologi ini dapat diterapkan di masyarakat.
Kepala SMKN 1 Kota Sukabumi, Saepurohman Udung mengatakan, siswa mengembangkan inovasi teknologi tepat guna yang didampingi guru yakni pemanfaatan air mentah menjadi air siap minum tanpa harus dimasak terlebih dahulu. Sarana ini diluncurkan Rabu (2/10) dengan menyediakan dua toren berkapasitas 1.000 liter per toren.
Pelajar SMK Negeri 1 Kota Sukabumi merancang mesin pengolah air minum tanpa dimasak dan kini digunakan oleh 2 ribuan pelajar, Kamis (3/10).
Saat ini ujar Saepurohman, warga sekolah hanya membawa tumbler untuk mengisinya dari toren yang berkapasitas 1.000 liter. Sehingga air bersih di sekolah ini menjadi jawaban dari keresahan banyaknya sampah kemasan air minum.
Di mana ungkap Saepurohman, untuk melarang anak-anak membeli air kemasan bukan solusi. Makanya sekolah mendukung inovasi siswa dan menyediakan air minum gratis. “Pelajar membawa alat makan dan minum atau tumbler ke sekolah,” imbuh dia.
Selain itu mereka membawa alat shalat dan Alquran dan menghapal ayat Alquran satu ayat per harinya. Selain masalah sampah tertanggulangi karena membawa alat dari rumah lanjut Saepurohman, hal ini juga membantu para pelajar. Di mana mereka bisa menghemat membeli air minum yang per harinya bisa Rp 6.000 hingga Rp 7.000.
Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah V Jawa Barat Nonong Winarni menyambut positif inovasi teknologi yang dikembangkan siswa SMK 1 Kota Sukabumi. “Teknologi ini sangat membantu dalam menekan penggunaan plastik di sekolah,” imbuh dia.(*/Yan)
JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memerintahkan Dinas Pendidikan membina siswa yang ikut aksi demo. Pencabutan Kartu Jakarta Pintar (KJP), justru membuat siswa putus sekolah. Ia menolak rencana unit kerja di bidang pendidikan itu.
Menurut Anies, siswa menerima KJP karena kondisi sosial ekonomi keluarganya itu lemah. Itu makanya pelajar tersebut memperoleh bantuan.
“Supaya mereka bisa sekolah, pemerintah bertanggung jawab untuk memastikan setiap anak usia sekolah mendapatkan pendidikan hingga tuntas. Nggak boleh KJP dicabut,” tegas Anies (2/10).
Menurut Anies, jika ada anak bermasalah justru harus dididik lebih banyak, bukan malah diberhentikan dari pendidikan. “Konsepnya salah kalau anak bermasalah lalu dikeluarkan. Lah terus siapa yg didik nanti kalau justru malah dikeluarkan dari pendidikan?” ujarnya.
Sebab itu, kalau ada anak yang dianggap bermasalah tidak boleh dikeluarkan dari sekolah. “Kalau dia di-DO (drop out) dari sekolah, siapa yang mendidik. Dipindah sekolah boleh tapi bukan diberhentikan haknya atas pendidikan,” tutupnya.
Sebelumnya, sebanyak 649 orang diamankan aparat kepolisian pascaaksi unjuk rasa menolak RKUHP, Revisi UU KPK yang sudah disahkan dan sejumlah undang-undang lainnya. Hal tersebut, lantaran demo berujung ricuh di Gedung DPR/ MPR, Senin 30 September 2019. Adapun aksi unjuk rasa ini dilakukan oleh mahasiswa dan pelajar.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Ratiyono, pun bersikap. Ia mengatakan KJP terancam dicabut bagi pelajar yang terbukti melakukan tindak kriminal dalam demonstrasi.
“Tapi jalau sifatnya ikut-ikutan dan mendapat peringatan dan pembinaan orangtua ya KJP-nya tetap jalan,” ujarnya di Balai Kota (1/100/2019).
Ia mengimbau pelajar langsung pulang ke rumah usai sekolah. Kalaupun akhirnya ikut berunjuk rasa, tidak melakukanya dengan anarkistis. Ia tak ingin pelajar menjadi korban provokasi. (*/Joh)
JAKARTA – Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, hari ini, Senin (30/9/2019) para Babinkamtimbas turun ke sekolah-sekolah memberikan arahan pada anak SMA/SMK/MAN/SMP yang dikemas sebagai inspektur upacara sekolah.
“Hari ini Bhabinkamtibmas datang ke sekolah-sekolah jadi Inspektur upacara. Setelah itu minta waktu kepada kepala sekolah untuk memberikan arahan ke kelas-kelas. Materi yang diarahkan adalah memberikan himbauan kepada pihak sekolah di Jakarta, agar tidak mudah percaya pada berita Hoax, tidak mudah diprovokasi untuk diajak berdemo ke Gedung DPR,” katanya di Jakarta.
Ia menjelaskan, lewat kegiatan ini, bersama Kepala Sekolah, guru serta siswa sepakat menolak ajakan demo anarkis dan pengerahan massa yang memanfaatkan anak sekolah.
“Disepakati juga, kewajiban anak sekolah adalah belajar dan belajar karena pelajar adalah penerus bangsa,” ujarnya.
“Pihak sekolah dan siswa pun menyatakan siap membantu Polri agar tidak ada pengerahan massa pelajar dan jaga kamtibmas,” sambungnya.(*/El)
CIANJUR – Polres Cianjur, Jawa Barat, mengamankan ratusan pelajar dari beberapa SMK di Cianjur karena diduga akan berangkat ke Jakarta untuk bergabung dengan pelajar dari daerah lain guna mendukung aksi unjuk rasa mahasiswa.
Pelajar tersebut berasal dari dari SMKN 1 Cilaku, SMK AMS, SMK Ar-Rahmah, SMK PGRI 3 dan SMK Bela Nusantara. Mereka diamankan saat berkumpul di Jalan Perintis Kemerdekaan-Jebrod, Cianjur.
“Rencananya mereka akan melanjutkan perjalanan ke pusat Kota Cianjur untuk menyatakan kesepakatan sebelum melanjutkan perjalanan ke Jakarta,” kata Kapolres Cianjur AKBP Juang Andi Priyanto di Cianjur, seperti dikutip Antara,(26/9/2019).
Polisi mengamankan pelajar tersebut setelah mendapatkan informasi dari warga bahwa ada ratusan pelajar yang sedang berkumpul dan akan berangkat ke Jakarta.
Setelah didata, para pelajar akan dibina di Polres Cianjur sebelum diserahkan kembali ke pihak sekolah dan orang tuanya masing-masing.
“Pihak sekolah, orang tua dan instansi terkait akan kami panggil,” katanya.
Obay Koswara (19) siswa Kelas III SMK AMS,mengatakan setelah sepakat menyatakan damai dengan siswa SMK lain, mereka berencana berangkat ke Jakarta untuk mendukung mahasiswa yang menggelar unjuk rasa menolak penetapan RUU.
“Rencananya dari beberapa sekolah bersatu berangkat hari ini ke Jakarta, titik kumpul awal di bundaran Pasirhayam. Sekalian bermusyawarah untuk menyatakan berdamai setiap sekolah,” katanya.
Untuk berangkat ke Jakarta, mereka akan naik bus atau menumpang kendaraan bak terbuka sampai Bogor. Selanjutnya mereka melanjutkan perjalanan ke Jakarta dengan naik kereta api.
Namun para pelajar itu mengaku tidak mengetahui pasti apa isu yang akan diperjuangkan saat berada di Jakarta.
“Tujuan kami hanya ingin Indonesia damai, tidak ramai seperti sekarang,” katanya.
Handi (17) siswa dari SMK Bela Nusantara mengatakan bergabung dengan siswa dari SMK lain setelah mendapat kabar berkumpulnya siswa SMK di Cianjur untuk menyatakan berdamai dari temannya.
“Katanya mau menyampaikan aspirasi, soal apanya saya tidak tahu karena hanya diajak teman. Setahu saya deklarasi damai pelajar SMK seCianjur,” tandasnya. (*/Asp)
JAKARTA – Banyak cara untuk mengasah bakat dan kemampuan yang dimiliki anak, khususnya dalam bidang bahasa.
Sebagai orangtua, tentu punya cara tersendiri untuk mendukung buah hatinya dalam mengasah bakat dan kemampuan dalam berbahasa. Terutama dalam berbahasa asing.
Melihat banyaknya minat dari masyarakat dalam mengasah kemampuan belajar bahasa, EF English First (EF) turut mendukung dan berpartisipasi dalam program Duta Bahasa Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Program Duta Bahasa Nasional merupakan program pembinaan kebahasaan dan kesastraan bagi generasi muda yang bertujuan untuk meningkatkan peran generasi muda dalam memantapkan fungsi bahasa Indonesia, daerah, dan asing sesuai dengan ranah penggunaan masing-masing guna memperkuat jati diri dan daya saing bangsa.
Program ini diikuti oleh 62 peserta yang mewakili 34 provinsi di Indonesia dengan rentang usia antara 18 hingga 25 tahun. Partisipasi EF dilakukan dengan mengirimkan salah satu guru penutur asing (native teacher) sebagai juri dalam penilaian Pengetahuan Kebahasaan dan Keterampilan Berbahasa Asing pada Pemilihan Duta Bahasa Nasional 2019 di Jakarta.
“Kami sangat mengapresiasi dan menyambut baik undangan dari Badan Pengembangan Bahasa Kemendikbud untuk berpartisipasi dalam penjurian pemilihan Duta Bahasa Nasional 2019, karena bagi kami hal ini merupakan bentuk keterbukaan dan kesempatan dalam meningkatkan kemampuan bahasa Inggris para calon Duta Bahasa Nasional,” kata Juli Simatupang, Director of Corporate Affairs EF Indonesia, seperti yang dikutip dari siaran pers, Jakarta, Minggu, (08/09/2019).
Pada kesempatan yang sama, Ni Putu Ayu Widari, M.Pd, pengkaji Kebahasaan dan Kesastraan Badan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan, selain pengutamaan bahasa negara, penguasaan bahasa asing juga menjadi kompetensi yang sangat penting dimiliki oleh generasi muda Indonesia saat ini.
Hal itu dikarenakan era globalisasi saat ini menuntut generasi muda untuk menjadi warga dunia. Pentingnya kemampuan berbahasa asing juga dimaksudkan untuk keperluan diplomasi lunak kenegaraan dan penginternasionalan bahasa Indonesia itu sendiri.
“Oleh karenanya, para Duta Bahasa Nasional harus mampu merealisasikan Trigatra Bahasa yaitu mengutamakan pemakaian bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah, dan menguasai bahasa asing dalam bentuk kegiatan-kegiatan konkret di masyarakat,” paparnya.
Lebih lanjut ketika ditanyakan mengenai keterlibatan EF dalam penjurian Duta Bahasa Nasional 2019, Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kemendikbud menyatakan bahwa EF adalah lembaga pendidikan nonformal bahasa Inggris terpercaya dan memiliki reputasi yang sangat baik di Indonesia dengan begitu mereka yakin bahwa kerja sama tersebut akan menjadi nilai lebih dalam pelaksanaan Pemilihan Duta Bahasa Nasional 2019.
Pelibatan EF juga dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengevaluasi kemampuan berbahasa asing para Duta Bahasa Nasional agar nantinya mereka dapat menggunakan kemampuannya itu dengan baik sesuai dengan tuntutan tugas mereka untuk kegiatan diplomasi negara dan penginternasionalan bahasa Indonesia. (*/Tri)
JAKARTA – Pemerintah harus memiliki kemauan kuat agar seluruh anak Indonesia bisa mengenyam pendidikan. Sebab, saat ini angka partisipasi kasar (APK) siswa bersekolah semakin menurun. Ironisnya, di satu sisi angka putus sekolah semakin meningkat.
“Ini menandakan semakin banyak anak-anak yang tidak bersekolah dan tidak mampu meraih jenjang pendidikan lebih tinggi,” kata Enna dalam sebuah diskusi bertajuk “PR Pendidikan di Hari Anak”, di Jakarta Pusat, Sabtu (20/7/2019).
Pembicara lain dalam acara itu, Ketua Komisi Pendidikan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sudarnoto Abdul Hadi, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) , Retno Listyarti dan anggota DPR RI, Reni Marlinawati, serta Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga Kemendikbud, Sukiman.
Enna meminta pemerintah tidak berpuas diri dengan data-data APK. Pasalnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 tentang pendidikan menunjukan, angka partisipasi kasar masih jauh dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang berakhir di tahun 2019.
“Melihat data yang ada menunjukkan bahwa wajib belajar sembilan tahun hingga saat ini belum tuntas,” katanya.
Sementara, peserta didik harus mengejar ketertinggalan menjadi wajib belajar 12 tahun sebagaimana yang menjadi target Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 yaitu menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar untuk semua.
Atas hal itu, Enna meminta pemerintah lebih gigih dan gencar melakukan ‘sapu bersih’ terhadap anak-anak yang tidak bersekolah. “Kuncinya kemauan kuat dan keputusan politik dari pemerintah agar seluruh anak Indonesia bisa mengenyam pendidikan,” ujarnya.
Sedangkan Reni Marlinawati, merasa bersyukur dengan adanya kegiatan diskusi tentang pendidikan anak. Sebab selama ini kita lebih menyoroti soal politik dan hukum.
“Padahal masalah anak merupakan hal yang serius karena menyangkut masa depan mereka. Sekarang ini kita prihatin dengan anak-anak yang sudah kecanduan dengan gadget,” ucap Reni.
Sebab itu, lanjut Reni, sebagai orangtua kita harus mengawasi anak-anak mereka. Karena faktor lingkungan sangat menentukan pertumbuhan anak-anak. (*/Ni)
JAKARTA – Merespon kondisi beberapa daerah yang belum dapat melaksanakan secara optimal kegiatan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2019 sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melakukan penyesuaian terkait kuota (PPDB)yang telah diatur dalam Permendikbud tersebut.
Penyesuaian kuota dilakukan pada jalur prestasi. Merujuk pada Surat Edaran dimaksud, kuota jalur prestasi yang semula paling banyak lima persen dari daya tampung sekolah, naik menjadi paling banyak 15 persen.
“Merujuk arahan Bapak Presiden kepada Bapak Mendikbud untuk menambah jalur prestasi, dan melihat kondisi di lapangan, maka diputuskan menambahkan kuota untuk jalur prestasi pada penerimaan peserta didik baru tahun ini,” jelas Sekretaris Jenderal, Kemendikbud, Didik Suhardi.
Penyesuaian kuota tersebut dituangkan dalam Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru. Surat Edaran diterbitkan dengan adanya Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019 sebagai perubahan atas Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru.
Dengan adanya Surat Edaran ini, diharapkan Gubernur dan Bupati/Walikota dapat melakukan penyesuaian ketentuan PPDB sesuai dengan perubahan dalam surat edaran tersebut.
Selain jalur prestasi, penyesuaian juga dilakukan pada jalur zonasi yang semula paling sedikit 90 persen dari daya tampung sekolah, diperbaharui menjadi paling sedikit 80 persen. Sedangkan untuk jalur perpindahan orang tua tetap sama, yakni paling banyak 5 persen dari daya tampung sekolah.
“Kita keluarkan surat edaran untuk membantu daerah-daerah yang masih ada permasalahan tentang PPDB. Sedangkan bagi daerah yang tidak ada permasalah, bisa jalan terus,” terang Didik.
Terdapat tiga jalur dalam penerimaan peserta didik baru tahun ini, yakni zonasi, prestasi, dan perpindahan tugas orang tua/wali. Melalui jalur zonasi ini, sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili sesuai zona yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
Untuk jalur prestasi merupakan peserta didik berprestasi yang berdomisili di luar zonasi sekolah yang bersangkutan. Penentuan diterimanya peserta didik melalui jalur prestasi ini ditentukan melalui nilai Ujian Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) atau Ujian Nasional (UN), serta prestasi atau penghargaan di bidang akademik maupun nonakademik pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Sedangkan untuk jalur perpindahan tugas orang tua/wali merupakan calon peserta didik yang berdomisili di luar zonasi sekolah bersangkutan dan mengikuti perpindahan tugas orang tua yang dibuktikan dengan surat penugasan orang tua dari instansi, lembaga, kantor, atau perusahaan yang mempekerjakan.
“Pelaksanaan PPDB berbasis zonasi tahun ini merupakan tahun ketiga dalam pelaksanaannya. Dengan ini, saya berharap bisa membantu dalam percepatan pemerataan kualitas pendidikan,” ucap Sekjen Kemendikbud, Didik Suhardi.
Didik juga berharap kepada orang tua yang memiliki putra dan putri yang berprestasi dapat memasukan anak-anaknya di sekolah-sekolah dekat dengan tempat tinggal masing-masing.
“Dengan itu para siswa yang memiliki prestasi bagus tidak hanya di satu sekolah tertentu saja, tetapi dapat menyebar di sekolah lainnya,” pesan Didik. (*/Ind)
BEKASI – Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi, DR Inayatulah, mengingatkan kepada sekolah agar tidak menahan ijazah dengan alasan apa pun. Hal ini dianggap tidak bijaksana dan bisa mempengaruhi masa depan anak didik.
Demikian disampaikan Inayatullah saat sambutan Wisuda Akbar Sekolah Islam Terpadu Gema Nurani di Bekasi Utara, Sabtu (22/6). Sebanyak 278 siswa tingkat SD, SMP dan SMA Terpadu yang mengikuti acara wisuda ini.
“Semua permasalahan bisa dilakukan dengan musyawarah. Tindakan menahan ijazah adalah tindakan yang tidak bijaksana,” katanya.
Apalagi, hal ini katanya, dalam dunia pendidikan maka akan bisa mempengaruhi proses pembelajaran dalam upaya mencerdaskan bangsa.
Di bagian lain, Inay menyebutkan sukses tidaknya seseotang di masa mendatang itu terletak dalam diri kita masing-masing. Kesuksesasn itu diraih dengan usaha dan kerja keras, semangat serta kejujuran.
Dia juga berpesan kepada para wisudawan agar selalu hormat kepada guru dan orangtua. Pasalnya, kesuksesan itu tidak akan menjadi berkah jika tanpa doa restu orangtua dan guru.
Kadisdik yang belum berapa lama menjabat ini menyebutkan optimisme keberhasilan siswa jika dilakukan dengan penuh kesungguhan dan ridho orangtua. “Tetap semangat dalam belajar, karena masa depan kalian ada di tangan kalian,” katanya.
Beberapa program pemerintah yang menjadi utama adalan dunia pendidikan dan kesehatan. Dua sisi ini, pendidikan dan kesehatan, menjadi parameter keberhasilan suatu daerah.
Karenanya, Dinas Pendidikan selalu berusaha meningkakan mutu SDM para pendidik, peningkatan kesejahteraan. Pada akhirnya nanti harapan utama adalah bisa melahirkan generasi yang unggul. (*/Aln)
BOGOR – Bupati Bogor, Ade Yasin mendorong adanya evaluasi pada sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis zonasi. Pasalnya, jumlah sekolah di Bumi Tegar Beriman, tidak berbanding lurus dengan jumlah rombongan belajar pada setiap tahun ajaran baru.
Sebagai contoh, yang tercatat dalam Data Pokok Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kenudayaan, jumlah SDN di Kabupaten Bogor mencapai 1.543 sementara jumlah SMPN hanya 103.
“Kalau sekolah terdekat sudah penuh, peserta didik tidak bisa masuk karena terbentur sistem zonasi ini. Padahal mereka punya hak menikmati pendidikan di mana saja selama masih di NKRI,” ujar Ade Yasin di Gedung Tegar Beriman, (20/6/2019).
Bukan tidak setuju. Ade menilai sistem zonasi dalam PPDB tidak bisa diterapkan sama rata di setiap daerah karena terbatasanya ketersediaan infrastruktur sekolah di setiap daerah berbeda-beda pula.
“Tujuannya (zonasi) baik untuk pemerataan. Jadi tidak ada lagi sekolah favorit dan non-favorit. Tapi saat daya tampung sedikit, sementara peserta didik membludak, mereka jadi tidak bisa masuk sekolah negeri karena kuota penuh dan tidak bisa ke sekolah lain karena zonasinya tidak masuk. Ini harus dipikirkan lagi,” katanya.
Pun jika harus diterapkan serentak di seluruh Indonesia, kata Ade, setidaknya menyasar PPDB SDN lebih dahulu karena jumlah sekolahnya lebih banyak setidaknya dalam satu wilayah kecamatan.
“SMP dan SMA Negeri kita sediki. Sementara lulusan SD untuk SMP dan SMP ke SMA sangat banyak. Ini jadinya persolanan zonasi jadi ramai,” katanya.
Pemkab Bogor pun tidak bisa berbuat banyak mengatasi sengkarut PPDB 2019 terutama bagi peserta didik yang tidak tertampung dalam sekolah yang terdekat dari tempat tinggal mereka.
“Kami membantu supaya tertib saja dulu. Kalau yang membludak yang perlu dievaluasi. Kami tidak bisa mengubah sistem menyesuaikan dengan kondisi di lapangan. Harus dievakuasi karena kondisinya beda-beda di daerah,” katanya.
Belum lagi, jumlah SMAN di Kabupaten Bogor hanya 45 unit dan SMKN hanya 11 unit di 40 kecamatan di seantero Bumi Tegar Beriman. Bagi Ade, bagi peserta didik di wilayah Kecamatan Cibinong, tidak akan terlalu masalah karena terdapat jumlah sekolah sedikit lebih banyak atau setidaknya lebih dari sekolah.
Namun di wilayah kecamatan lain hanya memiliki satu SMAN dan ini mendominasi di Bumi Tegar Beriman. Bahkan, Kecamatan Kemang sama tidak memiliki SMAN satu pun. “Ini yang saya maksud tidak bisa diterapkan merata di semua daerah. Karena kondisinya beda-beda. Wilayah Kabupaten Bogor kan sangat luas. Peserta didiknya juga banyak,” katanya.(*/Fuz)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro