JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan pendidikan tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan. Ia menilai, pendidikan yang berkualitas tidak akan tercapai apabila menyingkirkan unsur-unsur tentang kebudayaan dan kesenian.
“Saya harus sebut satu hal. Di benak kami, pendidikan dan kebudayaan itu tidak bisa dipisahkan. Di benak kami, pendidikan itu tidak mungkin bisa menjadi satu hal yang efektif tanpa ada unsur budaya dan seni yang kuat. Itu sudah bagi saya harga mati,” kata Nadiem, dalam pembukaan Rakornas Kebudayaan, di Hotel Grand Sahid, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2020) malam.
Ia mengatakan, di dalam kegiatan kebudayaan itu sebenarnya adalah proses pendidikan untuk generasi berikutnya. Kebudayaan dan tradisi di dalam pendidikan, lanjut Nadiem, juga bisa mempengaruhi pendidikan karakter siswa di sekolah.
“Setiap kali kita menunjukkan identitas kita itu menunjukkan penguatan karakter di anak-anak kita. Dimana ia bangga atas keberagaman Indonesia yang luar biasa kayanya,” kata Nadiem.
Terkait pandangannya tersebut, ia melakukan perubahan pendekatan dalam mengelola kebudayaan. Pertama adalah penyederhanaan struktur organisasi. Sebab, menurut dia, tanpa dibenahi rumahnya maka implementasinya akan tertunda. Oleh sebab itu, sistem organisasi dalam mengelola kebudayaan saat ini dibuat agar mendorong aktivitas lintas budaya bisa terjadi.
Selanjutnya adalah peningkatan anggaran. Saat ini, anggaran pemajuan kebudayaan ditingkatkan menjadi Rp 1,8 triliun setelah sebelumnya Rp 1,3 triliun. Menurut Nadiem, anggaran selama ini dinilainya tidak cukup untuk bisa memajukan kebudayaan.
Selain itu, ia juga ingin mengubah paradigma budaya yang tadinya hanya menjaga tapi tidak dinikmati menjadi lebih ofensif. “Kita ingin budaya kita budaya yang ofensif, yaitu kita tampil di panggung dunia. Jadinya diplomasi budaya merupakan suatu prioritas ke depan. Kalau tidak 2020 ya 2021 kita akan bergerak di panggung dunia memamerkan kebudayaan kita yang luar biasa,” kata dia lagi.
Nadiem mengatakan agar masyarakat dan pemerintah daerah tidak melihat budaya sebagai kesenian, tarian, atau karya semata. Budaya, menurut pandangannya, jangan hanya menjadi sesuatu yang ditampilkan namun juga dapat dinikmati oleh masyarakatnya.(*/Tub)
BOGOR – Yayasan Nurul Fikri Bina Generasi (YNFBG) Bogor resmi menjalin kerja sama dengan YUAI International Islamic School (YUAI IIS) Japan terkait peningkatan mutu pendidikan. Kerja sama dituangkan dalam bentuk Nota Kesepahaman (MoU) di Kantor Nurul Fikri Boarding School Bogor, Kamis (20/2).
Pendatanganan kerja sama Direktur Operasional, Drs Idris Azhar mewakili YNFBG Bogor, dan Kepala Sekolah YUAI IIS Japan, Yetti Dalimi MA (Psyc). Seperti tercantum dalam isi perjanjian, kerja sama ini dimaksudkan untuk saling memberikan dukungan serta penguatan kelembagaan di antara kedua belah pihak dalam rangka upaya peningkatan mutu pendidikan.
Dalam sambutannya, Kepala Sekolah SMAIT Nurul Fikri Boarding School Bogor, Dedy Setyo Afrianto, MPd menyatakan, “Ke depan kita bisa laksanakan pogram Student Exchange, Teacher Exchange atau bentuk kerja sama program yang terjadwal serta pengembangan manajemen dan pendukung lainnya.”
Kerjasama yang berlaku selama lima tahun ini juga disambut baik oleh Kepala Sekolah YUAI IIS Japan, Yetti Dalimi. “Kami seperti mendapatkan semangat dan dukungan baru. Sebab, mendirikan lembaga pendidikan Islam di Jepang sangat berat. Di tengah kuatnya kultur masyarakat Jepang, sangat memberikan tantangan tersendiri bagi lembaga kami,” kata Yetti seperti dikutip dalam rilis yang diterima .
Jajaran pengurus Yayasan Nurul Fikri Bina Generasi (YNFBG) Bogor dan YUAI International Islamic School (YUAI IIS) Japan berfoto bersama seusai meneknen kerja sama.
Yetti menambahkan, “Belum lagi, kesulitan kami dalam mendapat SDM terutama guru yang kualifikasi sesuai standar. Tidak hanya baik secara ke-Islaman, tapi juga kemampuan beradaptasi mereka terutama terhadap kultur masyarakat Jepang yang sangat menghargai waktu.”
Sebelum sesi pendatangan MoU, kedatangan YUAI IIS Japan ini disambut siswa putra dan putri SMAIT NFBS Bogor dengan Tari Saman dan perkusi. “Kalian harus bersyukur bisa bersekolah di lembaga pendidikan Islam yang sangat kondusif untuk menjalankan agama dengan baik,” pesan Yetti Dalimi di hadapan para santri.(*/Ind)
YOGYAKARTA – Jumlah Guru Besar di lingkungan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada awal tahun 2020 kembali bertambah. Tiga dosen UMY, yakni Mukti Fajar Nur Dewata, Hilman Latief dan Muhammad Azhar menerima surat keputusan (SK) kenaikan jabatan akademik profesor dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Mukti Fajar Nur Dewata menerima SK guru besar bidang Ilmu Hukum serta Hilman Latief dan Muhammad Azhar guru besar bidang Ilmu Agama.
Penyerahan SK Guru Besar ditandai dengan pembacaan surat keputusan (SK) jabatan akademik dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) dilanjutkan dengan penyerahan SK oleh kepala LL Dikti wilayah V DIY, Didi Achjari kepada Rektor UMY Gunawan Budiyanto. Rektor UMY kemudian menyerahkan kepada Mukti Fajar Nur Dewata, Hilman Latief dan Muhammad Azhar, di gedung AR Fachrudin A lantai V, UMY, Kamis (27/2/2020).
Hingga sekarang UMY telah memiliki 17 guru besar.
Rektor UMY Gunawan Budiyanto mengatakan, peningkatan jabatan fungsional dosen bukan urusan pribadi semata. Tetapi harus menjadi pilihan dan perhatian pihak manajemen universitas. UMY berkomitmen untuk meningkatkan kualitas proses pendidikannya. Dengan adanya tambahan guru besar memiliki dampak nyata terhadap peningkatan kualitas pendidikan.
“Menjadi universitas yang unggul dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan berlandaskan nilai-nilai Islam untuk kemaslahatan umat,” terangnya.
UMY sendiri menargetkan 350 dosen bergelar dokter. Untuk mewujudkan itu, maka akan terus mendorong dosen menempuh pendidikan lanjutan. Baik di dalam atau luar negeri.
Wakil Rektor UMY Bidang Sumber Daya Manusia (SDM), Nano Prawoto menambahkan, dengan banyaknya dosen bergelar doktor (S3) bukan hanya
untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan reputasi UMY, namun juga target bertambahnya guru besar di UMY tahun 2020 yakni 15 guru besar tercapai. Sebagai langkah awal, telah mempersiapkan 8 berkas pengajuan guru besar dan 10 berkas pengajuan jenjang lektor kepala (assosciate professor).
“Kami targetkan 50% dosen UMY bergelar doktor dan 40% memiliki jabatan lektor kepala dan guru besar. Saat ini UMY memilki 208 doktor dan sedang menyekolahkan 178 dosen ke jenjang S3. Baik dalam dan luar negeri,”tambahnya.
Kepala LL Dikti wilayah V DIY, Didi Achjari mengatakan, dengan bertambahnya guru besar baru diharapkan dapat meningkatkan kualitas keilmuan melalui proses diskusi dan dialog di UMY. Apalagi menjadi guru besar tidak hanya sekedar kebanggaan pribadi dan jabatan, tapi ada misi keilmuan dan kualitas pendidikan tinggi.
“Kami berharap akan lahir guru besar baru lagi di UMY. Sehingga dapat menghidupkan ruang-ruang diskusi yang menghasilkan pemikiran,” harapnya.(*/ D Tom)
JAKARTA – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai kepolisian berlebihan memperlakukan tersangka peristiwa susur sungai di SMP Negeri 1 Turi, Sleman. Para tersangka diperlakukan selayaknya kriminalitas berat.
Ia menuturkan, kepolisian seharusnya jangan berlebihan dalam memperlakukan para tersangka, yakni berinisial IYA (36), DDS (58) dan R (58). Dalam hal ini, kepolisian menggelandang, memamerkan guru di depan media, dan menggunduli para tersangka.
“Guru pengurus Kwartir Pramuka tersebut terduga penyebab musibah, bukan pelaku kriminal laiknya pembunuh, pemakai narkoba, atau begal,” kata Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo, Rabu (26/2/2020).
Menurutnya, perlakuan kepolisian terhadap tersangka guru tersebut akan berdampak terhadap psikologis murid dan keluarga guru. “Tersangka guru tersebut wajib dapat perlindungan secara hukum oleh organisasi profesi guru tempat guru bernaung,” kata dia lagi.
Tiga orang tersangka kasus musibah susur Sungai Sempor dihadirkan saat gelar perkara di Polres Sleman, Yogyakarta, Selasa (25/2).
Ia menambahkan, berdasarkan Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan tertulis soal hak guru yang berhadapan dengan hukum. Di Pasal 4 dan lima, dituliskan tersangka guru berhak mendapatkan bantuan hukum, konsultasi hukum dan penasehat hukum dari Kemendikbud dan pemerintah daerah.
Di sisi lain, ia menegaskan, FSGI mendukung proses hukum yang adil, transparan, akuntabel, dan proporsional dalam kasus tersebut. Hukum yang berlaku juga harus mengedepankan asas praduga tak bersalah.(*/Ind)
JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, akan membuat Peraturan Mendagri (Permendagri) pembentukan Dinas Perpustakaan di semua daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Menurut dia, masih banyak daerah yang tidak memiliki tempat untuk membaca yang disediakan oleh pemerintah.
“Masih banyak sekali, lebih dari 5.000 kecamatan yang tidak memiliki tempat untuk membaca yang disediakan oleh pemerintah,” ungkap Tito pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Perpustakaan Tahun 2020 di Jakarta Selatan, Selasa (25/2/2020).
Dalam pemaparannya, ia menyampaikan, masih ada 23 kabupaten/kota yang belum memiliki lembaga perpustakaan. Ada yang belum memiliki kelembagaan yang resmi, ada pula yang belum berstatus Dinas Perpustakaan.
Di tingkat kecamatan, dari 7.094 kecamatan, hanya 1.685 kecamatan atau 23 persennya saja yang sudah memiliki perpustakaan. Untuk tingkat desa, dari 83.441 desa, 33.929 di antarnya sudah memiliki tempat untuk membaca, baik itu perpustakaan mini atau dalam bentuk lainnya. Angka tersebut baru 40 persen dari total desa yang ada.
Menurut Tito, hal tersebut juga perlu didorong dengan maksimal. “Saya nanti akan membuat Permendagri, khusus untuk ini, agar semua daerah provinsi, kabupaten/kota, membentuk Dinas Perpustakaan. Kecamatan juga kita minta dorong untuk membuat, dianggarkan oleh kabupaten,” kata dia.
Tito mengatakan, berbeda dengan kabupaten, desa saat ini sudah memiliki uang rata-rata sebesar Rp 1 miliar per tahunnya. Anggaran tersebut, kata dia, salah satunya bisa digunakan untuk membangun perpustakaan. Menurut dia, pembuatan perpustakaan itu tidak perlu megah.
Tito menjelaskan, para eselon I juga akan ia perintahkan untuk melakukan hal tersebut. Salah satu pesan untuk para eselon I itu, yakni, agar menggunakan dana desa untuk membuat perpustakaan di desa masing-masing.
“Tidak usah hebat-hebat perpustakaannya, sesuaikan dengan karakter. Nanti saya akan arahkan, sekarang kita lagi banyak bergerak. Semua kepala desa kita kumpulkan,” ungkapnya.(*/El)
JAKARTA – Wasekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Satriwan Salim dosa pendidikan yang disebutkan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim berkaitan erat dengan kualitas guru. Ia menuturkan, kualitas guru akan sulit dikejar apabila pengelolaannya masih tidak baik.
Satriwan mengatakan salah satu masalah pengelolaan guru, khususnya penanganan honorer. Tahun lalu, pemerintah sudah mengadakan rekrutmen pegawai pemerintah dengan perjanjian kerka (PPPK) namun hingga sekarang para guru yang lolos belum juga mendapat kejelasan.
“Masa setahun ini mereka terombang-ambing belum ada keputusan apa-apa? Padahal itu perintah negara, mereka mengikuti seleksi itu diselenggarakan oleh negara, sudah dinyatakan lulus tapi dibiarkan begitu saja,” kata Satriwan.
Selain itu, untuk guru secara umum, pemerintah harus memikirkan bagaimana meningkatkan kualitas guru. Sebab, apabila dilihat dari uji kompetensi guru, nilai yang diperoleh para guru mayoritas masih belum memuaskan. Ia mengatakan, ke depannya pemerintah harus benar-benar memberikan perhatian pada peningkatan kualitas guru.
Nadiem sebelumnya menyebutkan tiga dosa dalam pendidikan. Tiga hal yang menurut Nadiem perlu segera dihapuskan adalah intoleransi, dosa kekerasan seksual, dan dosa bullying atau perundungan.
Menurut Satriwan, kualitas pendidikan tanpa intoleransi, kekerasan, dan perundungan dipengaruhi juga oleh kualitas guru. “Bagaimana bisa mencegah radikalisme di sekolah, kalau kapasitas gurunya saja rendah. Kompetensi guru kita juga masih rendah,” kata dia.
Guru tidak bisa serta merta disalahkan atas ketidakmampuan mereka. Sebab, masalah besar lainnya, yakni pemerintah khususnya di daerah tidak serius menangani masalah pendidikan dilihat dari anggaran yang dialokasikan kepada bidang tersebut.
Ia menjelaskan, di dalam Undang-undang 1945 Pasal 31, disebutkan anggaran pendidikan alokasinya minimal 20 persen baik di APBN dan APBD. Namun, daerah-daerah di Indonesia sebagian besar belum menjalankan perintah konstitusi tersebut.
Masih banyak pemerintah daerah yang mengalokasikan anggaran pendidikan di bawah 10 persen. Menurut Satriwan, hal itu merupakan dosa terbesar pemerintah dalam pendidikan karena tidak sesuai dengan konstitusi.
“Pendidikan berkualitas macam apa yang bisa kita harapkan dari alokasi pendidikan yang cuma 1, 2, 3, 5 persen itu. Jadi, tambahan dari saya itu yang leih dahsyat persoalan dua ini. Inilah dosa terbesar,” kata dia lagi.(*/El)
BOGOR – Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Agus Sartono menyampaikan, lulusan SLTA atau SMA berpotensi mendapatkan pemasukan atau income yang rendah, berbeda dengan yang lulusan perguruan tinggi. Sayangnya, angkatan kerja di Indonesia justru didominasi oleh lulusan SMA.
Berdasarkan catatan Kemenko PMK, hampir 90 persen angkatan kerja di Indonesia diisi dengan orang-orang berlatar belakang pendidikan SMA. Hanya sekitar 10 persen yang berasal dari perguruan tinggi. Fakta itu membuktikan bahwa minimnya tenaga kerja terampil tidak sepadan dengan tantangan yang dibawa era 4.0.
“Kalau hanya lulusan SLTA (tenaga kerja kita), maka kesempatan kerjanya sempit, dan income-nya juga sedikit. Sehingga tabungan untuk negara pun sulit,” kata Agus saat menghadiri acara pelantikan wisuda sarjana dan pascasarjana Institut Agama Islam Nasional (IAI-N) Laa Roiba, di Bogor, Senin (24/2/2020).
Era industri 4.0 yang kerap berbasis internet of things (IoTs) membuat sejumlah lahan pekerjaan berubah drastis. Dia menggambarkan bagaimana lingkungan kerja di negara-negara lain pun ikut berubah. Pekerjaan-pekerjaan lama yang bisa digantikan oleh robot, maka hampir dipastikan punah dan memangkas tenaga kerja yang ada.
“Kalau kita ke luar negeri, sudah nggak ada pelayan atau banyak karyawan-karyawan yang hilang. Kerja mereka digantikan robot atau sistem yang support itu,” kata dia.
Hal serupa sejatinya juga mulai dirasakan di Indonesia. Di mana, kata dia, banyak pekerjaan-pekerjaan lama yang berganti atau hilang sama sekali. Untuk itu dia menekankan pentingnya pendidikan skill dan karakter bagi setiap elemen pendidikan.
Pendidikan skil dan karakter itu menurut dia juga harus dijalankan dengan harmonisasi gizi yang baik. Dalam Human Capital Life Cycle yang disusun Kemenko PMK, dia menjabarkan, pada aspek pertama lingkup kehidupan asupan gizi yang baik perlu diutamakan.
Pada 1.000 hari kelahiran pertama anak, kata dia, merupakan masa paling kritis dalam menentukan regenerasi. “Masa ini bisa kita sebut masa keemasan generasi unggul. Jangan rusak anak dengan (memberi) makanan atau tontonan yang tidak baik, karena dari 1.000 hari pertama inilah sesungguhnya penentuan garis besar masa depan mereka,”jelasnya.(*/Ind)
JAKARTA – Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Prof Unifah Rosyidi mengatakan pendidikan moral Pancasila perlu dihidupkan kembali dan ditanamkan ke dalam diri siswa. “Tidak hanya melalui teori, tetapi melalui perbuatan sehari-hari,” ujar Unifah saat membuka Konferensi Kerja Nasional (Konkernas) di Jakarta, Jumat (21/2/2020).
Unifah setuju jika pendidikan moral Pancasila kembali dihidupkan di sekolah, karena hal itu sangat dibutuhkan saat ini. Nilai-nilai Pancasila kalau tidak terinternalisasi pada diri siswa maka dikhawatirkan akan hilang.
“Sekarang yang diperlukan, bagaimana caranya menginternalisasi nilai-nilai Pancasila pada diri siswa,” jelas dia.
Unifah menjelaskan pendidikan Pancasila itu belum ada di UU Sisdiknas. Untuk itu, perlu upaya merumuskannya kembali mulai dari semua tingkatan.
Untuk tiap tingkatan atau jenjang, berbeda cara internalisasinya. Untuk tingkat dasar baru pengenalan, kemudian untuk jenjang SMA mulai mendiskusikan isu-isu.
“Siswa dapat membangun konsep dari persoalan. Mulai dari analisis dan kemudian pengembangan konsep,” tambah dia.
Ketua MPR Bambang Soesatyo menilai setelah tidak adanya mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) telah membuat generasi 90-an mengalami “kehilangan” terhadap ideologi bangsa, Pancasila. Mata pelajarain ini dihilangkan dari mulai tingkat SD hingga perguruan tinggi sejak kurikulum tahun 1994.
Mata pelajaran ini lantas digabungkan menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN). Kemudian, mata pelajaran diubah menjadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) pada 2003,.
Walaupun dalam PKN juga turut memuat tentang Pancasila, tetapi pembelajarannya lebih bersifat pengetahuan, bukan pemahaman. “Keberadaan mata pelajaran PMP merupakan amanat Ketetapan MPR No. IV tahun 1973 yang disempurnakan pada tahun 1978 dan 1983.
Akibat ketiadaan PMP, generasi muda bangsa seperti kehilangan pegangan ideologi. Sehingga gampang disusupi ideologi transnasional yang justru tak sejalan jati diri bangsa,” katanya..
Padahal, tambahnya, Pancasila yang digali Bung Karno bersumber dari jati diri bangsa Indonesia. Kita menjadi bangsa yang tak menghargai dan melupakan jati dirinya sendiri, asyik memakai “make up” jati diri bangsa lainnya.(*/Ind)
PURWAKARTA – Maranggi bukan hanya dikenal sebagai salah satu makanan khas Purwakarta. Tapi istilah itu juga digunakan dalam menggenjot minat baca masyarakat. Maranggi di sini merupakan akronim dari Maca Rame-rame Ngangge Digital (baca ramai-ramai menggunakan digital).
Pemilihan akronim ini agar mudah diingat apalagi istilah Maranggi sudah sangat melekat di masyarakat Purwakarta. Layanan Maranggi ini sengaja dibuat berbasis buku elektronik (e-book) berupa aplikasi agar bisa diakses melalui gawai.
Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah Purwakarta, Mohamad Ramdhan menuturkan, layanan Maranggi ini sengaja diluncurkan untuk memudahkan layanan perpustakaan. Sebab, dengan layanan ini, masyarakat terutama pelajar bisa mengakses buku bacaan melalui telepon seluler.
“Saat ini, membaca buku di perpustakaan daerah juga bisa dilakukan melalui smartphone,” ujar Ramdhan, Rabu (19/2/2020).
Dia menjelaskan, layanan maranggi ini merupakan pengembangan dari layanan perpustakaan digital yang diluncurkan sebelumnya. Untuk mengakses layanan ini cukup mudah, masyarakat hanya tinggal mengunduh aplikasi E-Perpusda di smartphone. “Untuk saat ini, layanan tersebut sudah bisa akses,” jelasnya.
Sementara itu, Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika mengaku, cukup prihatin karena seiiring berkembangnya teknologi penggemar baca buku pun semakin berkurang. Bahkan, menurut dia, saat ini budaya membaca nyaris dilupakan oleh generasi muda.
Hal itu dibenarkan jika melihat data yang dirilis United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Minat baca masyarakat di Indonesia saat ini hanya di angka 0,001%.
Angka tersebut, ternyata tak jauh beda dengan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) di 2012 lalu, yang menunjukkan, masyarakat Indonesia belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi.
Mungkin, saat ini yang cenderung lebih diperhatikan, yakni tayangan televisi, sosial media dan permainan elektronik digital lainnya. Apalagi, saat ini sedang trend fasilitas – fasilitas hiburan yang menggunakan jaringan internet.(*/As)
BOGOR – Ribuan Guru Madrasah se-Kabupaten Bogor menagih janji Bupati Bogor Ade Yasin saat mencalonkan diri sebagai calon orang nomor satu di Bumi Tegar Beriman periode 2018-2023.
Pengurus Daerah (PD) Mathlaul Anwar (MA) Kabupaten Bogor, Abdul Azis mengatakan, dalam menagih janji Bupati Bogor, Ade Yasin saat kampanye di pertengahan 2018 lalu, ribuan massa yang terdiri guru madrasah se-Kabupaten Bogor akan menggelar aksi demo pada Kamis (20/2) hari ini.
“Insya Allah gerakan kami MA bersama konsituen akan menggelar aksi demo dengan massa tak kurang dari 1000 orang, kita pertanyakan kemana janji-janji Bupati Ade Yasin sewaktu mencalonkan diri sebagai Bupati Bogor beberapa waktu lalu,” kata Ketua PD MA Kabupaten Bogor, Abdul Azis saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (19/2/2020).
Ia menjelaskan, Ade Yasin itu dianggap belum memenuhi janjinya saat kampanyenya dulu, yang hingga kini tak kunjung merealisasikan anggaran sesuai janjinya dalam program pancakarsa di Bogor Cerdas dan Bogor Berkeadaban.
“Dalam aksi besok, kami menuntut lima poin.
Diantaranya, menagihk janji kampanye Bupati Bogor untuk madrasah, pancakarsa/Bogor Cerdas tidak pernah menyentuh Madrasah, siswa madrasah tidak ada satupun yang menerima Kartu Bogor Cerdas, Sertifikasi Daerah/insentif untuk guru honorer Madrasah hanya bualan dan omong kosong, dan kelima rehabilitasi gedung madrasah hanya sebuah harapan,” jelasnya.
Ia juga memaparkan, dalam program Bogor Cerdas itu dirinya tidak mengetahui program yang dicetuskan Bupati dan Wakil Bupati Bogor periode 2018-2023.
“Surat pernyataan Bupati Bogor Ade Yasin sewaktu mencalonkan diri ada di kami yang telah ditandatangani diatas materai 6000 oleh beliau (Bupati,red) langsung saat maju sebagai orang nomor satu di Kabupaten Bogor, tertanggal 20 Juni 2018 ” tegasnya.
Parahnya, kata dia, dalam audiensi pertemuan dengan Bupati Bogor beserta staf ahli Pemkab Bogor dan perwakilan Polres Bogor yang berlangsung dikantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Bogor pada Rabu (19/2), namun orang nomor satu di Bumi Tegar Beriman itu hanya diwakilkan oleh Ketua Tim Percepatan Pembangunan (TPP) Kabupaten Bogor.
“Empat orang staf ahli dari Pemda Kabupaten Bogor hadir, dan perwakilan polres Bogor juga datang. Tapi kenapa Bupati Bogor hanya diwakilkan oleh Ketua TPP Kabupaten Bogor, Gus Udin. Memang apa tupoksinya dia dalam persoalan ini,” tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris PGM Kabuaten Bogor, Ade Irawan menambahkan, sesuai janji-janji Bupati Bogor terpilij yang telah ditandatangani itu akan ditagih oleh PGM Kabupaten Bogor melalui aksi yang akan digelar besok dengan diikuti ribuan massa aksi.
“Surat pernyataan yang telah ditandatangani Bupati Bogor, Ade Yasin apa poinnya yang ditandatangani sewaktu kampanye, itu saja yang kita tagih dalam aksi esok hari,” ucapnya.
Bagi pria yang akrap disapa Ade ini menuturkan, ketika surat pernyataan itu ditandatangani berarti telah dipahami oleh Bakal Calon Bupati maupun Bupati Bogor terpilih saat ini.
“Dan itu pastinya sudah mengikat, kemudian apa saja kewajiban dia saat janji-janji kampanye nya kepada masyarakat terutama ke seluruh pengurus madrasah se-Kabupaten Bogor,” ujarnya.
Ia membeberkan, dalam surat pernyataan itu Bupati Bogor menandatangani yang isinya, Bismillahirahmanirahim Saya Selaku Calon Bupati Bogor 2018-2023 siap menerima dan menjalankan program yang disiapkan oleh guru madrasah. Dengan ini Saya berjanji siap Mendukung Penguatan Pelaksanaan Pendidikan agama dan Keagamaan Khususnya Pendidikan Islam di Raudhatul Athfal (RA) dan Madrasah melalui pemberian hibah atau bantuan sosial keagamaan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan madrasah, antara lain.
“Pemberian tunjangan daerag bagi guru RW dan Guru Madrasah yang belum bersertifikat.
Kedua, siap mengalokasikan hibah pembangunan RKB dan rehab madrasah.
Ketiga, akan mengingatkan kesejahteraan guru madrasah dibidang akademik berupa kegiatan seminar, workshop dan kegiatan lainnya. Dan keempat, dirinya berjanji akan menyiapkan bantuan sarana dan prasarana pendidikan agama dan keagamaan yang ditandatangani pada 20 Juni 2018 oleh Ade Yasin,” terangnya.
Terpisah, ketua TPP Kabupaten Bogor, Gus Udin menjelaskan, tupoksi dirinya yang hadir dalam pertemuan di kantor Kemenag Kabupaten Bogor itu pihaknya hadir sebagai perwakilan dari Bupati Bogor untuk menyampaikan kebijakan Bupati terhadao madrasah.
“Tahun ini saja 20 Miliar, Rp9 miliar untuk rehab kelas madrasah, dan 11 miliar diperuntukkan bagi insentif guru madrasah,” ungkap Gus Udin.
Ia juga memaparkan, bagi Kelompok Kerja Madrasah (KKM) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI), Mdrasah Tsanawiyah (MTs), hingga Madrasah Aliyah dalam pertemuan itu mengucapkan terimakasih kepada Bupati atas kebijakan tersebut.
“Mereka semua mengucapkan terimakasih atas program Bupati ini.
Kalaupun ada tuntutan dari PGM yang dikabarkan akan gelar demo itu sebenarnya mereka hanya menanyakan realisasi anggaran bulan april keatas,” tambahnya.
Ia menambahkan, dari total yang diajukan Kemenag Kabupaten Bogor dalam program Cerdas dan Bogor Berkeadaban itu diajukan dana yang dibutuhkan sebesar Rp31 miliar.
Yang mana, 11 miliar bagi Diniyah, kemudian Rp9 miliar nya untuk rehabilitasi kelas ada 100 ruang kelas belajar (RKB) perpaketnya 90 juta, dan 9 miliar lainnya untuk insentif melalui Biaya Operasional Sekolah Daerah (BOSDa).
“Sebenarnya yang dibutuhkan Rp31 miliar bukan hanya 20 miliar saja untuk madrasah saja. Karena Diniyah itu kan lembaga non formal ya, dan kalau total 37 miliar sesuai dalam famplet program Bogor Cerdas dan Bogor Berkeadaban itu diperuntukkan bagi Ponpes dan insentif guru,”
Untuk penyusunannya bagaimana, lanjut Gus Udin, dari KKM yang mengusulkan kepada Kemenag Kabupaten Bogor termasuk ormas-ormas islam.
“Jadi dalam penyusunan itu juga sekolah-sekolah dilibatkan dan diajukan melalui simral sesuai juklak dan juknis yang ada di Kemenag,” tandasnya.(T Abd)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro