JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, akan membuat Peraturan Mendagri (Permendagri) pembentukan Dinas Perpustakaan di semua daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Menurut dia, masih banyak daerah yang tidak memiliki tempat untuk membaca yang disediakan oleh pemerintah.
“Masih banyak sekali, lebih dari 5.000 kecamatan yang tidak memiliki tempat untuk membaca yang disediakan oleh pemerintah,” ungkap Tito pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Perpustakaan Tahun 2020 di Jakarta Selatan, Selasa (25/2/2020).
Dalam pemaparannya, ia menyampaikan, masih ada 23 kabupaten/kota yang belum memiliki lembaga perpustakaan. Ada yang belum memiliki kelembagaan yang resmi, ada pula yang belum berstatus Dinas Perpustakaan.
Di tingkat kecamatan, dari 7.094 kecamatan, hanya 1.685 kecamatan atau 23 persennya saja yang sudah memiliki perpustakaan. Untuk tingkat desa, dari 83.441 desa, 33.929 di antarnya sudah memiliki tempat untuk membaca, baik itu perpustakaan mini atau dalam bentuk lainnya. Angka tersebut baru 40 persen dari total desa yang ada.
Menurut Tito, hal tersebut juga perlu didorong dengan maksimal. “Saya nanti akan membuat Permendagri, khusus untuk ini, agar semua daerah provinsi, kabupaten/kota, membentuk Dinas Perpustakaan. Kecamatan juga kita minta dorong untuk membuat, dianggarkan oleh kabupaten,” kata dia.
Tito mengatakan, berbeda dengan kabupaten, desa saat ini sudah memiliki uang rata-rata sebesar Rp 1 miliar per tahunnya. Anggaran tersebut, kata dia, salah satunya bisa digunakan untuk membangun perpustakaan. Menurut dia, pembuatan perpustakaan itu tidak perlu megah.
Tito menjelaskan, para eselon I juga akan ia perintahkan untuk melakukan hal tersebut. Salah satu pesan untuk para eselon I itu, yakni, agar menggunakan dana desa untuk membuat perpustakaan di desa masing-masing.
“Tidak usah hebat-hebat perpustakaannya, sesuaikan dengan karakter. Nanti saya akan arahkan, sekarang kita lagi banyak bergerak. Semua kepala desa kita kumpulkan,” ungkapnya.(*/El)
JAKARTA – Wasekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Satriwan Salim dosa pendidikan yang disebutkan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim berkaitan erat dengan kualitas guru. Ia menuturkan, kualitas guru akan sulit dikejar apabila pengelolaannya masih tidak baik.
Satriwan mengatakan salah satu masalah pengelolaan guru, khususnya penanganan honorer. Tahun lalu, pemerintah sudah mengadakan rekrutmen pegawai pemerintah dengan perjanjian kerka (PPPK) namun hingga sekarang para guru yang lolos belum juga mendapat kejelasan.
“Masa setahun ini mereka terombang-ambing belum ada keputusan apa-apa? Padahal itu perintah negara, mereka mengikuti seleksi itu diselenggarakan oleh negara, sudah dinyatakan lulus tapi dibiarkan begitu saja,” kata Satriwan.
Selain itu, untuk guru secara umum, pemerintah harus memikirkan bagaimana meningkatkan kualitas guru. Sebab, apabila dilihat dari uji kompetensi guru, nilai yang diperoleh para guru mayoritas masih belum memuaskan. Ia mengatakan, ke depannya pemerintah harus benar-benar memberikan perhatian pada peningkatan kualitas guru.
Nadiem sebelumnya menyebutkan tiga dosa dalam pendidikan. Tiga hal yang menurut Nadiem perlu segera dihapuskan adalah intoleransi, dosa kekerasan seksual, dan dosa bullying atau perundungan.
Menurut Satriwan, kualitas pendidikan tanpa intoleransi, kekerasan, dan perundungan dipengaruhi juga oleh kualitas guru. “Bagaimana bisa mencegah radikalisme di sekolah, kalau kapasitas gurunya saja rendah. Kompetensi guru kita juga masih rendah,” kata dia.
Guru tidak bisa serta merta disalahkan atas ketidakmampuan mereka. Sebab, masalah besar lainnya, yakni pemerintah khususnya di daerah tidak serius menangani masalah pendidikan dilihat dari anggaran yang dialokasikan kepada bidang tersebut.
Ia menjelaskan, di dalam Undang-undang 1945 Pasal 31, disebutkan anggaran pendidikan alokasinya minimal 20 persen baik di APBN dan APBD. Namun, daerah-daerah di Indonesia sebagian besar belum menjalankan perintah konstitusi tersebut.
Masih banyak pemerintah daerah yang mengalokasikan anggaran pendidikan di bawah 10 persen. Menurut Satriwan, hal itu merupakan dosa terbesar pemerintah dalam pendidikan karena tidak sesuai dengan konstitusi.
“Pendidikan berkualitas macam apa yang bisa kita harapkan dari alokasi pendidikan yang cuma 1, 2, 3, 5 persen itu. Jadi, tambahan dari saya itu yang leih dahsyat persoalan dua ini. Inilah dosa terbesar,” kata dia lagi.(*/El)
BOGOR – Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Agus Sartono menyampaikan, lulusan SLTA atau SMA berpotensi mendapatkan pemasukan atau income yang rendah, berbeda dengan yang lulusan perguruan tinggi. Sayangnya, angkatan kerja di Indonesia justru didominasi oleh lulusan SMA.
Berdasarkan catatan Kemenko PMK, hampir 90 persen angkatan kerja di Indonesia diisi dengan orang-orang berlatar belakang pendidikan SMA. Hanya sekitar 10 persen yang berasal dari perguruan tinggi. Fakta itu membuktikan bahwa minimnya tenaga kerja terampil tidak sepadan dengan tantangan yang dibawa era 4.0.
“Kalau hanya lulusan SLTA (tenaga kerja kita), maka kesempatan kerjanya sempit, dan income-nya juga sedikit. Sehingga tabungan untuk negara pun sulit,” kata Agus saat menghadiri acara pelantikan wisuda sarjana dan pascasarjana Institut Agama Islam Nasional (IAI-N) Laa Roiba, di Bogor, Senin (24/2/2020).
Era industri 4.0 yang kerap berbasis internet of things (IoTs) membuat sejumlah lahan pekerjaan berubah drastis. Dia menggambarkan bagaimana lingkungan kerja di negara-negara lain pun ikut berubah. Pekerjaan-pekerjaan lama yang bisa digantikan oleh robot, maka hampir dipastikan punah dan memangkas tenaga kerja yang ada.
“Kalau kita ke luar negeri, sudah nggak ada pelayan atau banyak karyawan-karyawan yang hilang. Kerja mereka digantikan robot atau sistem yang support itu,” kata dia.
Hal serupa sejatinya juga mulai dirasakan di Indonesia. Di mana, kata dia, banyak pekerjaan-pekerjaan lama yang berganti atau hilang sama sekali. Untuk itu dia menekankan pentingnya pendidikan skill dan karakter bagi setiap elemen pendidikan.
Pendidikan skil dan karakter itu menurut dia juga harus dijalankan dengan harmonisasi gizi yang baik. Dalam Human Capital Life Cycle yang disusun Kemenko PMK, dia menjabarkan, pada aspek pertama lingkup kehidupan asupan gizi yang baik perlu diutamakan.
Pada 1.000 hari kelahiran pertama anak, kata dia, merupakan masa paling kritis dalam menentukan regenerasi. “Masa ini bisa kita sebut masa keemasan generasi unggul. Jangan rusak anak dengan (memberi) makanan atau tontonan yang tidak baik, karena dari 1.000 hari pertama inilah sesungguhnya penentuan garis besar masa depan mereka,”jelasnya.(*/Ind)
JAKARTA – Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Prof Unifah Rosyidi mengatakan pendidikan moral Pancasila perlu dihidupkan kembali dan ditanamkan ke dalam diri siswa. “Tidak hanya melalui teori, tetapi melalui perbuatan sehari-hari,” ujar Unifah saat membuka Konferensi Kerja Nasional (Konkernas) di Jakarta, Jumat (21/2/2020).
Unifah setuju jika pendidikan moral Pancasila kembali dihidupkan di sekolah, karena hal itu sangat dibutuhkan saat ini. Nilai-nilai Pancasila kalau tidak terinternalisasi pada diri siswa maka dikhawatirkan akan hilang.
“Sekarang yang diperlukan, bagaimana caranya menginternalisasi nilai-nilai Pancasila pada diri siswa,” jelas dia.
Unifah menjelaskan pendidikan Pancasila itu belum ada di UU Sisdiknas. Untuk itu, perlu upaya merumuskannya kembali mulai dari semua tingkatan.
Untuk tiap tingkatan atau jenjang, berbeda cara internalisasinya. Untuk tingkat dasar baru pengenalan, kemudian untuk jenjang SMA mulai mendiskusikan isu-isu.
“Siswa dapat membangun konsep dari persoalan. Mulai dari analisis dan kemudian pengembangan konsep,” tambah dia.
Ketua MPR Bambang Soesatyo menilai setelah tidak adanya mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) telah membuat generasi 90-an mengalami “kehilangan” terhadap ideologi bangsa, Pancasila. Mata pelajarain ini dihilangkan dari mulai tingkat SD hingga perguruan tinggi sejak kurikulum tahun 1994.
Mata pelajaran ini lantas digabungkan menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN). Kemudian, mata pelajaran diubah menjadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) pada 2003,.
Walaupun dalam PKN juga turut memuat tentang Pancasila, tetapi pembelajarannya lebih bersifat pengetahuan, bukan pemahaman. “Keberadaan mata pelajaran PMP merupakan amanat Ketetapan MPR No. IV tahun 1973 yang disempurnakan pada tahun 1978 dan 1983.
Akibat ketiadaan PMP, generasi muda bangsa seperti kehilangan pegangan ideologi. Sehingga gampang disusupi ideologi transnasional yang justru tak sejalan jati diri bangsa,” katanya..
Padahal, tambahnya, Pancasila yang digali Bung Karno bersumber dari jati diri bangsa Indonesia. Kita menjadi bangsa yang tak menghargai dan melupakan jati dirinya sendiri, asyik memakai “make up” jati diri bangsa lainnya.(*/Ind)
PURWAKARTA – Maranggi bukan hanya dikenal sebagai salah satu makanan khas Purwakarta. Tapi istilah itu juga digunakan dalam menggenjot minat baca masyarakat. Maranggi di sini merupakan akronim dari Maca Rame-rame Ngangge Digital (baca ramai-ramai menggunakan digital).
Pemilihan akronim ini agar mudah diingat apalagi istilah Maranggi sudah sangat melekat di masyarakat Purwakarta. Layanan Maranggi ini sengaja dibuat berbasis buku elektronik (e-book) berupa aplikasi agar bisa diakses melalui gawai.
Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah Purwakarta, Mohamad Ramdhan menuturkan, layanan Maranggi ini sengaja diluncurkan untuk memudahkan layanan perpustakaan. Sebab, dengan layanan ini, masyarakat terutama pelajar bisa mengakses buku bacaan melalui telepon seluler.
“Saat ini, membaca buku di perpustakaan daerah juga bisa dilakukan melalui smartphone,” ujar Ramdhan, Rabu (19/2/2020).
Dia menjelaskan, layanan maranggi ini merupakan pengembangan dari layanan perpustakaan digital yang diluncurkan sebelumnya. Untuk mengakses layanan ini cukup mudah, masyarakat hanya tinggal mengunduh aplikasi E-Perpusda di smartphone. “Untuk saat ini, layanan tersebut sudah bisa akses,” jelasnya.
Sementara itu, Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika mengaku, cukup prihatin karena seiiring berkembangnya teknologi penggemar baca buku pun semakin berkurang. Bahkan, menurut dia, saat ini budaya membaca nyaris dilupakan oleh generasi muda.
Hal itu dibenarkan jika melihat data yang dirilis United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Minat baca masyarakat di Indonesia saat ini hanya di angka 0,001%.
Angka tersebut, ternyata tak jauh beda dengan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) di 2012 lalu, yang menunjukkan, masyarakat Indonesia belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi.
Mungkin, saat ini yang cenderung lebih diperhatikan, yakni tayangan televisi, sosial media dan permainan elektronik digital lainnya. Apalagi, saat ini sedang trend fasilitas – fasilitas hiburan yang menggunakan jaringan internet.(*/As)
BOGOR – Ribuan Guru Madrasah se-Kabupaten Bogor menagih janji Bupati Bogor Ade Yasin saat mencalonkan diri sebagai calon orang nomor satu di Bumi Tegar Beriman periode 2018-2023.
Pengurus Daerah (PD) Mathlaul Anwar (MA) Kabupaten Bogor, Abdul Azis mengatakan, dalam menagih janji Bupati Bogor, Ade Yasin saat kampanye di pertengahan 2018 lalu, ribuan massa yang terdiri guru madrasah se-Kabupaten Bogor akan menggelar aksi demo pada Kamis (20/2) hari ini.
“Insya Allah gerakan kami MA bersama konsituen akan menggelar aksi demo dengan massa tak kurang dari 1000 orang, kita pertanyakan kemana janji-janji Bupati Ade Yasin sewaktu mencalonkan diri sebagai Bupati Bogor beberapa waktu lalu,” kata Ketua PD MA Kabupaten Bogor, Abdul Azis saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (19/2/2020).
Ia menjelaskan, Ade Yasin itu dianggap belum memenuhi janjinya saat kampanyenya dulu, yang hingga kini tak kunjung merealisasikan anggaran sesuai janjinya dalam program pancakarsa di Bogor Cerdas dan Bogor Berkeadaban.
“Dalam aksi besok, kami menuntut lima poin.
Diantaranya, menagihk janji kampanye Bupati Bogor untuk madrasah, pancakarsa/Bogor Cerdas tidak pernah menyentuh Madrasah, siswa madrasah tidak ada satupun yang menerima Kartu Bogor Cerdas, Sertifikasi Daerah/insentif untuk guru honorer Madrasah hanya bualan dan omong kosong, dan kelima rehabilitasi gedung madrasah hanya sebuah harapan,” jelasnya.
Ia juga memaparkan, dalam program Bogor Cerdas itu dirinya tidak mengetahui program yang dicetuskan Bupati dan Wakil Bupati Bogor periode 2018-2023.
“Surat pernyataan Bupati Bogor Ade Yasin sewaktu mencalonkan diri ada di kami yang telah ditandatangani diatas materai 6000 oleh beliau (Bupati,red) langsung saat maju sebagai orang nomor satu di Kabupaten Bogor, tertanggal 20 Juni 2018 ” tegasnya.
Parahnya, kata dia, dalam audiensi pertemuan dengan Bupati Bogor beserta staf ahli Pemkab Bogor dan perwakilan Polres Bogor yang berlangsung dikantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Bogor pada Rabu (19/2), namun orang nomor satu di Bumi Tegar Beriman itu hanya diwakilkan oleh Ketua Tim Percepatan Pembangunan (TPP) Kabupaten Bogor.
“Empat orang staf ahli dari Pemda Kabupaten Bogor hadir, dan perwakilan polres Bogor juga datang. Tapi kenapa Bupati Bogor hanya diwakilkan oleh Ketua TPP Kabupaten Bogor, Gus Udin. Memang apa tupoksinya dia dalam persoalan ini,” tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris PGM Kabuaten Bogor, Ade Irawan menambahkan, sesuai janji-janji Bupati Bogor terpilij yang telah ditandatangani itu akan ditagih oleh PGM Kabupaten Bogor melalui aksi yang akan digelar besok dengan diikuti ribuan massa aksi.
“Surat pernyataan yang telah ditandatangani Bupati Bogor, Ade Yasin apa poinnya yang ditandatangani sewaktu kampanye, itu saja yang kita tagih dalam aksi esok hari,” ucapnya.
Bagi pria yang akrap disapa Ade ini menuturkan, ketika surat pernyataan itu ditandatangani berarti telah dipahami oleh Bakal Calon Bupati maupun Bupati Bogor terpilih saat ini.
“Dan itu pastinya sudah mengikat, kemudian apa saja kewajiban dia saat janji-janji kampanye nya kepada masyarakat terutama ke seluruh pengurus madrasah se-Kabupaten Bogor,” ujarnya.
Ia membeberkan, dalam surat pernyataan itu Bupati Bogor menandatangani yang isinya, Bismillahirahmanirahim Saya Selaku Calon Bupati Bogor 2018-2023 siap menerima dan menjalankan program yang disiapkan oleh guru madrasah. Dengan ini Saya berjanji siap Mendukung Penguatan Pelaksanaan Pendidikan agama dan Keagamaan Khususnya Pendidikan Islam di Raudhatul Athfal (RA) dan Madrasah melalui pemberian hibah atau bantuan sosial keagamaan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan madrasah, antara lain.
“Pemberian tunjangan daerag bagi guru RW dan Guru Madrasah yang belum bersertifikat.
Kedua, siap mengalokasikan hibah pembangunan RKB dan rehab madrasah.
Ketiga, akan mengingatkan kesejahteraan guru madrasah dibidang akademik berupa kegiatan seminar, workshop dan kegiatan lainnya. Dan keempat, dirinya berjanji akan menyiapkan bantuan sarana dan prasarana pendidikan agama dan keagamaan yang ditandatangani pada 20 Juni 2018 oleh Ade Yasin,” terangnya.
Terpisah, ketua TPP Kabupaten Bogor, Gus Udin menjelaskan, tupoksi dirinya yang hadir dalam pertemuan di kantor Kemenag Kabupaten Bogor itu pihaknya hadir sebagai perwakilan dari Bupati Bogor untuk menyampaikan kebijakan Bupati terhadao madrasah.
“Tahun ini saja 20 Miliar, Rp9 miliar untuk rehab kelas madrasah, dan 11 miliar diperuntukkan bagi insentif guru madrasah,” ungkap Gus Udin.
Ia juga memaparkan, bagi Kelompok Kerja Madrasah (KKM) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI), Mdrasah Tsanawiyah (MTs), hingga Madrasah Aliyah dalam pertemuan itu mengucapkan terimakasih kepada Bupati atas kebijakan tersebut.
“Mereka semua mengucapkan terimakasih atas program Bupati ini.
Kalaupun ada tuntutan dari PGM yang dikabarkan akan gelar demo itu sebenarnya mereka hanya menanyakan realisasi anggaran bulan april keatas,” tambahnya.
Ia menambahkan, dari total yang diajukan Kemenag Kabupaten Bogor dalam program Cerdas dan Bogor Berkeadaban itu diajukan dana yang dibutuhkan sebesar Rp31 miliar.
Yang mana, 11 miliar bagi Diniyah, kemudian Rp9 miliar nya untuk rehabilitasi kelas ada 100 ruang kelas belajar (RKB) perpaketnya 90 juta, dan 9 miliar lainnya untuk insentif melalui Biaya Operasional Sekolah Daerah (BOSDa).
“Sebenarnya yang dibutuhkan Rp31 miliar bukan hanya 20 miliar saja untuk madrasah saja. Karena Diniyah itu kan lembaga non formal ya, dan kalau total 37 miliar sesuai dalam famplet program Bogor Cerdas dan Bogor Berkeadaban itu diperuntukkan bagi Ponpes dan insentif guru,”
Untuk penyusunannya bagaimana, lanjut Gus Udin, dari KKM yang mengusulkan kepada Kemenag Kabupaten Bogor termasuk ormas-ormas islam.
“Jadi dalam penyusunan itu juga sekolah-sekolah dilibatkan dan diajukan melalui simral sesuai juklak dan juknis yang ada di Kemenag,” tandasnya.(T Abd)
BANDUNG – Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat, Cucu Sugyati mengapresiasi sikap Bank BJB dalam upaya menyejahterakan guru di Jawa Barat, pada program BJB Cinta Guru.
Menurutnya, apa yang dilakukan BJB adalah salah satu bentuk nyata kepedulian Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tersebut dalam bidang pendidikan. Dia berharap, BJB dapat terus berinovasi dalam program-program lain, untuk membangun pendidikan di Jawa Barat menjadi lebih baik.
“Kami mengapresiasi langkah Bank BJB dalam ikut menyejahterakan guru dan wujud kepedulian BJB kepada guru di Jawa Barat, yang diimplementasikan pada program BJB Cinta Guru. Ini merupakan langkah nyata BJB dalam memerhatikan pendidikan di Jawa Barat.
Kami berharap BJB agar terus melakukan inovasi,” ujar Cucu.
Cucu melanjutkan, pihaknya berharap BJB juga mampu menciptakan program-program lain untuk membangun Provinsi Jawa Barat, khususnya dalam menyejahterakan rakyat.
“Kami berharap, Bank BJB terus mempunyai andil besar dalam keikutsertaannya membangun Provinsi Jawa Barat dan ikut andil dalam menyejahterakan masyarakat Jawa Barat,” pungkasnya. (*/Hend)
SUKOHARJO – Sebagai langkah untuk mencegah terjadinya kasus bullying, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sukoharjo, Jawa Tengah, meminta para guru untuk menekankan pendidikan karakter pada siswa. Di sisi lain, kepala sekolah juga harus aktif dalam melakukan pemantauan sistem pendidikan.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sukoharjo Darno, mengatakan pihak sekolah diminta untuk lebih mengedepankan penanaman pendidikan karakter. Selain itu juga mengajarkan budi pekerti pada siswa dengan langsung memberikan contoh nyata, karena dinilai bisa memberikan pengaruh besar perkembangan siswa.
“Bentuk yang paling sederhana yang sudah diterapkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sukoharjo di semua sekolah, yakni mewajibkan guru menyambut kedatangan siswa sebelum masuk belajar di kelas,” kata Darno seperti dilansir Krjogja, Minggu 16 Februari 2020.
Darno menjelaskan, di masing masing sekolah sudah menerapkan sistem piket terhadap guru untuk berdiri di depan gerbang sekolah menyambut kedatangan siswa. Para siswa yang datang kemudian memberikan salam dan penghormatan pada guru.
Program tersebut diharapkan mampu mendeteksi apabila terjadi masalah pada siswa. Selain itu juga antisipasi apabila ada bullying di sekolah terhadap siswa.Pemantauan juga dilakukan sekolah dengan melihat perkembangan media sosial dan aktif melakukan komunikasi antara guru dengan siswa. Kepala sekolah juga memiliki peran penting dengan bertanggungjawab menjaga sistem program pendidikan yang sudah disusun berjalan lancar.
“Termasuk kepala sekolah juga wajib menanamkan pendidikan karakter dan mengajarkan budi pekerti pada siswa. Hal sepele dengan datang pagi dan menyambut kedatangan siswa sebelum masuk kelas,” lanjutnya.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sukoharjo sampai sekarang belum menemukan kasus bullying di sekolah. Meski demikian, pihak sekolah diminta wajib memantau dan memberikan laporan perkembangan sistem pendidikan mereka ke dinas.
“Baik sebelum, selama dan sesudah kegiatan belajar mengajar guru harus aktif memantau siswa. Hal sama juga ditekankan pada siswa apabila menemui masalah maka segera melaporkanya ke guru,” tandasnya.(*/D Tom)
BANDUNG – Kasus pemukulan oleh oknum guru pada muridnya di SMA 12 Kota Bekasi memancing reaksi dari kalangan legislatif di DPRD Jabar. Akibatnya Dinas Pendidikan Provinsi Jabar segera diminta lakukan pembinaan mental pada semua tenaga pendidik.
“Moral juga harus dibina tetapi tidak hanya kepada guru saja, seluruh SDM yang berkaitan dengan dunia pendidikan harus juga diberi pembinaan. Itu pun berlaku juga untuk lembaga pendidikan dari swasta, jadi tidak hanya negeri,” kata Anggota Komisi V DPRD Jabar, Johan Jauhari Anwari di ruang kerjanya pada Minggu 16 Februari 2020.
Menurut Johan semua tingkatan jabatan di dunia pendidikan di Jabar ini harus segera diintensifkan pembinaannya.
“Baik dari guru, petugas administrasi bahkan hingga kepala sekolahnya. Jangan sampai kejadian di Bekasi terulang,” katanya.
Oknum guru pada kasus pemukulan tersebut lanjut Johan sudah melenceng dari sistem pendidikan di Indonesia yang sudah lama terjaga.
“Itu sudah keluar dari SOP yang ada, sekarang ini kan justru yang dimunculkan seharusnya pendidikan berkarakter. Maka hal itu tidak dibenarkan,” katanya.
Antisipasi ke depan lanjut Johan, Disdik Jabar yang kini menaungi SMA, SMK maupun SLB harus mulai serius menjalankan pembinaan ini. Bahkan jika bisa ada SOP khusus bagaimana cara memperlakukan murid-murid di sekolah dengan benar.”Miris sekali jika hal ini nantinya terulang lagi, maka saya minta dengan sangat Disdik Jabar segera bertindak. Langkah-langkah strategis pembinaan pun harus dibuat dengan seksama, sekarang sudah bukan zamannya memukul siswa,” kata politikus PKB tersebut.
Seperti diketahui kasus pemukulan tersebut terekam di video yang kemudian tersebar luas. Kejadian tindak kekerasan tersebut terjadi di SMA 12 Kota Bekasi di Jalan I Gusti Ngurah Rai pada Selasa 11 Februari 2020 lalu.
Kejadian tersebut dipicu oleh terlambatnya ratusan siswa ke sekolah. Keterlambatan tersebut dikarenakan ditutupnya akses masuk ke sekolah tersebut dari arah tempat parkir sekolah. Akibatnya para siswa harus berjalan kaki berputar ke pintu gerbang sekolah di Kota Bekasi tersebut.
Hanya saja oknum guru yang diketahui berinisial I kemudian mengarahkan para siswa untuk berkumpul di lapangan upacara sekolah. Di tempat tersebut terjadilah tindak pemukulan kepada dua orang siswa kelas 12 berinisial A dan R.(*/Hend)
JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencatat baru ada 136 ribu sekolah yang sudah lolos verifikasi untuk mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Sedangkan 120 ribu sekolah belum dapat menerima dana BOS karena belum memenuhi ketentuan.
“Sampai sekarang sekolah yang terverifikasi dengan semua syarat yang bisa dipenuhi untuk mentransfer anggaran dana BOS baru sekitar 136 ribu. Berarti sisanya sekitar 120 ribuan sekolah masih belum terverifikasi,” Plt Kepala Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud, Ade Erlangga Masdiana di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (15/2/2020).
Erlangga menjelaskan sekolah penerima dana BOS harus melakukan memperbarui Data Pokok Pendidikan alias Dapodik secara berkala. Verifikasi data tersebut, menurut Erlangga, dimaksudkan untuk mendapatkan data sekolah secara akurat sehingga dana bantuan dari pemerintah dapat dimanfaatkan secara tepat guna.
“Mereka harus terverifikasi di data dapodik. Untuk transfer segala macem mereka juga harus punya rekening. Dan data dapodik juga harus di update terus, setiap tahun harus di update.
Misal siswanya, gurunya dan berbagai hal yang terkait sarana dan prasarana. Harus ada updating Dapodik,” jelasnya
“Ini terkait dengan peluncuran dana bos dan DAK yang bersifat fisik. Supaya dana DAK ini bisa ditransfer secara cepat, tentu kita kan harus dibantu dengan data yang akurat,” imbuh Erlangga.
Sesuai Peraturan Mendikbud Nomor 8 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis BOS, syarat bagi sekolah penerima BOS yakni mengisi dan melakukan pemutakhiran Dapodik
sesuai dengan kondisi riil di Sekolah sampai dengan batas waktu yang ditetapkan setiap tahun dan memiliki nomor pokok sekolah nasional yang terdata pada Dapodik.
Selain itu sekolah harus memiliki izin operasional yang berlaku bagi Sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat yang terdata pada Dapodik. Selanjutnta emiliki jumlah Peserta Didik paling sedikit 60 (enam puluh) Peserta Didik selama 3 (tiga) tahun terakhir. (*/Ind)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro