JAKARTA – Rencana pemerintah membuka kembali kegiatan pembelajaran sekolah masih belum mendapatkan kepastian. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) juga belum mengeluarkan keputusan terkait kapan pelaksanaan awal tahun ajaran baru dimulai.
Menanggapi hal itu, Pengamat pendidikan Doni Koesoema menilai tak masalah bila pelaksanaan awal tahun ajaran baru sekolah itu dimulai Juli mendatang. Namun dengan syarat, jika pemerintah sudah memastikan kasus penularan Covid-19 di daerah-daerah sudah melandai dan aman.
“Sejauh daerah sudah melandai dan aman, para siswa baru bisa masuk sekolah. Melandai dan aman artinya ada 10 persen populasi di daerah sudah dites dan tidak ditemukan positif corona,” kata Doni , Selasa (26/5/2020).
Direktur Pendidikan Karakter Education Consulting itu memahami ada beberapa kabupaten/kota yang mengklaim sebagai wilayah zona hijau atau belum ada temuan kasus Covid-19. Namun, menurut dia, bukan berarti daerah tersebut bebas dari penularan virus Corona.
“Yang ada adalah belum dites, sehingga tidak tahu siapa yang terkena. Kalau uji tes populasi sudah minimal 10 persen dan aman, anak-anak boleh sekolah,” ujarnya.
Bila syarat ini tidak terpenuhi, Doni meyakini pembukaan kegiatan belajar di sekolah justru membahayakan para siswa, guru, dan orang tua. Bahkan, penyebaran virus berpotensi akan semakin cepat.
Bagi daerah yang belum aman, ia menyarankan agar dinas pendidikan setempat mengeluarkan surat edaran terbaru tentang pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan metode belajar online alias daring. Namun, metode itu harus disesuaikan dengan kondisi daerah dan dukungan jaringan internet.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menampik terkait kabar bahwa Kemendikbud akan membuka sekolah pada awal tahun ajaran baru di Juli.
“Kami tidak pernah mengeluarkan pernyataan kepastian. Karena memang keputusannya bukan di kami. Keputusan kapan, dengan format apa, dan seperti apa, karena ini melibatkan faktor kesehatan, bukan hanya pendidikan, itu masih di Gugus Tugas,” jelas Nadiem.
Hingga saat ini, pihaknya belum bisa memastikan terkait keputusan pembukaan awal tahun ajaran baru sekolah. Berdasar kalender pendidikan, Tahun Ajaran 2020/2021 akan dimulai pada 13 Juli 2020.(*/Ind)
JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, menampik pernyataan pembukaan sekolah merupakan keputusan sepihak Kemendikbud RI.
Sebaliknya, dia mengatakan, keputusan membuka kembali kegiatan belajar mengajar (KBM), merupakan pertimbangan Gugus Tugas Covid-19.
“Harus diketahui bahwa Kemendikbud sudah siap dengan semua skenario. Kami sudah ada berbagai macam. Tapi tentunya keputusan itu ada di dalam Gugus Tugas, bukan Kemendikbud sendiri.
Jadi, kami yang akan mengeksekusi dan mengoordinasikan,” ujar Nadiem seperti dikutip dari pernyataan resmi Kemendikbud, Sabtu (23/5).
Nadiem menegaskan, pernyataan tersebut juga telah disampaikan secara langsung dalam telekonferensi dengan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Rabu lalu.
Ia menegaskan, kabar pembukaan sekolah yang akan dilakukan pada awal tahun ajaran baru di bulan Juli 2020, merupakan rumor yang tidak benar. “Kami tidak pernah mengeluarkan pernyataan kepastian, karena memang keputusannya bukan di kami. Jadi mohon stakeholders atau media yang menyebut itu, itu tidak benar,” tegas Nadiem.
Dia melanjutkan, di berbagai negara, awal ajaran baru memang relatif tetap. Namun demikian, penyesuaian metode tetap akan disesuaikan dengan kondisi dan status kesehatan masyarakat di masing-masing wilayah.
“Kemendikbud menilai saat ini tidak diperlukan adanya perubahan tahun ajaran maupun tahun akademik. Tetapi metode belajarnya apakah belajar dari rumah atau di sekolah akan berdasarkan pertimbangan gugus tugas,”jelasnya.(*/Ind)
JAKARTA – Anggota Komisi X (Pendidikan) DPR RI Andreas Hugo Pareira meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menunggu rekomendasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 terkait pembukaan tahun ajaran baru. Rekomendasi penting agar kembali ke sekolah tidak menjadi risiko bagi lingkungan.
“Kita tunggu rekomendasi dari Gugus Tugas Nasional. Ini penting supaya tidak setiap orang/tiap pejabat bicara soal selera dan kepentingannya, tapi kita tunggu otoritas yang diberikan kewenangan saat pandemi ini untuk merekomendasikan,” kata Andreas , Kamis (21/5).
Andreas memaparkan, dalam rapat kerja Komisi X dengan Kemdikbud, masalah tahun ajaran baru ini telah dipertamyakan kepada Mendikbud Nadiem Makarim. Mendikbud pun meberikan jawaban bahwa Kemdikbud juga sedang membicarakan, mendiskusikan dengan para ahli dan konsultasi dengan Gugus Tugas Nasional Covid 19.
Namun sampai saat ini belum diputuskan, masih menunggu perkembangan dalam beberapa waktu ke depan. “Pertimbangan tahun ajaran baru dalam situasi pandemi ini memang tidak hanya menyangkut variabel pendidikan tetapi terutama juga harus memperhatikan variabel kesehatan,” kata Andreas.
Sampai saat inipun pemerintah, dalam hal ini Gugus Tugas Nasional Covid-19 belum secara resmi mengumumkan akhir dari situasi wabah dan kembali ke kehidupan normal. Maka Kemdikbud sebagai penanggung jawab utama Pendidikan nasional perlu menyiapkan skenario agenda tahun ajaran baru.
Andreas memaparkan, terdapat sejumlah skenario. Pertama skenario optimis yang artinya wabah ini akan meredah di bulan Mei, sehingga Kalau Juni berakhir, maka Juli 2020 bisa dimulai tahun ajaran baru 2020-21.
Sedangkan skenario pesimis, wabah ini mereda sekitar September-Oktober 2020, dan berakhir Desember. Sehingga tahun ajaran baru dimulai Januari 2021. Artinya, ini kembali seperti aebelum 1979 ketika tahun ajaran dimulai pada Seatiap Januari.
“Dua skenario ini tingkat kemungkinan pelaksanaannya, tergantung pada tingkat kepatuhan dan disiplin warga bangsa ini mematuhi protokol Covid-19,” tuntasnya.(*/Ind)
JAKARTA – Kehidupan yang terjadi di masa pandemi Covid-19 menjadi dasar bahwa kehadiran sosok guru di depan kelas sangat penting dalam penanaman karakter.
Selain itu, kerja sama antara guru dan orang tua, pemerintah dan pemerintah daerah sangat penting agar Indonesia dapat keluar dari kesulitan dan bangkit menuju kejayaan.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Unifah Rosyidi menuturkan, PGRI terus berkomitmen untuk terus mengawal transformasi kehidupan new normal pendidikan pascacovid-19.
Refleksi dari pandemi Covid-19 bahwa peran guru tetap tidak akan tergantikan oleh teknologi, terutama dalam menanamkan pendidikan karakter. Namun guru yang tidak mengakrabkan diri dengan teknologi akan mudah tergantikan.
“Refleksi Covid-19 bahwa pemerintah harus lebih memperhatikan pembangunan dan perluasan infrastruktur listrik dan teknologi internet yang menjangkau seluruh pelosok nusantara. Selain itu, diharapkan pemerintah memaksimalkan peran PGRI sebagai Organisasi Profesi dan peran Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam meningkatkan kompetensi para pendidik di seluruh tanah air,” kata Unifah dalam Webinar peringatan hari Kebangkitan Nasional, di Jakarta 20 Mei 2020.
Menurut dia, PB PGRI akan mengadakan inagurasi Webinar dan Lokakarya Daring Berseri bekerjasama dengan Mahir Academy Rumah Perubahan. PGRI sebagai organisasi profesi akan terus berkomitmen meningkatkan kompetensi para pendidik melalui berbagai kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan.
“Webinar dan lokakarya daring berseri ini diikuti 15.516 peserta terdiri dari guru/dosen/mahasiswa. Rangkaian webinar yang telah berlangsung sejak tanggal 2 Mei ini, telah tayang melalui channel Youtube @PB PGRI dan ditonton lebih dari 400.000 viewers.
Dengan puluhan ribu peserta dan waktu pelaksanaan selama dua pekan, menjadikan webinar dan lokakarya daring berseri PB PGRI ini sebagai pelopor webinar berseri terbesar di tanah air bahkan di dunia,” ujarnya.
PGRI menjadikan kegiatan webinar ini sebagai momentum bangkit melawan Covid-19, bangkit melawan ketidaksiapan dan kemampuan sumber daya manusia dalam memanfaatkan teknologi.
Unifah menegaskan, kegiatan ini menjadi momentum untuk terus meningkatkan mental spiritual agar mampu terus bertahan dan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi dalam situasi pandemi Covid-19.(*/Ind)
JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan, Kemendikbud belum bisa memastikan kapan secara pasti siswa bisa kembali belajar di sekolah.
Untuk itu, Nadiem meminta masyarakat tidak mudah percaya dengan kabar-kabar bahwa sekolah akan kembali dibuka pada awal tahun 2021.
“Mengenai isu pembukaan sekolah kembali, kami memang sudah menyiapkan beberapa skenario, namun hal itu menjadi diskusi pada pakar-pakar dan keputusannya masih dalam pembahasan Gugus Tugas (Percepatan Penanganan Covid-19),” ujar Nadiem dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR, di Jakarta, Rabu (20/5/2020).
Nadiem mengungkapkan, Kemendikbud terus berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 terkait proses belajar-mengajar di sekolah. Untuk itu pihaknya meminta agar masyarakat tidak mudah percaya dengan isu yang menyebutkan bahwa sekolah kembali dibuka pada awal tahun 2021.
“Jadi saya tidak bisa memberikan pernyataan apa-apa, karena keputusannya ada pada Gugus Tugas,” katanya.
Nadiem menambahkan, pandemi Covid-19 memang berdampak pada dunia pendidikan karena seluruh negara di dunia menyelenggarakan pembelajaran dari rumah.
Meski mengalami “penurunan” pada saat ini, Nadiem yakin usai pandemi Covid-19 terdapat sejumlah perubahan-perubahan baru di dunia pendidikan, mulai dari teknologi hingga pola pikir.
Dalam kesempatan itu, Nadiem juga mengatakan pihaknya akan memasukkan proses pendidikan pada saat pandemi Covid-19 itu ke dalam cetak biru pendidikan. Anggota Komisi X DPR Rano Karno meminta agar Nadiem memberikan gambaran mengenai penerapan Merdeka Belajar pada saat kondisi krisis karena pandemi Covid-19.
Rapat dengar pendapat dengan Mendikbud tersebut membahas mengenai pemotongan anggaran Kemendikbud sebesar Rp4,9 triliun untuk penanganan Covid-19. Dalam rapat itu, fraksi-fraksi yang ada di Komisi X DPR menyetujui perubahan anggaran Kemendikbud tersebut yang sebelumnya berjumlah Rp75,7 triliun menjadi Rp70,7 triliun.(*/Ind)
GARUT – Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia (APSI) Kabupaten Garut mencatat, banyak guru honorer di Garut tidak terdata sebagai penerima bantuan pemerintah yang dialokasikan dari APBD setempat karena tidak masuk dalam daftar pokok pendidikan (Dapodik).
“Akibat syarat yang ditentukan itu, banyak guru honorer yang tidak masuk Dapodik tidak mendapat bantuan,” kata Ketua APSI Kabupaten Garut Sony MS kepada wartawan di Garut, Rabu (20/5/2020).
Ia menuturkan Pemkab Garut mengalokasikan anggaran untuk membantu meringankan beban kebutuhan hidup para guru honorer yang terdampak COVID-19.
Namun anggaran itu, kata dia, tidak bisa diserap oleh semua guru honorer, Pemkab Garut menentukan syarat bagi guru honorer yang sudah masuk dalam Dapodik dan tidak menerima sertifikasi.
“Para guru honorer banyak juga yang belum dikasih honor selama pandemi ini, terus sekarang tidak mendapat bantuan,” katanya.
Ia menyampaikan selama ini honor guru honorer di Garut dibebankan anggarannya dari dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang sudah dua bulan belum cair dari pemerintah.
Selama menunggu honor dari BOS itu, katanya, para guru harus berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Untuk itu berharap ada perhatian dari pemerintah. “Kebutuhan sehari-hari kan terus jalan, tapi upah tidak dapat, sekarang juga bantuan tidak ada,” katanya.
Ia berharap adanya perhatian dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Garut untuk membantu guru honorer yang tidak masuk dalam daftar bantuan pemerintah daerah. “Jadi Baznas harus turun membantu mereka,” katanya.
Sebelumnya, Pemkab Garut mengalokasikan anggaran sebesar Rp8 miliar untuk membantu para guru honorer tingkat SD dan SMP di Garut yang terdampak COVID-19. (*/Dang)
JAKARTA – Wacana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan beberapa pemerintah daerah, seperti DKI Jakarta, untuk membuka kembali sekolah di zona hijau virus corona, pada pertengahan Juli 2020 mesti diperhitungkan matang. Jangan sampai pelaksanaannya terkesan terburu-buru sehingga akhirnya mengorbankan guru dan murid.
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia Satriwan Salim mengatakan, koordinasi dan komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah masih buruk saat ini. Ini misalnya terlihat dengan pendataan bansos yang belum sinkron sehingga menimbulkan kekacauan penyalurannya di lapangan.
Begitu juga terkait data penyebaran Covid-19 di wilayah tertentu yang masih belum sama antara pusat dan daerah. “Jangan sampai nanti setelah suatu wilayah ditetapkan sebagai zona hijau, artinya terbebas dari penyebaran Covid-19, tahu-tahu ada korban positif di wilayah tersebut,” katanya, Minggu 17 Mei 2020.
Pemerintah pusat mesti memperbaiki koordinasi, komunikasi, dan pendataannya. Dalam hal ini antara Kemenko PMK, Kemenkes, Kemdikbud, Gugus Tugas Covid-19 BNPB, dengan Pemda.
“Apakah di satu wilayah benar-benar sudah aman dari sebaran virus corona? Jangan sampai karena buruknya pendataan, setelah masuk sekolah Juli nanti, justru siswa dan guru jadi korban terkena virus corona. Risikonya terlalu besar,” tuturnya.
Ia mengatakan, FSGI berpandangan agar Juli 2020 sebaiknya tetap dijadikan sebagai awal tahun ajaran baru dengan pembelajaran yang dilaksanakan dari rumah, baik daring maupun luring. Pemerintah tetap harus melakukan perbaikan layanan, kompetensi guru dalam mengelola pembelajaran, dan akses internet.
“Ini dirasa lebih aman dan nyaman, baik bagi guru maupun orang tua siswa. Ketimbang memaksakan masuk sekolah biasa, tanpa perhitungan dan pendataan yang baik,” tuturnya.
Menurut Satriwan, pembelajaran jarak jauh bisa menjadi opsi terbaik sampai satu semester ke depan, atau setidaknya sampai pertengahan semester. Sampai kurva Covid-19 betul-betul melandai, dengan mempertimbangkan masukan dari para ahli kesehatan pastinya.
Ia menambahkan, tidak kalah penting adalah Kemdikbud dan Kemenag yang harus segera mempersiapkan pedoman Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS) atau dulu dikenal dengan Masa Orientasi Siswa (MOS) tahun ajaran baru 2020/2021. “Yang pasti format PLS tahun 2020 ini akan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, baik dengan skema daring maupun luring,” tuturnya.
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merencanakan tahun ajaran baru dimulai pada Juli. Tetapi, rencana itu masih mempertimbangkan kondisi dinamis dari dampak pandemi.
“Yang kami tahu, pada saat ini diperkirakan Juli (tahun ajaran baru) sudah oke ya. Tapi, siapa yang bisa memprediksi covid-19 ini bisa oke atau tidak? Karena kemudian kalau kita lihat kasus Spanish Flu, misalnya. Atau yang terjadi di Korsel yang mungkin sudah aman dan membuka aktivitasnya, ternyata ada gelombang kedua,” kata Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Iwan Syahril.
Ia juga menyinggung tentang perbedaan setiap daerah di tengah pandemi virus corona. Menurutnya, perbedaan itu seharusnya berpengaruh kepada pola kegiatan belajar mengajar di sekolah.
“Saya juga dapat cerita-cerita tentang beberapa daerah masih seperti biasa saja, tidak ribet seperti Jakarta yang sudah PSBB. Mereka tidak terkena covid, kenapa harus ikut-ikutan polanya tutup dan lain-lain? Kan sayang sebenarnya bisa melaksanakan belajar mengajar dengan baik,” tukasnya.(*/Ind)
JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berencana akan membuka kembali aktivitas belajar mengajar di sekolah mulai Juli 2020 mendatang. Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian mengingatkan Kemendikbud untuk berhati-hati menerapkan kebijakan tersebut.
“Saya kira Kemendikbud harus benar-benar berhati-hati menerapkan kebijakan ini,” kata Hetifah , Minggu(17/5).
Dia mengatakan, saat ini virus telah terdeteksi di seluruh provinsi di Indonesia. Namun, dia berharap, dalam waktu dua bulan ini pandemi sudah selesai.
“Namun harus kita lihat perkembangan dua bulan kedepan. Dikhawatirkan adanya Idul Fitri dan masih adanya orang-orang yang memaksakan mudik, membuat kasus di daerah menjadi lebih tinggi,” ujarnya.
Politikus Partai Golkar itu mengatakan, DPR menyarankan sejumlah opsi terkait rencana pemerintah membuka kembali aktifitas di sekolah.
Menurutnya, dibukanya sekolah tidak harus bersamaan waktunya di seluruh daerah.
“Tidak harus seragam atau bersamaan waktunya, bisa mengikuti saran dan keputusan Satgas Covid di tiap daerah,” tuturnya.
Skenario lain, imbuhnya, kalaupun Juli tetap akan dibuka, maka yang dipastikan sekolah yang dibuka hanya di daerah yang dipastikan zona hijau dan aman dari covid-19.(*/Ind)
JAKARTA – Direktur Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Muhammad Hasbi mengatakan, dalam survei yang dilakukan pihaknya masih ada guru yang menggunakan lembar kerja siswa (LKS) untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ) PAUD.
Padahal, metode menggunakan LKS ini tidak tepat untuk siswa PAUD.
“Masih ada guru dan orang tua yang menggunakan LKS, yang kita sama-sama tahu bahwa metode ini akan memaksa anak belajar secara skolastik,” kata Hasbi, dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (16/5/2020).
Belajar dengan cara skolastik, kata Hasbi dapat berbahaya bagi pembelajaran anak di masa depan. Sebab, apabila terlalu dipaksa, akan menghilangkan potensi kecakapan akademiknya di masa yang akan datang.
Mestinya, pembelajaran di rumah untuk siswa PAUD lebih menekankan kepada kegiatan bermain sambil belajar. Oleh karena itu, penting untuk memberikan pembinaan kepada guru PAUD dan orang tua di daerah-daerah agar siswa PAUD bisa belajar dengan baik.
Kemendikbud sudah memiliki portal Rumah Belajar yang menyediakan konten-konten pendidikan mulai dari PAUD hingga jenjang menengah atas. Sebenarnya, guru PAUD bisa menggunakan bahan yang ada dalam portal tersebut untuk membantu siswa PAUD belajar di rumah.
“Faktanya, hanya 13,2 persen dari mereka yang melalui pembelajaran melalui metode daring (sejenis portal Rumah Belajar). Lebih banyak melaksanakan pembelajaran dengan memberikan penugasan kepada orang tua melalui mekanisme SMS/telepon/WA,” kata Hasbi.
Di dalam survei yang dilakukan Kemendikbud, ditemukan juga sejumlah hambatan pembelajaran daring. Beberapa hambatan yang cukup tinggi persentasenya adalah keterbatasan APE(alat permainan edukatif)/belajar online, keterbatasan biaya, dan kurangnya kemampuan orang tua yang tidak disiapkan untuk menjadi pendidik di rumah.
Terkait hal ini, Hasbi mengatakan, pihaknya menyiapkan pembelajaran baik untuk guru dan orang tua. Ia menjelaskan, Kemendikbud melakukan pemetaan konten untuk orang tua, kemudian melakukan kurasi konten, dan mengembangkan konten yang sudah disesuaikan. Akhirnya, Kemendikbud memfasilitasi orang tua untuk mengikuti webinar.
Tidak hanya itu saja, Kemendikbud juga memberikan fasilitas kepada guru PAUD. Ia menjelaskan, pihaknya memiliki empat strategi yang dikembangkan. Pertama adalah melalui jejaring UPT di daerah agar terus melaksanakan seminar online.
“Agar mampu meningkatkan kompetensi guru PAUD untuk melaksanakan pembelajaran digital,” kata Hasbi.
Selain itu, Kemendikbud juga memikirkan bagaimana memberikan pembinaan kepada guru PAUD yang tidak memiliki jaringan. Bagi guru yang kesulitan jaringan, maka materi akan dimasukkan ke akun Youtube dan dikirimkan melalui Whatsapp.
“Kedua adalah, peserta yang sudah dilatih, diharapkan bisa menyebarkan kepada guru PAUD yang lain melalui gugus PAUD,” kata Hasbi menjelaskan.
Kemendikbud juga memfasilitasi guru PAUD melalui bimtek daring. Ia berencana menjangkau seluruh tenaga PAUD di Indonesia caranya melalui bimtek daring berjenjang. Pelaksanaannya akan melibatkan 29 UPT dan organisasi-organisasi mitra PAUD.
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Uhamka, Desvian Bandarsyah mengatakan, saat ini Indonesia harus bersiap dengan pendidikan daring. Bukan hanya saat pandemi Covid-19 namun juga di masa depan setelah wabah yang menyerang dunia ini selesai.
“Kita perlu mengarah pada tren pendidikan yang mengarah ke masa depan, tapi dengan teguh juga perlu menjejakkan kakinya pada nilai dan cita-cita tradisionalnya. Menjadikan manusia Indonesia seutuhnya dengan akhlak utama,” kata Desvian.(*/Ind)
JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuka pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2020/2021 mulai 15 Juni hingga 9 Juli 2020. PPDB kemungkinan akan dilakukan secara daring (online) mengingat pandemi Covid-19 yang belum berakhir.
Baca Juga
Pemerintah Siapkan Lahan Pertanian Antisipasi Krisis Pangan Hari ini, Pasien Sembuh dari Corona Catatkan Rekor Terbanyak Tiga Pasien Sembuh, Majalengka Nihil Kasus Covid-19
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Nahdiana mengungkapkan hal tersebut dalam rapat virtual bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria pada Senin (11/5) yang diunggah di akun situs berbagi video milik Pemprov DKI Jakarta, Jumat (15/5/2020).
Dengan mekanisme kebijakan PPBD di rumah ini, peserta atau calon peserta didik dapat melihat mulai dari teknis pendaftaran dan daya tampung secara daring. Lalu mendaftarkan diri secara daring.
“Dilakukan verifikasi oleh operator atau panitia PPDB dan melihat hasil seleksi serta melakukan lapor diri juga secara daring,” katanya.
Bagi calon peserta didik yang tidak bisa melakukan pendaftaran secara daring, pihaknya telah menyiapkan layanan bantuan (help desk), baik melalui posko-posko yang ada di sekolah atau yang ada di suku dinas. “Dengan memperhatikan protokol kesehatan saat ini dalam kondisi pandemi. Lalu di nomor telepon, baik secara langsung maupun WhatsApp dan media-media sosial,” ujarnya.
Nahdiah menyebutkan, PPDB tahun ini ada empat jalur penerimaan, seperti tahun sebelumnya. Keempat jalur itu ialah zonasi, afirmasi, prestasi dan perpindahan orang tua atau anak guru. Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga sudah merencanakan hari pertama sekolah pada 13 Juli, jika memang wabah virus corona (COVID-19) sudah berakhir atau mereda.
“Lalu persiapan masa perkenalan lingkungan sekolah yang direncanakan 11 Juli. Hari pertama sekolah dengan mempertimbangkan kebijakan baik dari pusat ataupun daerah yang kami siapkan di 13 Juli 2020,” katanya.
Adapun tahapan PPDB 2020/2021:
1. Sosialisasi Internal: 14 Mei-18 Mei 2020
2. Sosialisasi Eksternal: 18 Mei-20 Mei 2020
3. Pra-pendaftaran: 11 Juni-14 Juni 2020
4. Pendaftaran Online: 15 Juni-9 Juli 2020
5. Masa Perkenalan Lingkungan Sekolah: 11 Juli
6. Hari Pertama Sekolah: 13 Juli 2020.(*/Ind)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro