DEPOK – Pemerintah Kota (Pemkot) Depok memperpanjang lagi masa belajar di rumah bagi siswa pendidikan anak usia dini sampai sekolah menengah atas (SMA) hingga 18 Juni 2020. Berdasarkan Surat Edaran Wali Kota Depok, perpanjangan masa belajar di rumah untuk mencegah penularan Covid-19.
“Masa belajar di rumah diperpanjang lagi sampai dengan 18 Juni 2020 karena keadaan belum kondusif untuk siswa belajar di sekolah,” kata Wali Kota Depok Mohammad Idris, Sabtu (30/5/2020).
Pemkot semula memberlakukan kebijakan belajar di rumah bagi siswa selama 16 sampai 28 Maret 2020. Lalu memperpanjang penerapannya hingga 11 April. Setelah itu, masa belajar diperpanjang hingga 30 April dan kini diperpanjang lagi hingga 18 Juni.
Wali Kota Depok menginstruksikan Dinas Pendidikan Kota Depok membenahi sistem pembelajaran jarak jauh dan mengimbau orang tua mendampingi anak-anak belajar di rumah. “Saya ingatkan tidak ada siswa-siswi di Kota Depok berada di luar rumah dalam masa sekarang ini,” kata Idris.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok Mohamad Thamrin mengatakan bahw amekanisme pembelajaran dari rumah secara dalam jaringan (daring) dan luar jaringan (luring) akan dijalankan lagi hingga 18 Juni 2020.
Thamrin mengatakan, selama ini kegiatan belajar daring dilakukan menggunakan aplikasi seperti Rumah Belajar, Google G Suite for Education, dan Kelas Pintar. Sedangkan kegiatan belajar luring dilakukan dengan mengandalkan buku pelajaran.
“Pemberian tugas secara terstruktur dengan memanfaatkan media sosial grup WhatsApp sekolah atau kelas. Nanti ada semacam laporan yang harus disampaikan kepada sekolah,” jelas Thamrin.(*/Idr)
JAKARTA – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang juga pemerhati pendidikan dan anak Fahira Idris menegaskan apapun skenario pembukaan sekolah tidak akan efektif dan tetap berisiko selama wabah ini belum bisa dikendalikan. Sekolah dan aktivitas belajar mengajar yang dirancang sebagai medium membangun komunikasi tidak akan berjalan efektif jika tetap dipaksa dilakukan di tengah pandemi yang belum terkendali saat ini.
“Untuk pembukaan sekolah, saya sangat memohon kepada semua para pengambil kebijakan untuk benar-benar memikirkan secara matang,” pinta senator asal DKI Jakarta dalam pesan singkatnya, Jumat (29/5).
Fahira juga menegaskan, selama penyebaran virus ini belum bisa kita kendalikan dan suasana belum kondusif dan aman, jangan coba-coba membuka kembali aktivitas belajar di sekolah. Menurutnya, risikonya terlalu besar dan dikhawatirkan membuat kerja keras menanggulangi Covid-19 akan semakin berat.
Selain faktor keamanan dan kondusifitas, faktor psikologis dan kesiapan orang tua dan siswa juga perlu menjadi perhatian sebelum sekolah di buka. “Selama masa penanggulangan Covid-19 yang sudah berlangsung hampir tiga bulan ini hampir semua lapisan masyarakat mengalami dampak ekonomi serius terutama masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Fahira.
Fahira mengatakan, bagi orang tua yang anaknya tahun ini naik jenjang pendidikan dari TK ke SD, atau SD ke SMP dan SMP ke SMA/SMK tentunya harus menyiapkan banyak hal. Namun, kata Fahira, itu tidak mudah dilakukan di tengah pandemi masih berlangsung. Kondisi-kondisi seperti ini tentu berpengaruh kepada faktor psikologis orang tua dan siswa.
Fahira mengatakan, jika pun nanti kondisi sudah benar-benar aman, bagi Fahira, harus ada prakondisi dan jeda waktu bagi orang tua, siswa, guru, dan sekolah untuk bersiap kembali ke sekolah.
Prakondisi ini penting sebagai tahapan pemulihan bagi semuanya agar siap terutama secara ekonomi dan psikologis menjalani kehidupan baru yang tidak sepenuhnya normal (new normal) seperti sebelum pandemi Covid-19 terjadi.
“Selama vaksin belum ditemukan dan didistribusikan secara merata, maka kehidupan kita tidak akan pernah normal kembali seperti sebelum pandemi ini datang,” kata Fahira.
Jadi, sambung Fahira, walaupun nanti kondisi sudah aman karena transmisi virus dapat dikendalikan, sekolah belum bisa langsung dibuka begitu saja. Selain harus menyiapkan berbagai protokol kesehatan yang ketat, semuanya, terlebih anak-anak kita dan sekolah harus diberi waktu untuk mempersiapkan diri memulai kembali aktivitas belajar mengajar.(*/Ind)
TANGERANG – Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah mengatakan, saat ini pihaknya masih menggodok lagi soal persiapan siswa yang akan kembali belajar di sekolah. Hal ini termasuk mempersiapkan skenario untuk penerimaan peserta didik baru (PPDB) menjelang berakhirnya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Kota Tangerang.
“Untuk aturan bagi siswa yang akan kembali bersekolah, kami belum mengeluarkan aturan terkait hal tersebut karena masih menunggu arahan dari pusat,” kata Wali Kota Arief dalam keterangannya, Jumat (29/5/2020).
Arief menuturkan, sistem pembelajarannya akan diatur menyesuaikan dengan protokol kesehatan, seperti fasilitas bangku dan meja serta penataan murid hanya boleh sebanyak 50 persen dari kapasitas yang ada. “Intinya masih akan kita bahas dan simulasikan ke depan seperti apa,” kata Wali Kota Tangerang.
Ia melanjutkan, Pemerintah Kota Tangerang masih terus mempersiapkan sejumlah skenario untuk PPDB menjelang berakhirnya PSBB di Kota Tangerang. Saat ini Pemkot Tangerang melalui Dinas Pendidikan sedang mempersiapkan aturan dan skema untuk memudahkan proses PPDB tahun ajaran 2020/2021.
“Sebentar lagi akan ada penerimaan siswa baru. Kita siapkan seluruhnya secara online,” ujar Wali Kota Tangerang.
Menyinggung hal tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Masyati Yulia menjelaskan bahwa jalur PPDB tahun ini tak jauh berbeda dari tahun sebelumnya. “Masih kita bagi menjadi empat jalur yakni, jalur zonasi, jalur afirmasi, dan perpindahan orang tua. Kemudian, bagi siswa SMP ditambah dengan jalur prestasi,” katanya.
Masyati menjabarkan setiap persentase jalur PPDB sebagai gambaran peta penerimaan siswa. “Presentase untuk jalur zonasi pada tingkat SD sebesar 80 persen, namun untuk tingkat SMP hanya 50 persen. Kemudian, pada jalur afirmasi SD dan SMP sebesar 15 persen, perpindahan orang tua 5 persen, dan jalur prestasi bagi PPDB SMP sebesar 30 persen,” ungkap Masyati.
Melengkapi informasi sebelumnya, untuk penerimaan siswa didik baru, masyarakat Kota Tangerang dapat mengakses laman ppdbmandiri.tangerangkota.go.id atau melalui aplikasi Tangerang LIVE.(*/Idr)
BOGOR – Bupati Bogor Ade Yasin menyatakan bahwa sekolah-sekolah di Kabupaten Bogor akan kembali dibuka menyusul penerapan normal baru atau “new normal” setelah pencabutan masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Ade Yasin mengaku sudah menginstruksikan epada camat agar berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan kaitannya dengan persiapan new normal di sektor pendidikan.
Menurutnya, rombongan belajar (rombel) pada masing-masing sekolah akan diperbanyak untuk menjaga jarak di dalam kelas demi mengantisipasi penularan Virus Corona (Covid-19). Hal ini mengingat keterbatasan jumlah kelas di setiap sekolah.
“Saat menerapkan physical distancing (jaga jarak) maka ruangan kelas otomatis tidak akan mencukupi, jadi harus diubah skemanya. Misalkan, masuk sekolah dua hari-dua hari, atau pagi dan siang,” kata Ade Yasin usai memimpin rapat di kantornya, Cibinong, Kabupaten Bogor, Kamis.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Bogor itu menyebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten Bogor, Jawa Barat tengah menyusun rencana new normal di tengah pandemi Covid-19 jelang berakhirnya PSBB. “New Normal menjadi suatu keniscayaan, mengingat belum ada yang tahu kapan pandemi ini berakhir dan vaksin belum ditemukan. Oleh sebab itu, kita harus mulai mempersiapkan segala sesuatunya,” kata Ade Yasin.
Ia mengatakan, secara umum konsep new normal, yaitu kembali memberikan kelonggaran sosial setelah dilakukan pembatasan pada masa PSBB. Kelonggaran dijalankan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
“Masyarakat harus sadar dan patuh dalam menjalankan pola hidup sehat, memperkuat kekebalan tubuh, juga harus mampu beradaptasi menjadikan protokol kesehatan sebagai rutinitas sehari-hari,” paparnya.(*/T Abd)
BOGOR – Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor tengah merumuskan penerapan belajar di sekolah dengan adanya new normal yang akan segera ditetapkan .
Namun dengan catatan bahwa semua tenaga pendidik harus terbebas dari Covid-19.
Oleh karenanya, pihaknya akan melakukan rapid test kepada seluruh guru dan tenaga pendidik. Hal itu dilakukan untuk menjamin para siswa bisa terbebas dari Covid-19
“Kita masih membahas di lingkup Disdik. Ini juga harus disampaikan dengan Dinkes, harus diskusi dengan gugus tugas juga,” ujarnya , Kamis (28/05/2020).
Fahmi juga mengungkapkan Disdik tengah membuat formulasi tentang skema Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
Selain tetap menganut protokol kesehatan, banyak hal yang harus dimodifikasi. Seperti jumlah siswa yang masuk, jam sekolah, persiapan tenaga pendidik dan kepala sekolah, serta sarana dam prasarananya.
Artinya, sambung Fahmi, dalam satu kelas akan diisi oleh kurang lebih 50 persen dari total siswa perkelas. Bahkan, bisa jadi hanya ada 25 persen dari total yang ada.
“Metode pembelajaran baru juga harus diadaptasikan. Meskipun belajar dengan daring masih tetap diberlakukan. Tapi semua itu, memang tak sesederhana yang dibayangkan,”ungkapnya.(*/Iw)
BANDUNG – Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat sedang menyiapkan skenario normal baru terkait masuk sekolah tahun ajaran baru 2020/2021. Hal itu agar wabah Covid-19 tetap dapat ditekan dengan protokol kesehatan maksimal bagi pelajar SMA/SMK/SLB.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Dewi Kartika, Disdik Jabar akan mengadaptasi protokol kesehatan di sekolah terutama SMA/SMK/ SLB kabupaten/kota yang menjadi urusan Pemerintah Provinsi Jabar. Protokol kesehatan ini akan menjadi pedoman bagi guru, siswa, dan orang tua agar tidak tertular virus.
Disdik Jabar, kata dia, akan mengacu pada data terbaru https://pikobar.jabarprov.go.id/ dalam menentukan SOP di kabupaten/kota dengan zona Covid-19 yang berbeda- beda.
Ike menyatakan, protokol kesehatan di sekolah pada prinsipnya tidak akan jauh berbeda dengan yang sudah ada, yakni jaga jarak (physical distancing) dan pola hidup sehat dan bersih.
Namun pada beberapa poin, ada penyesuaian seperti alat pelindung diri tambahan. Hal yang perlu diwaspadai, menurut dia, interaksi siswa sejak dari rumah, dalam perjalanan ke sekolah, di kelas bersama guru, serta interaksi dengan teman-temannya.
“Kita tidak tahu siswa berinteraksi di rumah dengan siapa saja, terus pergi sekolahnya pakai angkot ketemu siapa saja kita tidak tahu. Ini yang harus diantisipasi,” kata Dewi yang akrab disapa Ike, Rabu (26/5/2020).
Di sisi lain, dia mengatakan, Disdik sebetulnya tidak terlalu khawatir siswa SLTA tertular Covid-19 karena berdasarkan data kelompok usia sekolah paling tahan. Hal yang menjadi atensi, yakni siswa berpotensi menjadi pembawa virus bagi orang sekitar yang berusia lanjut.
Siswa dapat menularkan virus ke guru sepuh, orang tua di rumah, atau “teman” perjalanan saat menggunakan transportasi publik. “Anak-anak SMA itu pada kuat, tapi dia bisa menjadi carrier virus. Ini juga perlu jadi perhatian, “ kata Ike.
Hal lain yang perku diantisipasi, kata Ike, SOP penanganan jika di sekolah ternyata ada yang positif Covid-19. Meskipun protokol kesehatan Covid-19 di SLTA yang menyusun adalah Pemerintah Provinsi Jabar, tetapi yang melaksanakan kabupaten/kota.
“Jika misalnya ada kasus di sekolah, Provinsi tidak mungkin datang langsung ke sekolah, harus dari kabupaten/kota karena sekolahnya ada di daerah,” kata Ike.
Kendati demikian, Disdik Jabar akan membuat keputusan tergantung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang saat ini masih menunggu keputusan Satgas Percepatan Penanggulangan Covid-19. “Pak Menteri Nadiem ancar-ancar semester awal harus mulai di bulan Juli, tetapi pertama kali masuk sekolahnya di tanggal berapa harus nunggu informasi Satgas Covid Pusat,” ujar Ike.
Ike berharap, adaptasi protokol kesehatan di SMA/SMK/SLB ini dapat rampung secepat mungkin agar dapat disosialiasasikan ke kabupaten/kota. “Kementerian Pendidikan sudah ada plan A, plan B, plan C tapi belum sampai ke kita (Disdik). Insyaallah Jum’at ini sudah jelas,”terangnya. (*/Hend)
JAKARTA – Rencana pemerintah membuka kembali kegiatan pembelajaran sekolah masih belum mendapatkan kepastian. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) juga belum mengeluarkan keputusan terkait kapan pelaksanaan awal tahun ajaran baru dimulai.
Menanggapi hal itu, Pengamat pendidikan Doni Koesoema menilai tak masalah bila pelaksanaan awal tahun ajaran baru sekolah itu dimulai Juli mendatang. Namun dengan syarat, jika pemerintah sudah memastikan kasus penularan Covid-19 di daerah-daerah sudah melandai dan aman.
“Sejauh daerah sudah melandai dan aman, para siswa baru bisa masuk sekolah. Melandai dan aman artinya ada 10 persen populasi di daerah sudah dites dan tidak ditemukan positif corona,” kata Doni , Selasa (26/5/2020).
Direktur Pendidikan Karakter Education Consulting itu memahami ada beberapa kabupaten/kota yang mengklaim sebagai wilayah zona hijau atau belum ada temuan kasus Covid-19. Namun, menurut dia, bukan berarti daerah tersebut bebas dari penularan virus Corona.
“Yang ada adalah belum dites, sehingga tidak tahu siapa yang terkena. Kalau uji tes populasi sudah minimal 10 persen dan aman, anak-anak boleh sekolah,” ujarnya.
Bila syarat ini tidak terpenuhi, Doni meyakini pembukaan kegiatan belajar di sekolah justru membahayakan para siswa, guru, dan orang tua. Bahkan, penyebaran virus berpotensi akan semakin cepat.
Bagi daerah yang belum aman, ia menyarankan agar dinas pendidikan setempat mengeluarkan surat edaran terbaru tentang pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan metode belajar online alias daring. Namun, metode itu harus disesuaikan dengan kondisi daerah dan dukungan jaringan internet.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menampik terkait kabar bahwa Kemendikbud akan membuka sekolah pada awal tahun ajaran baru di Juli.
“Kami tidak pernah mengeluarkan pernyataan kepastian. Karena memang keputusannya bukan di kami. Keputusan kapan, dengan format apa, dan seperti apa, karena ini melibatkan faktor kesehatan, bukan hanya pendidikan, itu masih di Gugus Tugas,” jelas Nadiem.
Hingga saat ini, pihaknya belum bisa memastikan terkait keputusan pembukaan awal tahun ajaran baru sekolah. Berdasar kalender pendidikan, Tahun Ajaran 2020/2021 akan dimulai pada 13 Juli 2020.(*/Ind)
JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, menampik pernyataan pembukaan sekolah merupakan keputusan sepihak Kemendikbud RI.
Sebaliknya, dia mengatakan, keputusan membuka kembali kegiatan belajar mengajar (KBM), merupakan pertimbangan Gugus Tugas Covid-19.
“Harus diketahui bahwa Kemendikbud sudah siap dengan semua skenario. Kami sudah ada berbagai macam. Tapi tentunya keputusan itu ada di dalam Gugus Tugas, bukan Kemendikbud sendiri.
Jadi, kami yang akan mengeksekusi dan mengoordinasikan,” ujar Nadiem seperti dikutip dari pernyataan resmi Kemendikbud, Sabtu (23/5).
Nadiem menegaskan, pernyataan tersebut juga telah disampaikan secara langsung dalam telekonferensi dengan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Rabu lalu.
Ia menegaskan, kabar pembukaan sekolah yang akan dilakukan pada awal tahun ajaran baru di bulan Juli 2020, merupakan rumor yang tidak benar. “Kami tidak pernah mengeluarkan pernyataan kepastian, karena memang keputusannya bukan di kami. Jadi mohon stakeholders atau media yang menyebut itu, itu tidak benar,” tegas Nadiem.
Dia melanjutkan, di berbagai negara, awal ajaran baru memang relatif tetap. Namun demikian, penyesuaian metode tetap akan disesuaikan dengan kondisi dan status kesehatan masyarakat di masing-masing wilayah.
“Kemendikbud menilai saat ini tidak diperlukan adanya perubahan tahun ajaran maupun tahun akademik. Tetapi metode belajarnya apakah belajar dari rumah atau di sekolah akan berdasarkan pertimbangan gugus tugas,”jelasnya.(*/Ind)
JAKARTA – Anggota Komisi X (Pendidikan) DPR RI Andreas Hugo Pareira meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menunggu rekomendasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 terkait pembukaan tahun ajaran baru. Rekomendasi penting agar kembali ke sekolah tidak menjadi risiko bagi lingkungan.
“Kita tunggu rekomendasi dari Gugus Tugas Nasional. Ini penting supaya tidak setiap orang/tiap pejabat bicara soal selera dan kepentingannya, tapi kita tunggu otoritas yang diberikan kewenangan saat pandemi ini untuk merekomendasikan,” kata Andreas , Kamis (21/5).
Andreas memaparkan, dalam rapat kerja Komisi X dengan Kemdikbud, masalah tahun ajaran baru ini telah dipertamyakan kepada Mendikbud Nadiem Makarim. Mendikbud pun meberikan jawaban bahwa Kemdikbud juga sedang membicarakan, mendiskusikan dengan para ahli dan konsultasi dengan Gugus Tugas Nasional Covid 19.
Namun sampai saat ini belum diputuskan, masih menunggu perkembangan dalam beberapa waktu ke depan. “Pertimbangan tahun ajaran baru dalam situasi pandemi ini memang tidak hanya menyangkut variabel pendidikan tetapi terutama juga harus memperhatikan variabel kesehatan,” kata Andreas.
Sampai saat inipun pemerintah, dalam hal ini Gugus Tugas Nasional Covid-19 belum secara resmi mengumumkan akhir dari situasi wabah dan kembali ke kehidupan normal. Maka Kemdikbud sebagai penanggung jawab utama Pendidikan nasional perlu menyiapkan skenario agenda tahun ajaran baru.
Andreas memaparkan, terdapat sejumlah skenario. Pertama skenario optimis yang artinya wabah ini akan meredah di bulan Mei, sehingga Kalau Juni berakhir, maka Juli 2020 bisa dimulai tahun ajaran baru 2020-21.
Sedangkan skenario pesimis, wabah ini mereda sekitar September-Oktober 2020, dan berakhir Desember. Sehingga tahun ajaran baru dimulai Januari 2021. Artinya, ini kembali seperti aebelum 1979 ketika tahun ajaran dimulai pada Seatiap Januari.
“Dua skenario ini tingkat kemungkinan pelaksanaannya, tergantung pada tingkat kepatuhan dan disiplin warga bangsa ini mematuhi protokol Covid-19,” tuntasnya.(*/Ind)
JAKARTA – Kehidupan yang terjadi di masa pandemi Covid-19 menjadi dasar bahwa kehadiran sosok guru di depan kelas sangat penting dalam penanaman karakter.
Selain itu, kerja sama antara guru dan orang tua, pemerintah dan pemerintah daerah sangat penting agar Indonesia dapat keluar dari kesulitan dan bangkit menuju kejayaan.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Unifah Rosyidi menuturkan, PGRI terus berkomitmen untuk terus mengawal transformasi kehidupan new normal pendidikan pascacovid-19.
Refleksi dari pandemi Covid-19 bahwa peran guru tetap tidak akan tergantikan oleh teknologi, terutama dalam menanamkan pendidikan karakter. Namun guru yang tidak mengakrabkan diri dengan teknologi akan mudah tergantikan.
“Refleksi Covid-19 bahwa pemerintah harus lebih memperhatikan pembangunan dan perluasan infrastruktur listrik dan teknologi internet yang menjangkau seluruh pelosok nusantara. Selain itu, diharapkan pemerintah memaksimalkan peran PGRI sebagai Organisasi Profesi dan peran Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam meningkatkan kompetensi para pendidik di seluruh tanah air,” kata Unifah dalam Webinar peringatan hari Kebangkitan Nasional, di Jakarta 20 Mei 2020.
Menurut dia, PB PGRI akan mengadakan inagurasi Webinar dan Lokakarya Daring Berseri bekerjasama dengan Mahir Academy Rumah Perubahan. PGRI sebagai organisasi profesi akan terus berkomitmen meningkatkan kompetensi para pendidik melalui berbagai kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan.
“Webinar dan lokakarya daring berseri ini diikuti 15.516 peserta terdiri dari guru/dosen/mahasiswa. Rangkaian webinar yang telah berlangsung sejak tanggal 2 Mei ini, telah tayang melalui channel Youtube @PB PGRI dan ditonton lebih dari 400.000 viewers.
Dengan puluhan ribu peserta dan waktu pelaksanaan selama dua pekan, menjadikan webinar dan lokakarya daring berseri PB PGRI ini sebagai pelopor webinar berseri terbesar di tanah air bahkan di dunia,” ujarnya.
PGRI menjadikan kegiatan webinar ini sebagai momentum bangkit melawan Covid-19, bangkit melawan ketidaksiapan dan kemampuan sumber daya manusia dalam memanfaatkan teknologi.
Unifah menegaskan, kegiatan ini menjadi momentum untuk terus meningkatkan mental spiritual agar mampu terus bertahan dan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi dalam situasi pandemi Covid-19.(*/Ind)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro