JAKARTA – Pendidikan yang saat ini diterapkan oleh pihak Pemerintah perlu di evaluasi .Orang tua murid di Jakarta akan melakukan aksi massa guna menolak petunjuk teknis (Juknis) penerimaan sekolah berdasarkan zonasi yang mengacu pada usia siswa.
Aksi tersebut rencananya akan dilakukan di depan gedung balai kota Jakarta pada Selasa (23/6/2020) nanti.
“Kalau zonasi dan usia otomatis itu sudah bertentangan dan otomatis anak-anak yang muda tidak bisa masuk sekolah. Makanya kalau zonasi ya zonasi nggak usah pake usia,” kata Koordinator aksi, Ratu di Jakarta, Senin (22/6/2020).
Dia mengatakan, keberadaan faktor penentu berdasarkan usia dalam sistem zonasi telah membuat diskriminasi terhadap para calon peserta didik. Padahal, dia mengatakan, peraturan menteri jelas menyebutkan bahwa tidak boleh ada diskriminasi dalam sekolah.
Dia mengatakan, ketentuan zonasi yang dikeluarkan pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah merugikan para orang tua murid. Dia menegaskan, setiap orang tentu tidak bisa memilih hari ini ingin berada di usia tertentu.
“Bicara usia sama dengan bicara hitam-putih, kaya-miskin, tua-muda, artinya ada gap di situ dan itu diskriminasi,” katanya.
Menurutnya, faktor usia bisa saja masuk dalam juknis zonasi asalkan ditempatkan menjadi persyaratan paling terakhir. Dia mengatakan, berbeda dengan saat ini yang menempatkan usia sebagai faktor utama penentu zonasi penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Pada saat yang bersamaan, Ratu memastikan bahwa aksi massa besok akan tetap dilakukan dengan memperhatikan protokol kesehatan yang berlaku. Dia mengatakan, panitia akan menghimbau setiap peserta aksi untuk menjaga jarak paling tidak satu meter dengan orang lain.
Dia mengaku telah berkoordinasi dengan setiap koordinator wilayah kotamadya. Dia meminta agar mereka memastikan kalau yang akan mengikuti aksi dibatasi hanya beberapa orang saja atau satu orang perwakilan dari tiap sekolah.
“Kalau masih mau ikut juga nanti gantian saja kami tunggu di ruang terbuka,” ungkapnya.(*/Ind)
JAKARTA – Publik sangat jelas menolak bila terjadi peleburan pelajaran agama dan PPKn.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menegaskan tidak ada peleburan muatan pendidikan agama dengan pendidikan lainnya seperti Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) seperti yang belakangan banyak dibicarakan di media.
“Isu mengenai adanya kabar peleburan subjek pendidikan, sebagai penegasan saja bahwa tidak ada keputusan maupun rencana (peleburan) mata pelajaran agama dengan mata pelajaran lainnya,” ujar Nadiem saat melakukan Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi X DPR secara virtual, Senin (22/6/2020).
Nadiem mengakui saat ini Kemendikbud terus berupaya untuk melakukan berbagai perbaikan dalam kurikulum nasional, termasuk penyederhanaan kurikulum nasional seperti yang diminta Presiden Joko Widodo.
“Tim kami selalu melakukan kajian, rapat Focus Group Discussion (FGD) untuk penyederhanaan kurikulum. Kami tegaskan tidak ada rencana maupun keputusan untuk pelajaran agama saat ini.
Ini mohon ditegaskan itu tidak ada dalam rencana kita,” katanya.
Nadiem menegaskan hingga saat ini pendidikan agama masih berdiri sendiri dalam kurikulum pendidikan nasional. “Sampai sekarang pelajaran agama masih stand alone sebagai pendidikan agama,” tuturnya.
Dia meminta semua pihak, termasuk anggota Komisi X DPR ketika ada pihak yang mempertanyakan mengenai isu tersebut, termasuk jika ada pertanyaan dari kalangan media agar bisa memberikan kepastian jawaban bahwa tidak akan ada peleburan materi pendidikan agama dengan materi pendidikan lain dalam satu kurikulum.(*/Ind)
BANDUNG – Masih terjadinya peningkatan penyebaran covid-19 ditengah masyarakat perlu sekali anak didik untuk belajar jarak jauh dan belajar dirumah saja . hal ini agar tidak terjadi cluster disekolah .
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat masih menerapkan model pembelajaran dari jarak jauh pada awal tahun ajaran 2020/2021 karena belum ada daerah di wilayahnya yang dikategorikan masuk dalam zona hijau penularan COVID-19.
“Sesuai arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, hanya sekolah di zona hijau yang boleh melaksanakan KBM (kegiatan belajar mengajar) secara tatap muka,” kata Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Dedi Supandi, Sabtu (20/6).
“Di tahun ajaran baru di Juli ini belum dilakukan dengan pola tatap muka, masih kita lakukan dengan pola daring,” kata Dedimenambahkan.
Menurut dia, model pembelajaran dari jarak jauh akan diterapkan sampai ada hasil evaluasi kondisi penularan COVID-19 selanjutnya dari Gugus Tugas Percepatan PenanggulanganCOVID-19 Jawa Barat.
Ia menjelaskan bahwa sampai sekarang belum ada wilayah kabupaten/kota yang dikategorikan berada dalam zona hijau, daerah tanpa kasus positif COVID-19.
“Ada beberapa daerah yang daerah itu dikatakan zona hijau, tapi masih level kecamatan. Secara kabupaten/kota, belum ada yang dikatakan statusnya zona hijau,” kata Dedi.
Oleh karena itu, ia menjelaskan, Dinas Pendidikan memutuskan untuk menerapkan model pembelajaran jarak jauh untuk menghindari terjadinya kesenjangan capaian program pendidikan antar-daerah di Jawa Barat.
Dedi mengatakan bahwa Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat saat ini juga sedang menyusun rancangan peraturan tentang pedoman dan tata cara penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar pada masa pandemiyang bisa menjadi acuan pelaksanaan kegiatan pendidikan bagi pemerintah kabupaten/kota.(*/Hend)
JAKARTA – Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) meminta klarifikasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang sedang membahas kemungkinan penggabungan mata pelajaran PAI dengan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
“Kami meminta penjelasan atau tabayun kepada Kemendikbud terkait beredarnya power point yang ditulis rahasia terkait penyederhanaan PAI dan PKn,” kata Ketua Umum DPP AGPAII Mahnan Marbawi kepada wartawan di Jakarta, Kamis (18/6).
Jika upaya penggabungan PKN dan PAI menjadi satu mata pelajaran, Mahnan menegaskan, AGPAII menolak kebijakan itu karena menimbulkan persoalan besar.
Dia mengatakan, PAI dan PKN masing-masing memiliki materi yang mendalam jadi dengan penggabungan dapat mereduksi masing-masing mata pelajaran (mapel).
Untuk PKN yang materinya berisi Pancasila, kata dia, juga sebaiknya tidak direduksi melalui penggabungan dengan PAI.
“Strategi budaya penguatan Pancasila tidak dengan cara mengerdilkan Pancasila sebagai ideologi, hanya dengan mengintegrasikan nilai Pancasila dalam mapel PAI atau mapel lainnya,” kata Mahnan.
Pancasila, menurut Mahnan, adalah sebuah sumber hukum, filsafat dan nilai yang tidak akan kering digali. “Pancasila harusnya jadi mapel sendiri sebagai strategi penguatan ideologi Pancasila,”ungkapnhya.(*/Ind)
JAKARTA – Dinas Pendidikan dan sekolah diminta menyiapkan mekanisme penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang mengikuti protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran COVID-19. Termasuk mencegah berkumpulnya siswa dan orangtua secara fisik di sekolah.
PPDB tahun 2020 dilakukan secara online untuk menghindari penyebaran COVID-19. Seperti tiga tahun ajaran sebelumnya, PPDB 2020 diterapkan menggunakan sistem zonasi, yakni calon peserta didik dianjurkan untuk menempuh pendidikan di sekolah yang memiliki radius terdekat dari domisili masing-masing. Pengaturan ini bertujuan agar tidak ada sekolah yang dianggap favorit dan non-favorit.
Keterbatasan akses informasi kerap menjadi kendala dalam pelaksanaan PPDB dengan sistem zonasi. Orangtua dan siswa tak cukup paham soal sistem zonasi, sekolah apa saja yang masuk dalam wilayah zonasinya, dan bagaimana profil serta kualitas sekolah tersebut.
Berdasarkan pengalaman PPDB zonasi di tahun 2019, banyak siswa dan orangtua yang masih bingung dengan sistem ini. Ditambah lagi peraturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selama pandemi, membuat mobilitas orangtua terbatas untuk mendatangi setiap SMA yang akan dipilih. Padahal penentuan sekolah tidak bisa sembarangan karena sangat memengaruhi pendidikan serta masa depan anak.
PT Aku Pintar Indonesia, melalui aplikasi Aku Pintar, menyediakan informasi tersebut lewat fitur Sekolah Pintar yang dapat diakses melalui akun siswa SMP. Saat ini, fitur Sekolah Pintar dilengkapi fitur Zonasi dan Bandingkan Sekolah yang melengkapi fitur sebelumnya, yaitu Cari Sekolah. Fitur Zonasi akan memudahkan siswa dan orangtua dalam mendapatkan informasi terkait SMA atau SMK negeri dan swasta se-Indonesia yang dituju sesuai sistem zonasi.
Dalam fitur Zonasi, saat ini pengaturan sekolah ditentukan berdasarkan kota. Untuk menggunakan fitur ini, dapat memakai pilihan sekolah Anda yang secara otomatis menampilkan SMP yang tertera dalam profil siswa atau bila orangtua dan siswa sedang berada di rumah, gunakan pilihan lokasi saat ini. Daftar sekolah yang muncul bisa diurutkan mulai jarak terdekat sampai terjauh dari titik yang dipilih.
Pilihan sekolah juga dilengkapi informasi status sekolah (swasta atau negeri), akreditasi, kurikulum, sarana dan prasarana, prestasi sekolah, nilai UN, jumlah pendidik dan tenaga kependidikan (PTK), serta jumlah peserta didik (PD). Fitur Zonasi saat ini dapat diakses melalui aplikasi Aku Pintar dan diunduh melalui Play Store di Android.
Sementara, fitur Bandingkan Sekolah memungkinkan siswa untuk melihat dua sekolah secara langsung dengan membandingkan poin-poin seperti jarak ke sekolah, status, akreditasi, kurikulum, rata-rata nilai UN SMA IPA dan IPS, serta jumlah siswa dan guru. Melalui informasi dan perbandingan secara langsung, siswa maupun orangtua akan lebih mudah menemukan SMA negeri dan swasta sesuai pilihan dan kebutuhan mereka.
Co-Founder dan CEO Aku Pintar Lutvianto Pebri Handoko mengungkapkan, adanya fitur Sekolah Pintar yang dilengkapi fitur Zonasi dan Bandingkan Sekolah merupakan salah satu upaya Aku Pintar untuk meningkatkan layanannya sebagai aplikasi pendidikan.
“Masa depan anak sangat berharga. Pemilihan sekolah serta jurusan menjadi hal yang sangat penting dalam menentukan karier dan masa depan. Ini harus ditentukan sejak anak duduk di bangku SMP. Oleh karena itu, aplikasi Aku Pintar menyediakan beragam fitur secara gratis mulai dari rangkaian tes minat, bakat, dan penjurusan lengkap serta materi pembelajaran sampai informasi SMA dan kampus untuk meningkatkan kualitas pendidikan sekaligus mempermudah mereka menentukan jurusan dan karier yang tepat,” beber Pebri melalui siaran resminya.(*/Tya)
JAKARTA – Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), telah mengizinkan sekolah di zona hijau atau bebas dari paparan Covid-19 untuk melakukan pembelajaran tatap muka. Namun, keputusan akhir apakah siswa akan kembali masuk sekolah berada di tangan orang tua.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada Kemendikbud, Hamid Muhammad, mengatakan, jika ada di antara orang tua yang tidak mau mengirim siswanya maka sekolah tidak boleh memaksa.
“Sekolah harus menyiapkan dua pola pembelajaran. Bagi yang mau tatap muka, silakan tatap muka. Bagi yang tidak mau, tetap dengan pendidikan jarak jauh. Ini opsi yang harus dilakukan. Intinya bukan kewajiban, tapi ini pilihan,” katanya melalui telekonferensi dengan topik Pendalaman Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19 kemarin.
Dia juga menjelaskan bahwa Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 memang telah menetapkan zona hijau, namun masing-masing pemerintah daerah tetap memiliki dua opsi, yakni bisa membuka sekolah di daerahnya atau tidak.
Hamid menyampaikan, pemerintah daerah harus berkonsultasi dengan gugus tugas di daerah, ikatan dokter, dan ahli epidemiologi untuk menentukan apakah daerahnya benar-benar masuk kategori zona hijau. Setelah mendapat kepastian pemerintah daerah bisa memberikan izin kepada sekolah untuk membuka kembali pelajaran dengan cara tatap muka.
Setelah sekolah diberikan izin, ada protokol wajib yang harus dipenuhi sekolah sesuai dengan panduan yang diberikan Kemendikbud. Hamid menegaskan, jika sekolah memenuhi daftar kelayakan yang dibuat Kemendikbud, sekolah itu benar-benar boleh buka. Namun, kalau dinyatakan belum layak, maka belum boleh dibuka. Jika sekolah dibuka kembali namun dalam waktu 1-2 minggu berikutnya ada kasus positif corona, pemerintah daerah wajib menutup kembali sekolah tersebut.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSG) Satriwan Salim mengatakan, berdasarkan survei yang dibuat FSGI, ada 55,1% responden guru/kepala sekolah atau 908 orang menjawab sekolah belum memenuhi semua kebutuhan pokok dalam menghadapi kenormalan baru. Komponen pokok yang perlu disiapkan adalah protokol kesehatan yang dibuat pemerintah pusat dan daerah, sosialisasi kepada orang tua dan siswa.
Selain itu, aturan teknis di sekolah seperti pengaturan jam belajar, shift, jadwal guru, masker, dan lainnya, kesiapan guru, kesiapan sarana pendukung new normal, kesiapan manajemen sekolah, anggaran, dan lainnya.(*/Ind)
TANGSEL – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang Selatan akan memperpanjang masa belajar di rumah pada saat pelaksanaan tahun ajaran baru 2020-2021. Selain mengikuti aturan dan kebijakan pemerintah pusat, hingga kini wilayah Tangsel masih berstatus zona merah Covid-19.
“Kalender akademik tetap harus berjalan, itu dimulai pada 13 Juli 2020. Tetapi ada yang berbeda ketika dikerjakan pada masa pandemi, karena Tangsel masih masuk zona merah,” jelas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tangsel, Taryono, Rabu (17/6/2020).
Kegiatan belajar mengajar Tangsel pada tahun ajaran baru akan tetap dilaksanakan secara daring. “Instruksi Pak Menteri (Mendikbud Nadiem Makarim), yang boleh belajar tatap muka adalah daerah yang sudah masuk zona hijau.
Sementara Tangsel sampai saat ini masih zona merah, sehingga proses belajar mengajar masih dilakukan secara online,” ungkapnya.
Lebih lanjut, kata Taryono ada beberapa hal yang harus diperhatikan jika nantinya wilayah Tangsel berubah kategori menjadi hijau dan melaksanakan kegiatan pembelajaran tatap muka. “Pertama, kota ini harus dinyatakan aman atau zona hijau dari pandemi terlebih dulu oleh Gugus Tugas,” katanya.
Kemudian mempersiapkan protokol kesehatan di sekolah secara rinci. Di antaranya dengan memastikan ketersediaan air mengalir beserta sabun cuci tangan. Memastikan ketersediaan pengukur suhu tubuh, aturan seluruh penghuni sekolah mengenakan masker, sampai pengaturan shift masuk siswa yang diatur secara bergantian.
“Termasuk juga persetujuan dari orang tua. Jika dalam situasi zona hijau orang tua siswa tidak mengizinkan anaknya masuk sekolah, karena khawatir penyebaran Covid-19. Maka tetap saja sekolah tatap muka tidak akan terjadi,” ucap Taryono.
Di samping itu, Taryono berharap kepada guru-guru dan para siswa, di masa pandemi ini kegiatan belajar mengajar di rumah, tetap harus menyenangkan. Siswa tidak hanya mendapat tugas tapi juga ruang konsultasi siswa dan guru.
Sebelumnya, seluruh sekolah yang berada di zona kuning, oranye, hingga merah tidak diperkenankan menggelar pembelajaran tatap muka di tahun ajaran baru 2020/2021. Kebijakan ini berlaku di seluruh jenjang, mulai Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat, hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat.(*/Idr)
JAKARTA – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) meminta agar tidak ada pelajar yang tidak naik kelas. PGRI berpendapat anak jangan dijadikan korban akibat berbagai kebijakan yang dibuat pemerintah dan kondisi pandemi saat ini.
“Saya lebih sepakat anak tidak ada yang tidak naik kelas karena suasana seperti ini, jadi anak lebih baik dibantu dan diberi kemudahan,” kata Ketua PB PGRI Dudung Nurullah Koswara kepada media di Jakarta, Selasa (16/6).
Dia mengatakan, sekolah merupakan layanan terhadap anak didik dan kenaikan kelas adalah masalah kepentingan akademik. Dia menjelaskan, tinggal kelas merupakan tanggung jawab orang tua dan guru terlebih era pandemi Covid-19 saat ini.
Dia mengatakan, harus ada komunikasi layanan yang lebih maksimal serta melebur antara kedua kubu tersebut. Lanjutnya, hal itu mengingat Indonesia saat ini sedang tidak dalam kondisi kegiatan belajar mengajar normal atau ideal.
Dia meminta agar anak jangan dikorbankan karena keterbatasan orang tua dan guru sehingga dia tidak bisa naik kelas. Dia mengatakan, anak jangan dibuat stress karena pandemi Covid-19 ditambah stress karena kondisi di rumah.
“Jadi jangan korbankan anak. Sekolah, guru dan orang tua wajib membuat anak bagaimana caranya harus naik kelas,” katanya.
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah merilis pedoman pembelajaran dalam era normal baru. Dalam pedoman itu, sekolah yang bisa melakukan pembelajaran tatap muka hanya yang berada di zona hijau.
Meski boleh dibuka, sekolah di zona hijau tetap harus melalui protokol yang sangat ketat. Persetujuan dari pemerintah daerah hingga kesiapan satuan pendidikan menjadi pertimbangan anak boleh mengikuti pembelajaran tatap muka atau tidak.
Selain itu, meski seluruh perizinan tersebut sudah terpenuhi, ada syarat terakhir yang tidak boleh terlewat. Orang tua murid harus setuju untuk anaknya pergi ke sekolah melakukan pembelajaran tatap muka.(*/Ind)
JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memutuskan untuk memulai Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) pada Juli 2020.
Hal itu tertuang dalam pembahasan bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Komisi X DPR RI.
Panduan yang disusun dari hasil kerjasama dan sinergi antar empat kementerian, Senin (15/6/2020) ini bertujuan mempersiapkan satuan pendidikan saat menjalani masa kebiasaan baru.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengatakan, prinsip dikeluarkannya kebijakan pendidikan di masa Pandemi Covid-19 adalah dengan memprioritaskan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat.
Tahun ajaran baru bagi pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar, dan pendidikan menengah di tahun ajaran 2020/2021 tetap dimulai pada bulan Juli 2020. “Namun demikian, untuk daerah yang berada di zona kuning, oranye, dan merah, dilarang melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan. Satuan pendidikan pada zona-zona tersebut tetap melanjutkan Belajar dari rumah,” ujar Mendikbud Nadiem Anwar Makarim, pada webinar tersebut.
Terkait jumlah peserta didik, hingga 15 Juni 2020, terdapat 94 persen peserta didik yang berada di zona kuning, oranye, dan merah dalam 429 kabupaten/kota sehingga mereka harus tetap Belajar dari rumah. Adapun peserta didik yang saat ini berada di zona hijau hanya berkisar 6 persen.
Nadiem menegaskan, proses pengambilan keputusan dimulainya pembelajaran tatap muka bagi satuan pendidikan di kabupaten/kota dalam zona hijau dilakukan secara sangat ketat dengan persyaratan berlapis. Keberadaan satuan pendidikan di zona hijau menjadi syarat pertama dan utama yang wajib dipenuhi bagi satuan pendidikan yang akan melakukan pembelajaran tatap muka.
Persyaratan kedua, adalah jika pemerintah daerah atau Kantor Wilayah/Kantor Kementerian Agama memberi izin. Ketiga, jika satuan pendidikan sudah memenuhi semua daftar periksa dan siap melakukan pembelajaran tatap muka. Keempat, orang tua/wali murid menyetujui putra/putrinya melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan. “Jika salah satu dari empat syarat tersebut tidak terpenuhi, peserta didik melanjutkan Belajar dari Rumah secara penuh,” tegas Mendikbud.
Nadiem juga mengajak semua pihak termasuk seluruh kepala daerah, kepala satuan pendidikan, orang tua, guru, dan masyarakat bergotong-royong mempersiapkan pembelajaran di tahun ajaran dan tahun akademik baru. “Dengan semangat gotong-royong di semua lini, saya yakin kita pasti mampu melewati semua tantangan ini,” kata Nadiem.(*/Ind)
JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendapatkan laporan dari sejumlah daerah yang akan membuka sekolah pada Juli 2020 ini. Para orang tua merasa khawatir atas rencana itu karena pandemi virus Corona (Covid-19)belum usai.
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengungkapkan pengaduan itu berasal dari Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur (Jatim) dan Kabupaten Tebo, Jambi.
KPAI juga mendapatkan laporan beberapa sekolah swasta di Kota Malang dan Medan sudah dibuka saat ujuan penilian akhir tahun (PAT). “KPAI akan mendalami kasus di dua kota tersebut,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Sabtu 13 Juni 2020.
Kecemasan orang tua di Kabupaten Pasuruan terjadi karena belum ada penjelasan mengenai pola pendidikan pada masa Covid-19. Semua bermula dari Surat Edaran Dinas Pendidikan Pasuruan Nomor 443/1319/424/071/2020 Tentang Perpanjangan Pelaksanaan Belajar dari Rumah yang berakhir 1 Juni dilanjutkan hingga 14 Juni 2020.
Sampai tiga hari batas terakhir, Dinas Pendidikan Pasuruan belum memberikan pengumuman terbaru. Inilah yang membuat cemas para orang tua. Akhirnya, Dinas Pendidikan mengeluarkan Surat Edaran terbaru dengan Nomor 443/13/66/424/071/2020 Tentang Kegiatan Pendidikan dalam Masa Darurat Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Surat itu menyatakan kegiatan belahar peserta didik di sekolah masih menunggu ketentuan lebih lanjut. Retno menerangkan itu artinya sekolah belum tentu dibuka pada 13 Juli 2020. Namun, surat itu tidak merinci kesiapan kenormalan baru yang harus dilakukan sekolah.
“Akan tetapi, surat itu menetapkan pengambilan rapor yang wajib diambil oleh orang tua di sekolah pada 20 Juni 2020. Catatannya, tetap memperhatikan protokol kesehatan,” ucap mantan Kepala SMAN 3 Jakarta itu.
Kasus berbeda terjadi di Kabupaten Tebo. Dinas Penddikan dan Kebudayaan Tebo menerbitkan surat perpanjangan masa belajar daring atau luar jaringan yang berlangsung dari 5-13 Juni 2020.
Dalam surat itu, ada keterangan mengenai persiapan kenormalan baru bidang pendidikan.
“Oleh para orang tua dianggap sebagai indikasi membuka sekolah pada 13 Juli 2020. Hal ini kemudian menimbulkan keresahan para orang tua lantaran kasus Covid-19 masih tinggi,” tutur Retno.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan akan membagi setiap kelas menjadi dua kelompok pada tingkat sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama. Waktu belajar di SD sekitar 2 jam 40 menit. Waktu belajar tingkat SMP 5 jam 20 menit.
Bedanya, siswa SD masuk setiap hari. Sedangkan, siswa SMP kelompok satu masuk pada tanggal ganjil dan kelompok dua pada tanggal genap. Dinas Pendidikan kembali mengeluarkan surat edaran pada 12 Juni 2020, isinya tentang perpanjangan masa belajar dan luar jaringa mulai dari 14-20 Juni 2020.
“Surat ini menguatkan dugaan orangtua bahwa anak-anak mereka kemungkinan besar akan mulai belajar di sekolah untuk tahun ajaran 2020/2021 pada 13 Juli 2020. Di dalam kedua surat ada perintah Dinas Dikbud kepada para sekolah untuk menyiapkan infrastruktur sekolah untuk new normal,” tukasnya.(*/Ind)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro