JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menilai pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau pembelajaran secara daring yang dilakukan selama pandemi banyak memengaruhi kesehatan jiwa anak. Yang banyak terpengaruh kejiwaannya terutama remaja.
“Potret itu menggambarkan betapa tinggi persoalan kesehatan jiwa pada anak remaja pada periode Covid-19 kalau tidak diantisipasi dengan cepat,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kemenkes Fidiansjah dalam konferensi pers bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 di Graha BNPB, Jakarta, Senin (20/7).
Ia mengatakan besarnya persoalan terkait kesehatan jiwa selama Covid-19 tersebut dapat dilihat dari hasil studi penilaian cepat dampak Covid-19 dan pengaruhnya terhadap anak Indonesia yang dilakukan oleh lembaga masyarakat Wahana Visi Indonesia pada Mei 2020.
Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa proses belajar mengajar yang dilakukan selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menyebabkan hanya sekitar 68 persen anak yang mempunyai akses terhadap jaringan. “Berarti 32 persennya tidak mendapatkan sarana tersebut,” katanya.
Dampak dari keterbatasan anak terhadap jaringan tersebut menyebabkan mereka harus belajar secara mandiri tanpa pendampingan guru. “Dan itu menimbulkan satu dampak, dengan 37 persen anak tidak bisa mengetahui waktu belajar karena tadinya rutin belajar lalu dia harus belajar mandiri,” katanya.
Kemudian, 30 persen di antaranya juga mengalami kesulitan untuk memahami pelajaran secara mandiri karena tidak ada pendampingan dari guru. Sementara itu, 21 persen anak bahkan dinilai tidak dapat memahami instruksi guru berdasarkan proses belajar daring.
Selain itu, dampak psikososial dari pembelajaran yang dilakukan selama pandemi juga, menurut dia, cukup mengkhawatirkan. “Ada 47 persen anak itu bosan tinggal di rumah. Kemudian 35 persen anak khawatir akan ketinggalan pelajaran karena tidak seperti biasa, dia tidak mengikuti pelajarannya,” katanya.
Berikutnya, 34 persen anak merasa takut karena Covid-19 walaupun sudah berada di dalam rumah, dan 20 persen anak merasa rindu untuk bertemu teman-temannya.
Sementara itu, 10 persen anak lainnya merasa khawatir tentang penghasilan orang tua mereka yang menurun akibat pandemi Covid-19. “Jadi (mereka) ikut berpikir,” katanya.
Data lain yang ia sampaikan juga menyebutkan bahwa 11 persen anak mengalami kekerasan fisik karena proses belajar yang tidak lazim. Sedangkan 62 persen anak juga tercatat mengalami kekerasan verbal.(*/Ind)
JAKARTA – Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim mengungkapkan, sejumlah kesemrawutan dalam penerapan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ). Terutama soal kemampuan guru dalam menggunakan perangkat teknologi.
“PJJ yang berjalan sekarang itu semrawut. Ada yang berjalan, ada yang tidak,” kata Ramli kepada Republika, Senin (20/7).
Dia menjelaskan, kesemrawutan itu tampil dalam berbagai bentuk. Pertama, ada proses PJJ yang hanya berjalan dengan pemberian tugas oleh guru via aplikasi perpesanan WhatsApp.
Kedua, ada PJJ yang sudah menggunakan aplikasi telekonferensi seperti Zoom, tapi jumlah siswanya terlalu banyak. Terkadang satu guru dalam satu pertemuan telekonferensi mengajar untuk lima kelas sekaligus. Satu kelas biasanya terdiri dari 36 siswa.
Proses PJJ semacam itu, lanjut Ramli, sangatlah tidak efektif. Sebab, guru tak bisa mengenali semua siswa yang jumlah seratus orang lebih itu. Pada gilirannya, tak akan terbangun interaksi timbal balik dalam proses belajar.
Menurut dia, selain terbatasnya akses para siswa terhadap perangkat teknologi, terdapat pula kendala pada guru itu sendiri. “Masalah utamanya sekarang, 60 persen guru belum bisa menggunakan teknologi untuk pembelajaran. Itu data Kemendikbud,” kata Ramli.
Oleh karena itu, Ramli berharap, agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) segera mengatasi persoalan ini. Setidaknya, lanjut dia, untuk setiap sekolah harus terdapat tiga atau empat orang guru yang bisa menggunakan teknologi.
Tiga atau empat guru itu bisa menjadi landasan awal untuk mensukseskan PJJ. Intinya, kata dia, para guru yang sudah paham teknologi bisa dimanfaatkan untuk melatih guru-guru lainnya yang belum melek teknologi.
Untuk mencapai target empat guru melek teknologi itu, Ramli meminta Kemendikbud segera menyelenggarakan berbagai pelatihan. “Butuh pendidikan tambahan. Kemendikbud belum bikin apa-apa kok untuk ini,” katanya.
Jika sudah dilakukan pelatihan, tapi jumlah guru melek teknologi masih belum tercapai, ia menyarankan agar ada pemerataan guru. “Jangan sampai satu sekolah itu numpuk semua guru bagus (melek teknologi) semua. Jangan sampai terjadi,” ucapnya.
Ramli menambahkan, jika semua upaya itu dilakukan, maka akan semakin banyak guru yang melek teknologi. Sehingga proses PJJ akan bisa berjalan efektif. “Jadi satu guru mengajar untuk 36 siswa atau satu rombel. Bukan satu guru 10 rombel,”tukasnya.(*/Ind)
TASIKMALAYA – Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat (Jabar) Uu Ruzhanul Ulum mengizinkan sekolah untuk menggunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk keperluan belajar secara daring. Artinya, dana BOS dapat digunakan untuk melengkapi sarana dan prasarana sekolah dalam memberikan materi pelajaran siswa secara daring.
“Kenapa tidak bos itu dibelikan untuk kuota siswa dan sarana penunjang lain untuk belajar secara daring,” kata dia, saat berkunjung ke Kota Tasikmalaya, Minggu(19/7/2020).
Ia menilai, dana BOS tetap bisa digunakan meski proses kegiatan belajar mengajar (KBM) secara tatap muka tak dilakukan. Menurut dia, dana BOS dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kegiatan belajar secara daring.
Hingga saat ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar belum memberikan izin kepada seluruh sekolah melaksanakan proses KBM secara tatap muka. Hanya sekolah-sekolah yang berada di zona hijau Covid-19 yang diizinkan, seperti di Sukabumi.
Tak adanya proses pembelajaran secara tatap muka membuat siswa harus mengakses materi pelajaran secara daring. Namun, tak semua siswa memiliki fasilitas yang memadai untuk mengakses materi pembelajaran secara daring.
Berdasarkan pantauan Republika.co.id di Desa Pasahawan, Kecamatan Banjaranyar, Kabupaten Ciamis, para siswa harus bersusah payah mencari lokasi yang tepat untuk dapat mengakses materi pembelajaran secara daring.
Sebab, jaringan internet di wilayah itu belum merata di seluruh lokasi. Bahkan, sejumlah siswa harus belajar di pos kamling secara berkelompok lantaran di rumah mereka tak ada jaringan internet.(*/Dang)
GARUT – Pemerintah Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat mulai membenahi sejumlah sekolah agar memiliki standar adaptasi kebiasaan baru (AKB).
“Kalau sekolah tetap tidak berhenti, untuk tatap muka kemungkinan bulan Januari atau Desember, oleh karena itu kita mempersiapkan dari sekarang untuk sarana prasarana new normal dalam rangka belajar dengan protokol kesehatan,” kata Wakil Bupati Garut Helmi Budiman kepada wartawan di Garut, Jumat (17/7/2020).
Ia menuturkan, jajaran Dinas Pendidikan Garut sudah meninjau langsung sejumlah sekolah terkait kesiapan memenuhi protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran wabah COVID-19.
Salah satu sekolah yang dinilai siap menghadapi AKB, kata dia, yakni SD Negeri Sukasono 3, Desa Sukasono, Kecamatan Sukawening, yang sudah menyediakan sumber air, kemudian tempat cuci tangan.
“Di SD Sukasono 3 dilakukan pengeboran 60 meter keluar air, itu yang pertama adalah bagaimana sekolah mempunyai kecukupan air dalam ‘new normal’,” katanya.
Ia menambahkan kesiapan lainnya untuk menghadapi AKB yakni sekolah harus memiliki alat pengukur suhu tubuh untuk memeriksa setiap orang yang akan masuk lingkungan sekolah, kemudian wajib memakai masker, dan menjaga jarak.
Protokol kesehatan di sekolah itu, kata dia, harus sudah disiapkan mulai dari sekarang sebelum nanti dibuka kembali kegiatan belajar mengajar secara tatap muka.
“Kita harus mempersiapkan manakala nanti Pak Menteri Pendidikan atau Pak Gubernur menetapkan mulai sekolah tatap muka,” katanya.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut Totong menambahkan sejumlah sekolah di Garut masih ada yang belum menyediakan fasilitas sesuai protokol kesehatan, termasuk belum memiliki sumber air.
Dinas Pendidikan Garut, kata dia, terus mendorong sekolah untuk menjadikan lingkungannya sesuai protokol kesehatan yang memberikan rasa aman dan nyaman bagi siswa maupun guru saat beraktivitas di sekolah.
“Sekolah harus menciptakan lingkungan yang aman serta sehat dengan membangun PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) khususnya nanti saat kegiatan belajar kembali aktif,”jelasnya.(*/Dang)
JAKARTA – Kegiatan sekolah secara serentak mulai aktif kembali hari ini. Namun di tahun ajaran baru 2020/2021 ini, mayoritas daerah masih menerapkan kegiatan belajar mengajar jarak jauh atau belajar dari rumah (BdR).
Pembelajaran itu bisa dilakukan melalui daring (online) maupun luring (offline).
Pengamatpendidikan, Doni Koesoema menilai, untuk daerah yang belum memiliki akses memadai, solusi pembelajaran bisa ditentukan sesuai kondisi masing-masing sekolah dan konteks geografis para murid. Kalau memungkinkan, maka lebih baik hindari kontak fisik, tatap muka. Kalau memang harus tatap muka, sebaiknya protokol kesehatan dimaksimalkan.
“Misalnya, guru harus kunjungan ke rumah memberikan tugas selama seminggu, guru bisa mengajar beberapa murid yang berdekatan rumahnya, lalu menyerahkan tugas, dan seminggu lagi diambil. Bergantian dengan kunjungan ke rumah yang lain. Saat kunjungan, jaga jarak, pakai masker,” ujar Doni , (13/7/2020).
Bila sama sekali tak ada sarana daring, lanjut Doni, maka kunjungan lebih baik dan dikelompokkan per tempat tinggal siswa yang berdekatan. Guru bisa menyiapkan modul belajar, latihan, dan tugas untuk dikerjakan selama seminggu. Namun, komunikasi dengan orang tua harus ditingkatkan dalam pendampingan pendidikan anak.
“Hal itu juga berlaku dalam penerapan masa orientasi sekolah. Kalau ada akses internet, tetap melanjutkan dengan daring. Tapi kalau di daerah yang tidak ada akses, memang harus kunjungan ke rumah siswa,” katanya.
Sebagai informasi, masih ada belasan ribu sekolah tak teraliri listrik dan tak punya akses internet. Untuk madrasah misalnya, berdasarkan data Kementerian Agama (Kemenag), total jumlah madrasah yang tak memiliki akses internet mencapai 13.793 dari 83.412 madrasah.
Jumlah madrasah tanpa internet itu paling banyak di Pulau Jawa, yakni 3.193 Jawa Timur, 2.684 Jawa Barat, 1.039 Jawa Tengah, 637 di Banten, 272 di DKI Jakarta, 83 di DI Yogyakarta, serta sisanya di luar Jawa. Kemenag juga mencatat madrasah dengan akses internet yang buruk sebanyak 622 madrasah.(*/Fet)
JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meminta kepala sekolah agar tidak khawatir dengan gangguan pengelolaan sekolah selama menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sesuai petunjuk teknis atau juknis.
“Penggunaan dana BOS tetap mengacu pada Permendikbud mengenai juknis Dana BOS.
Sepanjang sekolah, membelanjakan dana BOS sesuai juknis, seharusnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan mengganggu pengelolaan sekolah,” ujar Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad di Jakarta, Kamis (16/7)
Pernyataan Hamid tersebut terkait dengan peristiwa pengunduran diri sebanyak 64 kepala sekolah SMP negeri di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
Disinyalir pengunduran diri tersebut dipicu pengelolaan dana BOS dan adanya ancaman dari oknum jaksa yang bekerja sama dengan anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM). “Kami meminta dinas pendidikan setempat untuk mengatasi permasalahan ini,” ucap Hamid.
Seorang kepala sekolah SMP di Indragiri Hulu, Harti, mengatakan permasalahan sebenarnya pengunduran dirinya karena tidak nyaman lagi bekerja. “Kami bekerja dan berusaha mengelola dana BOS sesuai dengan juknis, tapi masalahnya di juknis tersebut tidak dijelaskan secara spesifik penggunaan dana tersebut.
Di inspektorat daerah sendiri kami tidak masalah, kalau laporannya salah diperbaiki,” kata Harti.
Namun yang menjadi masalah, lanjut Harti, ada pihak yang mengancam bahwa laporan penggunaan dana BOS tersebut salah dan membuat kepala sekolah tidak nyaman dalam bekerja. “Itu pula yang menjadi penyebab mengapa kami mempertaruhkan jabatan kami. Biarlah menjadi guru biasa yang penting tidak lagi was-was dalam bekerja,” ungkapnya.(*/Ind)
BOGOR – Pendidikan saat yang masih dalam keadaan pandemi covid-19 memastikan bahwa keselamatan siswa diatas segalanya sebab itu pentingnya metoda pembelajaran online atau daring untuk siswa .
Metode pembelajaran online (daring) mulai diterapkan di Zona Kuning Covid 19 seperti Kabupaten Bogor. Namun ini jadi dilema bagi orang tua siswa di tengah sulitnya ekonomi.
Pandemi Covid-19 telah memaksa masyarakat Indonesia semakin akrab dan melek teknologi. Dalam Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), sistem pendidikan pun mulai menerapkan online.
Sayangnya, dengan populasi penduduk Kabupaten Bogor 5,9 juta jiwa, masih terjadi kesenjangan sosial sangat besar, antara si kaya dengan si miskin.
Alih-alih membeli gadget untuk mendukung kegiatan belajar mengajar anak-anaknya, terkadang orang tua murid masih kesulitan membeli beras, hanya untuk makan sehari-hari.
Belum lagi, koneksi internet dan dan listrik yang masih megap-megap di wilayah pelosok Bumi Tegar Beriman, seperti tidak pernah tersentuh solusi dari Pemkab Bogor yang dipimpin Bupati Ade Yasin.
Pun jika masyarakat memiliki gadget canggih sekalipun, sulit untuk digunakan karena koneksi masih kembang kempis tadi.
Terlebih, Pemkab Bogor belum memiliki solusi untuk meringankan beban orang tua siswa yang tetap harus membayar Sumbangan Pembiayaan Pendidikan (SPP).
Meski anak-anak mereka tidak datang langsung ke sekolah dan tidak mendapat pembelajaran secara maksimal, terutama pada sekolah-sekolah swasta.
“Iya ada sebagian orang tua mengeluh. Merasa berat untuk bayaran. Karena anaknya tidak sekolah. Ini yang masih kita bahas. Untuk mengedepankan kepentingan semua orang,” jelas Bupati Bogor Ade Yasin, Selasa (14/7).
Pada sisi lain, guru honorer pun kehilangan pendapatan dengan diterapkan pendidikan sistem daring ini.
Karena pihak sekolah banyak merumahkan guru honorer. Lebih-lebih banyak orang tua siswa kewalahan untuk membayar SPP setiap bulannya.
Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Bogor, Abidin Said menilai, seharusnya Pemkab Bogor memprioritaskan anggaran untuk sektor pendidikan setiap tahunnya.
Sebab, jangan sampai kondisi yang serba susah ini, membuat tenaga pengajar tidak fokus memberikan pembelajaran terhadap siswanya.
“Kewenangan pemerintah untuk mengatur anggaran di masa covid seperti ini, harusnya ada porsi ke pendidikan. Jadi keluhan honor, gak terjadi buat guru,” kata Abidin sebagai ketua dewan Pendidikan Kabupaten Bogor ini.
Ia pun mengaku mendapatkan informasi bahwa ada sekolah di swasta yang orang tua muridnya enggan atau tidak membayar kewajibannya kepada sekolah, dengan alasan anaknya tidak sekolah.
Abidin mengakui akan hal tersebut, terlebih sistem pembelajaran daring tidak bisa diterapkan secara merata di semua wilayah di Kabupaten Bogor karena kondisi wilayah yang masih berbeda antara kota dan desa.
Dikarenakan keterbatasan keuangan orang tua siswa, maupun sinyal yang sulit di dapat di wilayah yang cukup jauh.Ia pun berharap ada solusi yang konkret yang dilakukan pemerintah.(*/Ind)
LAMPUNG – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Lampung menegaskan kegiatan belajar mengajar hanya diperbolehkan bagi kabupaten dengan zona hijau. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19 di lingkungan pendidikan.
“Saat ini di Provinsi Lampung untuk tingkat sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan, yang kami keluarkan izin untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar tatap muka hanya ada di dua kabupaten zona hijau,” ujar Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, Sulpakar, di Bandarlampung, Selasa (14/7/2020).
Ia menjelaskan, dua kabupaten yang mendapatkan rekomendasi untuk melaksanakan kegiatan belajar secara tatap muka merupakan Kabupaten Mesuji dan Waykanan.
“Pelaksanaan belajar mengajar secara tatap muka sesuai aturan dari kementerian hanya boleh dilakukan oleh daerah berzona hijau, dan untuk di Lampung dari sejumlah daerah yang berzona hijau ada dua daerah yang siap melaksanakannya,” katanya.
Ia mengatakan, izin telah diberikan kepada kedua kabupaten berzona hijau tersebut untuk melaksanakan kegiatan belajar tatap muka di tahun ajaran baru dan sejumlah daerah zona hijau lain tengah mengevaluasi, mempersiapkan dengan detail.
“Mesuji sudah mendapatkan izin dan telah melaksanakan masa pengenalan lingkungan sekolah secara tatap muka, sedangkan Kabupaten Waykanan akan dilaksanakan pada 10 Agustus mendatang, sebab tidak semua diperbolehkan karena keselamatan siswa adalah yang utama,” ujarnya.
Menurutnya, dalam memberikan rekomendasi dan izin untuk melakukan kegiatan belajar tatap muka dilakukan secara berhati-hati dengan memperhitungkan perkembangan kasus Covid-19 di setiap kabupaten.
“Pembukaan sekolah tidak boleh dilakukan tergesa-gesa semua harus sesuai aturan, bahkan bila terjadi sesuatu maka sekolah akan ditutup kembali, jangan sampai muncul kluster baru,” tukasnya.(*/Kris)
JAKARTA – Kepala Biro Kerjasama dan Humas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Evy Mulyani menegaskan seluruh pembelajaran tatap muka di sekolah merupakan wewenang kepala daerah.
Selain itu, sekolah yang dibuka harus memiliki izin dari Gugus Tugas Pencegahan Covid-19 di daerah.
“Yang perlu kita pahami, adalah kewenangan pembukaan sekolah di zona hijau adalah di kepala daerah dengan persetujuan gugus tugas setempat, dengan seluruh persyaratan yang ketat dan berlapis,” kata Evy, Senin (13/7/2020).
Sebelumnya, Kemendikbud bersama Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Dalam Negeri telah membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri Tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran Baru 2020/2021 masa pandemi Covid-19. Di dalam peraturan tersebut, pembukaan sekolah hanya diperkenankan di zona hijau.
Evy juga menegaskan, meskipun persyaratan sudah dipenuhi sekolah hingga izin dari Gugus Tugas Pencegahan Covid-19, murid yang datang ke sekolah harus diizinkan orang tuanya. “Final decision ini di orang tua, begitu,” kata Evy menambahkan.
Meskipun di zona hijau, pembukaan sekolah harus tetap berjenjang yaitu dimulai dari SMA dan SMP sederajat.
Setelah dua bulan, apabila status wilayah tersebut tetap zona hijau berdasarkan penetapan Gugus Tugas, maka baru bisa dilanjutkan ke jenjang SD dan SLB.
Dua bulan setelah jenjang SD dan SLB dibuka, jenjang terakhir yang diizinkan adalah PAUD untuk menjalankan pembelajaran tatap muka. Masing-masing jenjang diperbolehkan dibuka dengan jarak dua bulan, dengan catatan wilayah tersebut masih ditetapkan sebagai zona hijau.(*/Ind)
BOGOR – Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor belum mengizinkan sekolah di Kota Bogor menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar (KBM) secara tatap muka di sekolah pada tahun ajaran baru 2020/2021 yang mulai Senin (13/7) besok.
Sebab, saat ini masih dalam situasi pandemi Covid-19.
“Tingkat kewaspadaan terhadap penyebaran Covid-19 di Kota Bogor masih zona kuning, belum memasuki zona hijau, sehingga KBM masih harus dilakukan dari jarak jauh secara online,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor, Fahrudin, di Kota Bogor, Minggu (12/7/2020).
Menurut Fahrudin, pada tahun ajaran baru 2020/2021, siswa belajar dari rumah dan guru mengajar dari rumah. “Bisa juga guru mengajar dari sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah masing-masing,” katanya.
Fahrudin yang akrab disapa Fahmi mengatakan pembelajaran jarak jauh tidak hanya mengutamakan pencapaian target secara keseluruhan yang ditetapkan dalam kurikulum, tapi lebih mengutamakan pada pendidikan keterampilan hidup.
Ini termasuk pembentukan karakter, tanggung jawab, penambahan pengetahuan, serta pembentukan akhlak yang baik melalui pembiasaan baik di rumah.
“Pendidikan atau proses pembelajaran jarak jauh itu harus dilakukan dengan menyenangkan, tidak membebani siswa dan orang tua,” katanya.
Pada pembelajaran jarak jauh, kata dia, perlu ada kerja sama yang baik, antara sekolah, guru, siswa, dan orang tua. Hal ini agar hambatan yang dapat terjadi pada proses pembelajaran online ini bisa diselesaikan bersama.
Pada kesempatan tersebut, Fahmi mengajak guru, para siswa, dan orang tua, menyambut tahun ajaran baru 2020/2021, untuk wujudkan pembelajaran online yang bermutu dan efektif. “Kepada para siswa terus jaga kesehatan,” katanya.
Fahmi menambahkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menetapkan tanggal 13 Juli 2020 hari pertama tahun ajaran baru 2020/2021. Namun, tidak semua sekolah dibolehkan melakukan KBM tatap muka.
“Hanya daerah yang berstatus zona hijau yang telah diizinkan melakukan KBM tatap muka,” terangnya.(*/Iw)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro