CIBINONG – Diduga menggelapkan dana tur yang tak jadi dilakukan karena pandemi Covid-19, SMA Plus PGRI Cibinong mendapat banyak komplain dari orang tua siswa kelas XII.
Kepala SMA Plus PGRI Cibinong, Basyarudin Thayib membantah komplain tersebut. Bahkan, mereka sendiri terkejut melihat somasi para orang tua yang bakal berlanjut ke ranah hukum.
Ia sekaligus kecewa dengan komitmen para orang tua bersama pengacara yang sempat ingin menyelesaikan secara kekeluargaan.
Pada kenyataannya, komplain-komplain itu telah menyebar melalui media televisi. Padahal, para orang tua beserta pengacaranya telah mendapatkan penjelasan selengkap-lengkapnya dari pihak sekolah. Setelahnya, mereka sepakat untuk menyelesaikannya secara kekeluargaan.
“Tidak benar kalau sekolah tidak ingin menyelesaikan masalah ini. Kami sudah kirimkan surat edaran ke orang tua, empat halaman, yang isinya menjelaskan sedetail-detailnya permasalahan tersebut,” bebernya melalui kanal Youtube resmi SMA Plus PGRI Cibinong, Selasa yang lalu (28/7/2020).
Bahkan, ia mengklaim pihak sekolah juga telah menyiapkan pilihan bagi orang tua yang kecewa itu. Di antaranya dengan meminta solusi atas permasalahan uang study tour yang sebagian besar sudah terserap tersebut.
Solusi pertama, mengangsurkan proposal yang merincikan pengembalian dana yang tersisa.
“Kami nyatakan bahwa apabila pihak orang tua sependapat dengan proposal yang diajukan sekolah, maka silakan datang ke sekolah untuk mencairkan dana sesuai dengan tabel yang kami buat di dalam surat itu. Bagi yang tidak setuju dan akan melanjutkan proses hukum, kami siap mengikuti langkah berikutnya,” ungkapnya.(*/Ind)
BOGOR – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim meminta saran dan masukan dari para guru dan kepala sekolah terkait kegiatan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Permintaan itu disampaikan Nadiem saat mengunjungi sejumlah sekolah di Bogor Raya (kota dan kabupaten), Kamis (30/7/2020)
Sejak pagi hingga siang, Nadiem mengunjungi tiga sekolah di Kota Bogor dan dua sekolah di Kabupaten Bogor. Tiga sekolah di Kota Bogor itu adalah SDN Polisi 1, Regina Pacis, dan SMP Al Ghazaly.
Sedangkan sekolah yang dikunjungi di Kabupaten Bogor adalah SMK Ma’arif Kabupaten Bogor dan SMP Muhammadiyah Bogor.
Nadiem mengaku alasannya memantau kegiatan belajar mengajar PJJ secara daring dan luring, karena hingga saat ini Bogor Raya berada di zona kuning penularan Covid-19.
“Tentunya kami mengharapkan rekomendasi atau saran-saran ke Kemendikbud. Masukan dari teman-teman atau dari kepala sekolah saya sangat apresiasi,” katanya.
Nadiem juga mengecek kesiapan sejumlah sekolah terkait penerapan adaptasi kebiasaan baru (AKB). Mulai dari protokol pencegahan Covid-19 hingga fasilitas penunjang dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah.
Kepala Sekolah SDN Polisi 1 Kota Bogor Radite berharap setelah mengunjungi sekolah, Mendikbud bisa lebih memahami tantangan yang dihadapi pengelola sekolah dan para guru dalam melaksanakan kegiatan PJJ semasa pandemi. “Semoga ke depannya ada tindak lanjut dari pemerintah, kementerian, untuk lebih banyak intervensi dalam meningkatkan pelayanan pembelajaran jarak jauh,”tukasnya.(*/Ad)
SEMARANG – Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah Padmaningrum mengatakan, dana bantuan operasional sekolah (BOS) bisa untuk membeli kuota internet bagi pelajar dan guru. Hal ini terkait pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (KBM) secara daring.
“Memang diperbolehkan menggunakan dana BOS untuk pembelian kuota internet, bagi siswa dan guru dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh, tapi anggarannya disesuaikan dengan kemampuan sekolah. Di samping itu juga, ada peruntukan dana BOS yang lain sesuai aturannya,” katanya di Semarang, Senin (27/7/2020).
Ia menjelaskan biaya kuota internet untuk pembelajaran jarak jauh sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 19 Tahun 2020 yakni diperbolehkan menggunakan dana BOS. Ia mengungkapkan sejauh ini belum ada sumber anggaran khusus yang lain untuk pembelian kuota internet sebagai sarana pembelajaran jarak jauh bagi para pelajar.
“Belum ada anggaran lain, tapi masih kita musyawarahkan untuk mencari solusi-solusi,” ujarnya.
Terkait kendala yang dihadapi bagi siswa yang berada di lokasi yang sulit akses internet, ia mengambil langkah guru kunjung, yakni guru mengunjungi siswa-siswi untuk memberikan pelajaran. “Guru bisa mengirim materi pelajaran ke siswa dan tugas, nanti dikirim ke gurunya jika sudah selesai.
Memang ada daerah yang susah sinyal, tapi kami berupaya proses pembelajaran tetap bisa dilakukan,” katanya.
Sebelumnya, anggota Komisi E DPRD Provinsi Jawa Tengah Yudi Indras Wiendarto mendorong penggunaan dana BOS dari pemerintah untuk membeli gawai dan kuota internet yang diperlukan untuk keperluan pelaksanaan KBM secara daring saat pandemi Covid-19.
“Anggaran sarana prasarana pendidikan berupa seragam dibelikan saja telepon seluler, anggarannya bisa diambilkan dari dana BOS, kuota internet dibebaskan tanpa harus membeli agar tidak memberatkan orang tua para pelajar,” ujarnya.
Menurut dia, usulan penggunaan dana BOS untuk membeli gawai dan kuota internet bagi para pelajar, terutama yang mengalami keterbatasan ekonomi, saat pandemi Covid-19 itu wajar dan masuk akal dalam kondisi seperti sekarang.
Selain itu, dana BOS yang berasal dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah tersebut mencukupi untuk pembelian gawai dan kuota internet bagi para pelajar.(Antara)
SUKABUMI – Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil akan menerapkan zona hijau berbasis kecamatan dalam penerapan sekolah tatap muka. Hal ini disampaikan disela-sela touring Hari Bhakti Adhyaksa di Lapang Merdeka Kota Sukabumi, Sabtu (25/7).
”Ada kebijakan baru zona hijau berbasis kecamatan,” ujar Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil atau sering disapa Kang Emil kepada wartawan.
Misalnya di Kota Sukabumi kalau ada satu kecamatan ditemukan kasus, akan tetapi yang lain tidak maka di wilayah (yang tidak kasus-red) itu bisa buka sekolah.
Kebijakan baru ini kata Emil, harus ada persiapan dan sudah dilakukan di Kota Sukabumi yang jadi contoh persiapan sekolah tatap muka. Terlebih Kota Sukabumi telah dikunjungi Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin.
Di sisi lain ungkap Emil, ekonomi saat ini sudah dibuka dan investasi di Jabar tidak terpengaruh sebesar Rp 57 triliun. Padalah sebelumnya dianggap akan turun.
Namun ungkap Emil, warga harus tetap menerapkan protokol kesehatan. Terutama dengan memakai masker dan menjaga jarak.
Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi mengatakan, pemkot akan mengikuti arahan dari provinsi dan pemerintah pusat terkait sekolah tatap muka. Sebelumnya direncanakan sekolah tatap muka akan dilakukan pada Agustus mendatang bagi sekolah yang sudah siap menerapkan protokol kesehatan dan diverifikasi satgas penanganan Covid-19.(*/Ind)
LEBAK – Siswa Sekolah Dasar (SDN) di Kabupaten Lebak, belajar di rumah guru karena pembelajaran secara dalam jaringan dirasakan tidak efektif.
“Kami lebih baik siswa belajar di sini,” kata Heti, seorang guru SDN 4 Muara Ciujung Rangkasbitung Timur, Kabupaten Lebak, Jumat (24/7/2020).
Pembelajaran secara online itu dinilai tidak efektif karena siswa belum memahami benar penggunaan aplikasi gadget android. Bahkan beberapa siswanya mengalami kesulitan untuk membaca dan berhitung. Selain itu juga banyak orang tua anak tidak mampu membeli gadget android dan paket internet.
Karena itu, ia lebih memilih proses pembelajaran di rumah dengan berkelompok antara lima dan tujuh siswa/hari dari 30 siswa kelas 3 tersebut. Pembelajaran itu juga menerapkan protokol kesehatan dengan memakai masker dan menjaga jarak guna mencegah pandemi Covid-19.
“Kami sediakan tempat pembelajaran itu di teras halaman rumah dilengkapi papan tulis serta buku pelajaran,” katanya menjelaskan.
Rosita (40 tahun), orang tua siswa SDN 4 MC Rangkasbitung Timur mengaku sangat senang belajar di rumah guru dibandingkan secara daring. Sebab, ia bersama orang tua lain sangat keberatan jika diterapkan pembelajaran secara daring karena tidak memiliki gadget android itu.
Di samping itu juga anaknya yang kini kelas 3 SD belum mampu membaca dan berhitung, apalagi empat bulan lalu kegiatan belajar di sekolah libur akibat Covid-19.
“Kami datang ke rumah guru dengan jarak tempuh 1,5 kilometer bersama anak untuk belajar di sini,” katanya menjelaskan.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebak,Wawan Ruswandi mengapresiasi inovasi guru dapat menjalankan proses pembelajaran meski rumahnya dijadikan tempat belajar. Pemerintah daerah akan menerapkan proses kegiatan belajar mengajar (KBM) jenjang SD dan SMP pada Agustus mendatang bertatap muka.
Namun, pembelajaran bertatap muka itu di daerah-daerah yang sudah dinyatakan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Lebak yang sudah dinyatakan zona hijau.
“Kami minta semua sekolah tetap belajar di tengah pandemi Covid-19,namun tetap memperhatikan protokol kesehatan,”tukasnya.(*/Dul)
CIBINONG – Sekolah menjadi salah satu pusat keramaian yang ditutup sementara oleh pemerintah. Tujuannya yakni agar tidak adanya klaster penyebaran di lingkungan siswa tersebut.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Entis Sutisna mengatakan, akan memanggil pihak sekolah yang melanggar hal tersebut. Untuk sekolah negeri akan mendapat sanksi administratif dan swasta akan mendapat sanksi pembinaan.
“Kalau ada laporan, sekolah mana langsung kita panggil. Kalau ada sanksi administratif untuk negeri, kalau swasta ada pembinaan. Karena yang berwenang itu ketua yayasannya, tetapi tetap nanti berbenturan dengan Peraturan yang dikeluarkan Bupati,” kata Entis, Rabu (22/7/2020).
Entis menjelaskan, sekolah hanya boleh melakukan pengenalan di sekolah, hanya Sekolah Menengah Akhir (SMA) atau SMK. Siswa yang datang ke sekolah juga harus dibarengi protokol kesehatan yang ketat dan hanya didatengi 50 persen dari jumlah maksimal kelas.
Hal tersebut sudah diatur oleh Perbup Nomor 42 Tahun 2020. Maka untuk tingkat sekolah dasar (SD) dan menengah pertama (SMP) belum diperkenankan untuk datang ke sekolah.
Entis menjelaskan permasalahan memang masih terjadi, seperti contoh pendaftaran sekolah yang tidak bisa 100 persen hanya bertumpu pada website. Ia menjelaskan bukan hal yang tidak mungkin pembelajaran di beberapa wilayah tidak maksimal karena keterbatasan.
“Ada beberapa sekolah yang mungkin bisa semua pakai daring. Tapi ada beberapa sekolah yang tidak bisa seperti itu, bisa ada masalah di jaringan atau seperti yang terjadi di lapangan mereka hanya daftar nama saja. Nomor dan kelengkapan data tidak ada, jadi memang ada yang harus secara luring,” kata dia.
Maka pemanggilan orang tua ke sekolah bisa terjadi demi pendaftaran siswa baru, atau ada masalah pendaftaran. Seperti contoh dari Madrasah Ibtidaiah (MI) ke sekolah SMP biasa karena beda lembaga maka perlunya pengurusan yang tidak sebentar dan perlunya komunikasi langsung orang tua dan sekolah.
Walaupun tidak ada Perbup-nya namun hal tersebut bisa dilakukan dengan pembinaan dan penerapan protokol. “Namun jika kedatangan murid ke sekolah untuk pelaksanaan KBM tentu tidak dibenarkan,” ungkapnya.(*/T Abd)
JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menilai pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau pembelajaran secara daring yang dilakukan selama pandemi banyak memengaruhi kesehatan jiwa anak. Yang banyak terpengaruh kejiwaannya terutama remaja.
“Potret itu menggambarkan betapa tinggi persoalan kesehatan jiwa pada anak remaja pada periode Covid-19 kalau tidak diantisipasi dengan cepat,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kemenkes Fidiansjah dalam konferensi pers bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 di Graha BNPB, Jakarta, Senin (20/7).
Ia mengatakan besarnya persoalan terkait kesehatan jiwa selama Covid-19 tersebut dapat dilihat dari hasil studi penilaian cepat dampak Covid-19 dan pengaruhnya terhadap anak Indonesia yang dilakukan oleh lembaga masyarakat Wahana Visi Indonesia pada Mei 2020.
Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa proses belajar mengajar yang dilakukan selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menyebabkan hanya sekitar 68 persen anak yang mempunyai akses terhadap jaringan. “Berarti 32 persennya tidak mendapatkan sarana tersebut,” katanya.
Dampak dari keterbatasan anak terhadap jaringan tersebut menyebabkan mereka harus belajar secara mandiri tanpa pendampingan guru. “Dan itu menimbulkan satu dampak, dengan 37 persen anak tidak bisa mengetahui waktu belajar karena tadinya rutin belajar lalu dia harus belajar mandiri,” katanya.
Kemudian, 30 persen di antaranya juga mengalami kesulitan untuk memahami pelajaran secara mandiri karena tidak ada pendampingan dari guru. Sementara itu, 21 persen anak bahkan dinilai tidak dapat memahami instruksi guru berdasarkan proses belajar daring.
Selain itu, dampak psikososial dari pembelajaran yang dilakukan selama pandemi juga, menurut dia, cukup mengkhawatirkan. “Ada 47 persen anak itu bosan tinggal di rumah. Kemudian 35 persen anak khawatir akan ketinggalan pelajaran karena tidak seperti biasa, dia tidak mengikuti pelajarannya,” katanya.
Berikutnya, 34 persen anak merasa takut karena Covid-19 walaupun sudah berada di dalam rumah, dan 20 persen anak merasa rindu untuk bertemu teman-temannya.
Sementara itu, 10 persen anak lainnya merasa khawatir tentang penghasilan orang tua mereka yang menurun akibat pandemi Covid-19. “Jadi (mereka) ikut berpikir,” katanya.
Data lain yang ia sampaikan juga menyebutkan bahwa 11 persen anak mengalami kekerasan fisik karena proses belajar yang tidak lazim. Sedangkan 62 persen anak juga tercatat mengalami kekerasan verbal.(*/Ind)
JAKARTA – Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim mengungkapkan, sejumlah kesemrawutan dalam penerapan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ). Terutama soal kemampuan guru dalam menggunakan perangkat teknologi.
“PJJ yang berjalan sekarang itu semrawut. Ada yang berjalan, ada yang tidak,” kata Ramli kepada Republika, Senin (20/7).
Dia menjelaskan, kesemrawutan itu tampil dalam berbagai bentuk. Pertama, ada proses PJJ yang hanya berjalan dengan pemberian tugas oleh guru via aplikasi perpesanan WhatsApp.
Kedua, ada PJJ yang sudah menggunakan aplikasi telekonferensi seperti Zoom, tapi jumlah siswanya terlalu banyak. Terkadang satu guru dalam satu pertemuan telekonferensi mengajar untuk lima kelas sekaligus. Satu kelas biasanya terdiri dari 36 siswa.
Proses PJJ semacam itu, lanjut Ramli, sangatlah tidak efektif. Sebab, guru tak bisa mengenali semua siswa yang jumlah seratus orang lebih itu. Pada gilirannya, tak akan terbangun interaksi timbal balik dalam proses belajar.
Menurut dia, selain terbatasnya akses para siswa terhadap perangkat teknologi, terdapat pula kendala pada guru itu sendiri. “Masalah utamanya sekarang, 60 persen guru belum bisa menggunakan teknologi untuk pembelajaran. Itu data Kemendikbud,” kata Ramli.
Oleh karena itu, Ramli berharap, agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) segera mengatasi persoalan ini. Setidaknya, lanjut dia, untuk setiap sekolah harus terdapat tiga atau empat orang guru yang bisa menggunakan teknologi.
Tiga atau empat guru itu bisa menjadi landasan awal untuk mensukseskan PJJ. Intinya, kata dia, para guru yang sudah paham teknologi bisa dimanfaatkan untuk melatih guru-guru lainnya yang belum melek teknologi.
Untuk mencapai target empat guru melek teknologi itu, Ramli meminta Kemendikbud segera menyelenggarakan berbagai pelatihan. “Butuh pendidikan tambahan. Kemendikbud belum bikin apa-apa kok untuk ini,” katanya.
Jika sudah dilakukan pelatihan, tapi jumlah guru melek teknologi masih belum tercapai, ia menyarankan agar ada pemerataan guru. “Jangan sampai satu sekolah itu numpuk semua guru bagus (melek teknologi) semua. Jangan sampai terjadi,” ucapnya.
Ramli menambahkan, jika semua upaya itu dilakukan, maka akan semakin banyak guru yang melek teknologi. Sehingga proses PJJ akan bisa berjalan efektif. “Jadi satu guru mengajar untuk 36 siswa atau satu rombel. Bukan satu guru 10 rombel,”tukasnya.(*/Ind)
TASIKMALAYA – Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat (Jabar) Uu Ruzhanul Ulum mengizinkan sekolah untuk menggunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk keperluan belajar secara daring. Artinya, dana BOS dapat digunakan untuk melengkapi sarana dan prasarana sekolah dalam memberikan materi pelajaran siswa secara daring.
“Kenapa tidak bos itu dibelikan untuk kuota siswa dan sarana penunjang lain untuk belajar secara daring,” kata dia, saat berkunjung ke Kota Tasikmalaya, Minggu(19/7/2020).
Ia menilai, dana BOS tetap bisa digunakan meski proses kegiatan belajar mengajar (KBM) secara tatap muka tak dilakukan. Menurut dia, dana BOS dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kegiatan belajar secara daring.
Hingga saat ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar belum memberikan izin kepada seluruh sekolah melaksanakan proses KBM secara tatap muka. Hanya sekolah-sekolah yang berada di zona hijau Covid-19 yang diizinkan, seperti di Sukabumi.
Tak adanya proses pembelajaran secara tatap muka membuat siswa harus mengakses materi pelajaran secara daring. Namun, tak semua siswa memiliki fasilitas yang memadai untuk mengakses materi pembelajaran secara daring.
Berdasarkan pantauan Republika.co.id di Desa Pasahawan, Kecamatan Banjaranyar, Kabupaten Ciamis, para siswa harus bersusah payah mencari lokasi yang tepat untuk dapat mengakses materi pembelajaran secara daring.
Sebab, jaringan internet di wilayah itu belum merata di seluruh lokasi. Bahkan, sejumlah siswa harus belajar di pos kamling secara berkelompok lantaran di rumah mereka tak ada jaringan internet.(*/Dang)
GARUT – Pemerintah Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat mulai membenahi sejumlah sekolah agar memiliki standar adaptasi kebiasaan baru (AKB).
“Kalau sekolah tetap tidak berhenti, untuk tatap muka kemungkinan bulan Januari atau Desember, oleh karena itu kita mempersiapkan dari sekarang untuk sarana prasarana new normal dalam rangka belajar dengan protokol kesehatan,” kata Wakil Bupati Garut Helmi Budiman kepada wartawan di Garut, Jumat (17/7/2020).
Ia menuturkan, jajaran Dinas Pendidikan Garut sudah meninjau langsung sejumlah sekolah terkait kesiapan memenuhi protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran wabah COVID-19.
Salah satu sekolah yang dinilai siap menghadapi AKB, kata dia, yakni SD Negeri Sukasono 3, Desa Sukasono, Kecamatan Sukawening, yang sudah menyediakan sumber air, kemudian tempat cuci tangan.
“Di SD Sukasono 3 dilakukan pengeboran 60 meter keluar air, itu yang pertama adalah bagaimana sekolah mempunyai kecukupan air dalam ‘new normal’,” katanya.
Ia menambahkan kesiapan lainnya untuk menghadapi AKB yakni sekolah harus memiliki alat pengukur suhu tubuh untuk memeriksa setiap orang yang akan masuk lingkungan sekolah, kemudian wajib memakai masker, dan menjaga jarak.
Protokol kesehatan di sekolah itu, kata dia, harus sudah disiapkan mulai dari sekarang sebelum nanti dibuka kembali kegiatan belajar mengajar secara tatap muka.
“Kita harus mempersiapkan manakala nanti Pak Menteri Pendidikan atau Pak Gubernur menetapkan mulai sekolah tatap muka,” katanya.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut Totong menambahkan sejumlah sekolah di Garut masih ada yang belum menyediakan fasilitas sesuai protokol kesehatan, termasuk belum memiliki sumber air.
Dinas Pendidikan Garut, kata dia, terus mendorong sekolah untuk menjadikan lingkungannya sesuai protokol kesehatan yang memberikan rasa aman dan nyaman bagi siswa maupun guru saat beraktivitas di sekolah.
“Sekolah harus menciptakan lingkungan yang aman serta sehat dengan membangun PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) khususnya nanti saat kegiatan belajar kembali aktif,”jelasnya.(*/Dang)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro