JAKARTA – Tim Komunikasi Publik Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 membeberkan persyaratan untuk dapat melaksanakan kegiatan belajar-mengajar secara tatap muka di daerah zona hijau dan kuning. Ada empat persyaratan yang harus dipenuhi.
“Pertama, persetujuan dari pemerintah daerah (pemda) atau dinas pendidikan dan kebudayaan di wilayah zona hijau dan kuning,” ujar tim komunikasi publik satgas Covid-19 dalam keterangan resminya, Sabtu, (9/8/2020).
Kedua, persetujuan kepala sekolah atau setelah sekolah dapat memenuhi protokol kesehatan yang ketat. Ketiga, adanya persetujuan wakil dari orang tua dan wali siswa yang tergabung dalam komite sekolah meskipun kemudian sekolah sudah melakukan pembelajaran tatap muka.
“Keempat, adanya persetujuan dari orang tua peserta didik. Jika orang tua tidak setuju, peserta didik tetap belajar dari rumah dan tidak dapat dipaksa,” sambungnya.
Berdasarkan rilis yang diterima dari tim komunikasi publik satgas covid-19, disebutkan bahwa Kemendikbud mengedepankan dua prinsip dalam kebijakan pendidikan di masa pandemi covid-19.
Prinsip pertama yakni kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga dan masyarakat. Kedua, tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial juga menjadi pertimbangan dalam pemenuhan layanan pendidikan selama masa pandemi Covid-19.
Pembelajaran tatap muka di zona oranye dan merah sendiri, rencananya akan tetap dilarang. Sekolah pada zona tersebut tetap melanjutkan belajar dari rumah.
Berdasarkan data Kemendikbud, sekira 57 persen peserta didik masih berada di zona merah dan oranye. Mereka tersebar di 238 wilayah administrasi setingkat kabupaten dan kota. Sedangkan 43 persennha, berada di zona hijau dan kuning atau tersebar di 276 wilayah administrasi.
Kemendikbud mengidentifikasi beberapa tantangan yang dihadapi mereka saat menerapkan pembelajaran di ruang digital. Salah satunya, tidak semua orang tua mampu mendampingi anak belajar di rumah karena ada tanggung jawab lain, seperti bekerja atau urusan rumah. Di samping itu, mereka kesulitan dalam memahami pelajaran dan memotivasi anak saat belajar di rumah.
Di sisi anak didik, mereka kesulitan untuk konsentrasi belajar dari rumah dan mengeluhkan beratnya penugasan soal dari guru, serta peningkatan rasa stress dan jenuh akibat isolasi berkelanjutan. Kondisi tersebut dapat berpotensi untuk menimbulkan rasa cemas dan depresi bagi anak.
Sementara itu, guru kesulitan untuk mengelola pembelajaran jarak jauh dan cenderung fokus pada penuntasan kurikulum. Mereka juga mengalami waktu pembelajaran berkurang sehingga guru tidak mungkin memenuhi beban jam mengajar serta kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang tua sebagai mitra di rumah.
“Tantangan yang dirasakan para orang tua dan anak-anak yang tidak memiliki perangkat untuk mengakses materi yang diberikan melalui ruang digital serta kuota yang harus dibeli untuk dapat mengaksesnya,” tulisnya.(*/Ta)
JAKARTA – Setelah zona hijau pemerintah membolehkan sekolah tatap muka di zona kuning. Namun untuk mencegah penularan virus korona maka satu kelas tidak diizinkan diisi penuh oleh semua siswa.
Kepala Biro Humas dan Kerjasama Kemendikbud, Evy Mulyani mengatakan, pembelajaran tatap muka akan dilakukan secara bertahap dengan syarat satu kelas tidak boleh terisi penuh oleh seluruh peserta didik. Kemendikbud membatasi 30-50% dari standar peserta didik per kelas.
Oleh karena itu, ujarnya, untuk satuan SD, SMP, SMA dan SMK dengan standar awal 28-36 peserta didik per kelas kini hanya boleh diisi oleh 18 peserta didik. Sementara untuk Sekolah Luar Biasa, yang awalnya 5-8 menjadi 5 peserta didik per kelas.
Untuk sekolah PAUD dari standar awal 15 peserta didik per kelas maka untuk mencegah penularan virus korona akan dibatasi menjadi 5 peserta didik per kelas.
‘’Begitu pula jumlah hari dan jam belajar akan dikurangi, dengan sistem pergiliran rombongan belajar (shift) yang ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan situasi dan kebutuhan,’’ kata Evy melalui telekonferensi, Minggu (9/8/2020).
Selain itu, Evy menjelaskan, walaupun berada di zona hijau dan kuning, satuan Pendidikan tidak dapat melakukan pembelajaran tatap muka tanpa adanya persetujuan empat pihak. Yakni pertama Pemda/kanwil, kedua adalah kepala sekolah setelah sekolah dapat memenuhi protokol kesehatan yang ketat,Ketiga adanya persetujuan komite sekolah.
Walaupun kemudian sekolah sudah melakukan pembelajaran tatap muka, persyaratan terakhir adalah adanya persetujuan dari orang tua peserta didik. Jika orang tua tidak setuju maka peserta didik tetap belajar dari rumah dan tidak dapat dipaksa.
Dia menekankan, jika satuan pendidikan terindikasi dalam kondisi tidak aman atau tingkat risiko daerah berubah, maka pemerintah daerah wajib menutup kembali satuan pendidikan. Implementasi dan evaluasi pembelajaran tatap muka adalah tanggung jawab pemerintah daerah yang didukung oleh pemerintah pusat.
Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota, bersama dengan Kepala Satuan Pendidikan wajib berkoordinasi terus dengan satuan tugas percepatan penanganan COVID-19 guna memantau tingkat risiko COVID-19 di daerah.
Menurut Evy, banyak satuan pendidikan di daerah 3T sangat kesulitan untuk melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh dikarenakan minimnya akses. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap tumbuh kembang dan psikososial anak secara permanen.
‘’Saat ini, 88 persen dari keseluruhan daerah 3T berada di zona kuning dan hijau. Dengan adanya penyesuaian SKB ini, maka satuan pendidikan yang siap dan ingin melaksanakan pembelajaran tatap muka memiliki opsi untuk melaksanakannya secara bertahap dengan protokol kesehatan yang ketat,” tandasnya.(*/Ta)
SEMARANG – Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi siap membantu semua siswa dan guru dalam memenuhi kebutuhan kuota internet untuk mendukung proses pembelajaran jarak jauh secara online (daring). Pemkot Semarang akan menyediakan kuota internet gratis bagi semua siswa dan guru TK, SD serta SMP.
“Pemkot Semarang bisa memberikan kuota internet gratis kepada seluruh siswa, mulai tingkat TK, SD, sampai SMP, baik negeri maupun swasta. Sedangkan siswa tingkat SMA dan sekolah sederajat menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Jateng,” kata Hendi, sapaan akrab Hendrar Prihadi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (8/8/2020).
Hendi mengatakan, kebijakan tersebut digulirkan, karena metode pembelajaran jarak jauh selama pandemi COVID-19 membutuhkan kuota internet yang cukup banyak. Dan kuota internet akan diberikan kepada semua siswa dan guru TK, SD, SMP tanpa harus mengajukan proposal permohonan bantuan.
“Jadi semua siswa TK, SD, SMP otomatis akan mendapat kuota internet gratis. Diupayakan semuanya diberi, tidak memandang miskin ataupun kaya. Kuota internet bisa otomatis masuk ke nomor masing – masing,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Pendidikan Kota SemarangHari Waluyo menambahkan, kuota gratis diberikan tidak hanya bagi siswa, namun juga bagi guru atau tenaga pendidik. Hanya saja dalam mekanismenya harus memenuhi beberapa persyaratan seperti tercatat pada Dapodik per 31 Desember 2019. Yakni memiliki nomor unik pendidik, tenaga kependidikan, dan beberapa hal administrasi lainnya.
“Dinas Pendidikan tentu saja mengharapkan persyaratan tersebut tidak menjadi kendala dalam program pemberian kuota nantinya, baik semua sekolah yang berada dalam kewenangan Pemerintah Kota Semarang,” ujarnya.
Di sisi lain, untuk mekanisme pemberian kuota ini berasal dari dana BOS yang kemudian pihak sekolah di Kota Semarang akan membelanjakan kuota internet bagi siswa. Karena berasal dari dana BOS, artinya baik sekolah negeri maupun swasta dapat membelanjakan kuota bagi siswanya.
Bagi sekolah negeri semua siswa dibelikan kuota, sedangkan untuk sekolah swasta memang tergantung pihak sekolah. “Karena dana BOS itu kan hibah kepada sekolah. Dalam hal ini tergantung penerima hibah. Kalau sekolah menganggarkan pembelian kuota dalam RKAS berarti tidak ada masalah,” pungkasnya.
JAKARTA – Pemerintah melakukan revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri Tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran Baru 2020/2021 Masa Pandemi Covid-19. Revisi tersebut yaitu memperbolehkan sekolah tatap muka di zona kuning dan hijau.
Sebelumnya, sekolah di zona hijau saja yang boleh melakukan pembelajaran tatap muka. “Kita merevisi SKB untuk memperbolehkan, bukan memaksakan, pembelajaran tatap muka dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat. Semua data mengenai zona itu berdasarkan data dari gugus tugas,” kata Mendikbud Nadiem Makarim, dalam telekonferensi, Jumat (7/8).
Ia menegaskan, peraturan ini hanya mengizinkan, bukan mewajibkan sekolah di zona hijau dan kuning untuk kembali melakukan pembelajaran tatap muka. Bagi zona merah dan oranye tetap dilarang melakukan pembelajaran tatap muka.
Dibukanya kembali sekolah di zona kuning dan hijau, kata Nadiem tentunya dengan protokol kesehatan yang ketat. Pilihan untuk membuka kembali sekolah juga diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah, sekolah, dan orang tua siswa.
“Kalau pemda/kanwil menyatakan siap, masing-masing kepala sekolah dan komite sekolah boleh memutuskan bahwa di sekolah tersebut belum siap. Bahkan, kalau sekolahnya siap, kalau orang tua murid tidak memperkenankan anaknya sekolah, itu adalah hak prerogatif orang tua,” kata Nadiem menegaskan.
Peraturan lainnya, sama seperti SKB 4 menteri sebelum revisi. Beberapa peraturan yang sama tersebut seperti jenjang yang boleh dibuka di awal adalah jenjang SMP dan SMA sederajat. Bagi PAUD, pembelajaran tatap muka dilakukan dua bulan setelah jenjang di atasnya dibuka.
“Untuk PAUD hanya bisa dilakukan dua bulan setelah mulainya implementasi tatap muka tersebut. Jadi kami menunda PAUD karena protokol kesehatan di PAUD lebih sulit,” kata Nadiem.
Sementara itu, untuk madrasah dan sekolah berasrama di zona kuning dan hijau dilakukan secara bertahap. Bagi asrama yang jumlah peserta didiknya di bawah 100 orang, pada bulan pertama maksimal kapasitas 50 persen. Pada bulan kedua diperbolehkan masuk 100 persen.
Sementara itu, bagi asrama yang peserta didiknya di atas 100, pada bulan pertama diperbolehkan untuk diisi sebanyak 25 persen dari kapasitas. Pada bulan kedua diperbolehkan sebanyak 50 persen. Sementara itu pada bulan ketiga diperbolehkan diisi sebanyak 75 persen. Pada bulan keempat diperbolehkan sebanyak 100 persen dari kapasitas.
Secara umum, standar protokol sama dengan SKB 4 menteri sebelumnya, yaitu wajib menggunakan masker, mencuci tangan dan jaga jarak. Selain itu, kegiatan yang menimbulkan perkumpulan antarkelas ditiadakan, seperti kegiatan di kantin.
“Ini jadi tanggung jawab pemerintah daerah untuk implementasinya dan evaluasinya dilakukan secara efektif, dan kami di pemerintah pusat siap mendukung dengan berbagai macam bantuan yang dibutuhkan,”tukasnya.(*/Ind)
BANDUNG – Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat (Disdik Jabar) memiliki program kuota internet gratis untuk menunjang pembelajaran jarak jauh (PJJ) siswa tingkat SMA negeri sederajat. Kuota internet pun akan diberikan dalam bentuk kartu SIM, yang dibagikan ke masing-masing alamat peserta didik.
Sekretaris Disdik Jabar Wahyu Mijaya mengatakan petunjuk teknis dan pelaksanaan pembagian kuota gratis telah diberikan ke masing-masing sekolah. Pemberian kuota internet dan besarannya pun tergantung pihak sekolah.
“Karena berbeda-beda kebutuhan kuota di setiap sekolah, itu sudah kami serahkan ke sekolah (teknis pembagiannya),” ujar Wahyu, Rabu (5/8/2020).
Menurut Wahyu, pihaknya menekankan azas keadilan dalam pembagian kuota ini sehingga, tidak semua siswa bisa mendapatkan kuota. Sekolah pun diminta untuk mendata kebutuhan siswa terkait kuota tersebut.
Tak hanya itu, sekolah juga diberikan kebebasan untuk menentukan provider yang akan dipakai. Karena, sinyal provider di daerah bisa berbeda-beda.
“Misal di satu tempat misalnya yang bagus operator A, terus di tempat lain operator B, dan itu beda-beda. Kemudian beasran kuota dan lain-lain diserahkan kepada kebijakan masing-masing sekolah,” paparnya.
Sayangnya, tak semua siswa mengetahui program tersebut. Salah satunya, Leli, orang tua siswa SMAN 15 Bandung yang tidak mendapatkan informasi mengenai kuota internet gratis ini.
“Sejauh ini belum, teman-teman anak saya juga belum dapat,” ujar Leli.
Berbeda dengan Leli, salah seorang siswa di SMAN 13 Bandung Salsabila Syifa mengatakan telah mendapatkan kuota internet sebanyak 5 gigabyte (GB) dari sekolah. Kuota itu ia terima dalam bentuk fisik pada bulan lalu, dan belum ada kabar pemberian kuota kembali.
“Bulan kemarin dikasihnya, sekarang belum dikasih lagi. Memang, kalau beli kuota lebih murah dari biasanya tapi itu gak bisa dipakai lama,” tukasnya.(*/Ta)
BEKASI – Ketua Dewan Pendidikan Kota Bekasi, Ali Fauzi, mengatakan pihak sekolah di Bekasi dapat menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk memenuhi sarana dan prasarana pelaksanaan pembelajaran tatap muka dengan protokol Covid-19.
“Saya kira semuanya bisa, dari dana anggaran BOS itu sudah ada kebijakan dari pusat boleh digunakan untuk memenuhi sarana dan prasaran protokol kesehatan,” kata Ali saat mengunjungi SMP Negeri 2 Kota Bekasi, Rabu (5/8/2020).
Adapun, sarana prasarana itu di antaranya penyediaan tempat cuci tangan dan masker. Sebagai informasi, Kota Bekasi memiliki 6 sekolah role model yang melakukan simulasi sebelum sistem pembelajaran tatap muka resmi dimulai.
Di antaranya SMPN 2 Kota Bekasi, SMP Victory, SMP Nassa, SDN Pekayonjaya VI, SD Negeri Jaticempaka VI, dan SD Al Azhar VI.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Uu Saeful Mikdar, menuturkan simulasi ini murni sebagai persiapan sebelum pembelajaran tatap muka yang asli siap dilakukan.
Dari sisi waktu, dalam SKB 4 Menteri memang disebutkan pelaksanaan pembelajaran tatap muka untuk jenjang pendidikan menengah sedianya digelar paling cepat pada September 2020.
“Berarti apa yang dilakukan kami waktu role modelnya itu akan di laksanakan tanggal 3 sampai tanggal 28 Agustus. Memasuki bulan September sebetulnya dalam keputusan bersama sudah diperbolehkan dari sisi waktu,” ujar Uu.
Namun, dalam rujukan aturan yang sama, sekolah dapat membuka kegiatan pembelajaran tatap muka di zona hijau. Dalam surat itu juga dengan tegas tertulis satuan pendidikan yang berada di daerah zona kuning, orange, dan merah dilarang melakukan proses pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan dan tetap melanjutkan belajar dari rumah.(*/Ind)
JEMBER – Sejumlah siswa di Jember, Jawa Timur, terpaksa belajar online di pinggir sawah. Hal ini dikarenakan sulitnya mendapatkan jaringan internet saat para siswa mengerjakan tugas sekolah.
Kebijakan pemerintah mengenai pembelajaran jarak jauh secara daring di tengah pandemi Covid-19, dirasa memberatkan bagi sejumlah siswa di Desa Curahlele, Kecamatan Balung, Jember.
Pasalnya, mereka susah mendapatkan sinyal internet di rumah, sehingga harus berjalan kaki menuju persawahan sejauh 500 meter dari rumah demi mendapatkan jaringan internet yang bagus.
Mau tidak mau, belajar di pinggir sawah pun terpaksa dijalani oleh para siswa yang duduk di kelas dua madrasah tsanawiyah ini, agar dapat mengerjakan tugas sekolahnya.
Sebelum menuju ke sawah, mereka biasanya kumpul di rumah temannya untuk membahas tugas kelompok bersama sama. Selanjutnya anak-anak harapan bangsa ini menuju ke sawah dengan berjalan kaki mencari sinyal.
“Sudah sampai saya kami kerjakan soal di pinggir sawah,” jelas salah satu siswa, Wilda.
Wilda dan teman-temannya berharap, Pandemi Covid-19 ini segera berakhir, agar bisa kembali belajar di sekolah secara normal.
Sementara itu, salah satu orangtua siswa, Tipyani, sistem pembelajaran jarak jauh secara daring telah menimbulkan sejumlah masalah baru, mulai dari sinyal internet, hingga biaya ekstra yang harus dikeluarkan oleh orang tua demi membelikan kuota internet untuk anaknya.(*/Gio)
CIREBON – Pemkot Cirebon akan membuka seluruh akses wifi yang ada di kantor pemerintahan bahkan hingga tingkat kelurahan. Hal ini dilakukan untuk membantu para siswa yang kesulitan akses internet selama belajar daring.
Aplikasi juga dibuat untuk menunjang proses belajar mengajar secara daring di masa pandemi Covid-19. Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (DKIS) Kota Cirebon, Ma’ruf Nuryasa, menjelaskan, pembukaan akses wifi itu rencananya akan mulai dilakukan pada 20 Agustus 2020. Saat ini, pihaknya tengah melakukan proses pembenahan.
‘’Akses wifi nantinya dibuka selama hari kerja dan jam kerja,’’ kata Ma’ruf, Selasa (4/8/2020).
Ma’ruf mengatakan, pembukaan akses wifi itu diharapkan bisa membantu para siswa yang saat ini melakukan pembelajaran daring akibat pandemi Covid-19. Para siswa bisa mengakses internet secara gratis.
Ma’ruf menambahkan, pembukaan akses wifi itu juga sekaligus akan digunakan Pemkot Cirebon untuk sosialisasi mengenai Covid-19 kepada para siswa di Kota Cirebon. Terutama sosialisasi mengenai penerapan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
‘’Tentang pentingnya penggunaan masker saat keluar rumah, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir serta jaga jarak,’’ tutur Ma’ruf.
Selain membuka jaringan wifi di kantor pemerintahan hingga tingkat kelurahan, DKIS Kota Cirebon juga sudah membuat aplikasi untuk membantu para siswa yang tengah melakukan pembelajaran daring. Untuk itu, aplikasi tersebut tengah dibuat. Selanjutnya, akan diserahkan ke Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Cirebon untuk dikelola.
‘’Selama ini anak-anak kita belajar dengan panduan dari salah satu televisi lokal. Kalau tidak lihat, mereka akan tertinggal,’’tukasnya.(*/Dang)
JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyarankan agar pertemuan tatap muka sekolah disesuaikan dengan rekomendasi Satgas Penanganan Covid. Dimana Satgas Pusat memberikan secara umum, kemudian Satgas Daerah mengatur yang lebih spesifik.
“Mengenai masalah penentuan zona yang diperbolehkan adanya pertemuan tatap muka, saran kami agar gugus tugas pusat memberikan rekomendasi secara umum. Tapi secara spesifik gugus tugas masing-masing (daerah) yang memberikan rekomendasi. Namun diskresinya tetap kepada dinas (pendidikan) daerah masing-masing,” kata Tito dikutip dari siaran pers Kemendagri, Selasa (4/8/2020).
Dia mengatakan bahwa kunci dari pertemuan tatap muka di sekolah ada di Satgas Daerah dan Dinas Pendidikan. Pasalnya kedua pihak inilah yang paling tahu kondisi masing-masing wilayah.
“Gugus Tugas daerah dan dinas ini menjadi penting, menjadi kunci untuk penentuan apakah di tempat itu boleh dilakukan pertemuan tatap muka atau tidak,” ungkapnya.
Apalagi menurutnya tidak semua hal bisa hanya dilihat dengan warna zonasi saja. Tapi harus dilihat dari hal spesifik di daerah.
“Mereka yang tahu persis juga masalahnya. Tidak semua daerah yang dilihat (zonasi) warna kuning atau hijau betul-betul menggambarkan situasi yang terjadi. Karena bisa saja di daerah testingnya sangat kuat, sehingga penentuan zona warna ditentukan dari kacamata nasional,” paparnya.(*/Tya)
JAKARTA – Anggota Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah menilai pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) masih belum berhasil. Ia menyarankan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meninjau ulang PJJ agar pelaksanaannya lebih baik.
Sebagai anggota Panja PJJ, Himmatul mengungkapkan fenomena di lapangan terkait pelaksanaan PJJ. Ia mencontohkan seorang buruh cuci harus memenuhi kebutuhan tiga anaknya untuk mengikuti PJJ dengan menyediakan gawai karena jam belajarnya bersamaan.
Selain itu mahasiswa juga banyak mengeluh karena harus menyediakan banyak kuota.
“Kemendikbud telah melakukan survei untuk mengevaluasi PJJ, tetapi responden yang dilibatkan hanya mereka yang punya handphone dan telepon rumah. Responden tidak representatif memotret kondisi PJJ di Indonesia karena survei yang diadakan tidak menjangkau masyarakat di daerah yang tidak memiliki alat komunikasi,” kata Himmatul, dalam keterangannya,(31/7).
Sementara itu, Wakil Rektor III Uhamka Lelly Qodariyah, mengharapkan agar pemerintah lebih serius mendukung kesuksesan pelaksanaan PJJ di perguruan tinggi. Sebab, ia menilai selama ini pemerintah belum mengatasi masalah yang muncul terkait PJJ.
Mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan ini bervariasi, ada dari kelas menengah, atas, dan bawah. Keresahan para mahasiswa dalam melakukan PJJ adalah ketersediaan kuota.
Semua perguruan tinggi baik negeri maupun swasta menghadapi masalah yang sama. Soal penyelengaraan PJJ secara umum, Lelly berpendapat, pemerintah perlu memberi dukungan dan bantuan kepada institusi pendidikan, baik sekolah maupun perguruan tinggi, agar guru dan dosen dapat menyediakan materi pembelajaran yang baik selama PJJ.(*/Ind)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro