BEKASI – Pemerintah Kota Bekasi telah membuka Adaptasi Tatanan Hidup Baru Satuan Pendidikan (ATHB-SP). Langah ini, menandakan dibukanya kembali kegiatan sekolah secara tatap muka.
Salah seorang orang tua murid, Nisa (38), menyambut baik adanya rencana pembukaan kegiatan sekolah tatap muka ini. Penyebabnya adalah tingginya biaya yang harus ditanggung untuk melaksanakan sekolah daring.
Dia yang memiliki tiga anak sekaligus itu mengaku cukup berat membiayai kuota untuk melaksanakan kelas anak-anaknya. “Kesulitan banyak ya. Otomatis kuota bertambah apalagi yang anaknya dua atau tiga untuk classroom kan menguras itu juga,” ujar dia saat diterimui dikutip dari republika, Senin (22/3/21).
Di samping itu, kata dia, sekolah online juga dinilai kurang efektif lantaran hanya bersifat satu arah saja. Sehingga, anak-anak kesulitan mencerna pelajaran terutama untuk jenis pelajaran eksak.
“Anak juga hanya dikasih soal, ga dikasih penjelasan, apalagi matematika rumus itu mereka bingung, kalau cari di google susah,” ungkapnya.
Kendati begitu, dia juga tetap khawatir terkait masih adanya pandemi Covid-19. “Pasti ada (kekhawatiran), tapi ya daripada anak di rumah mulu juga kasihan nggak ada kegiatan, hanya di rumah di kamar saja. Kita juga berserah diri saja,” ungkapnya.(*/Eln)
SLEMAN – Hampir semua sektor pendidikan sudah melaksanakan pembelajaran daring mengatasi permasalahan yang terhambat karena pandemi covid-19. Bosan jadi salah satu persoalan baru yang harus dihadapi selama pembelajaran daring berlangsung.
Dosen Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia (UII), Ratna Syifa’a Rachmahana mengatakan, masalah itu lebih banyak dialami siswa-siswa yang baru naik jenjang. Seperti kelas VII SMP atau kelas X SMA.
Terlebih, ia mengingatkan, pembelajaran jarak jauh (PJJ) memang menekankan kepada kemandirian siswa. Karenanya, Ratna berpendapat, biasanya siswa-siswa yang tidak mandiri akan lebih banyak yang merasa kesulitan selama ikuti pembelajaran daring.
Ada beberapa metode pengajaran yang akan membuat siswa cepat beradaptasi seperti dengan studi kasus, karya tulis, proyek penelitian dan e-learning. Namun, perlu peran yang sangat besar dari orang tua agar bisa mendampingi siswa mengikuti PJJ.
Peran yang bisa dilakukan mulai dari terlibat aktif untuk bisa mendampingi proses belajar anak. Tentu, berbeda menangani siswa SD dan siswa SMA, dan sebagai orang tua mereka dapat memberikan proyek ‘life skill’ yang bisa dipelajari di rumah.
“Hal lain yang perlu dilakukan memberi batasan waktu dan konten dalam penggunaan gawai dari internet. Jelaskan apa efek positif dan negatif penggunaan internet tersebut,” kata Ratna dalam webinar yang digelar Fakultas Kedokteran UII, Rabu (17/2).
Ia menuturkan, supportive menjadi gaya parenting yang ideal untuk mendampingi siswa. Karenanya, selain menerapkan batas aturan harus dijelaskan pula alasan, agar anak-anak bisa secara sadar menentukan sikap dan memiliki tanggung jawab.
Sedangkan, yang perlu dihindari dari orang tua kepada anak tidak lain kebiasaan menuntut prestasi akademik yang tinggi. Menurut Ratna, kondisi itu dapat memicu siswa-siswa menjadi penyontek dengan alasan ingin membahagiakan orang tua mereka.
“Karenanya, orang tua diharapkan bisa bersinergi dengan guru atau sekolah agar tercapai kondisi ideal untuk siswa, orang tua dan guru,” ujar Ratna.(*/Ind)
BANDUNG – Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat mengajukan 28 ribu vaksin untuk guru dan tenaga pendidikan. Menurut Kepala Dinas Pendidikan Jabar Dedi Supandi, jumlah itu akan dibagi secara bertahap dengan prioritas kepada sekolah yang akan menggelar kegiatan belajar mengajar secara tatap muka.
Dedi mengatakan, sedang mendata sekolah yang akan menggelar sekolah tatap muka. Saat ini, di masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) sudah ada sekitar 2.870 sekolah di berbagai wilayah yang mengajukan sekolah tatap muka.
Namun, kata Dedi, dari kajian yang sudah dilakukan, jumlah yang ideal untuk melakukan tatap muka hanya 626 sekolah. Ribuan lainnya bukan karena tidak siap dengan infrastruktur penunjang, namun karena pertimbangan lokasinya berada di wilayah yang tingkat kerawanannya tinggi.
Meski demikian, kata dia, keputusan untuk menggelar sekolah tatap muka tetap berada dalam kewenangan pemerintah kabupaten kota. Dedi mengatakan, pihaknya hanya berupaya menyediakan sarana, meskipun keputusan nantinya sekolah tatap muka atau tetap daring.
“Guru yang akan divaksin itu banyak, bisa mencapai 28 ribu. Nanti kami buat tahapan sekolah mana dulu yang mau melakukan tatap muka. Yang kedua, usia guru,” ujar Dedi, Senin (15/2).
Vaksinasi, kata dia, sangat diperlukan bagi tenaga pendidikan setelah program untuk tenaga kesehatan rampung. Hal ini agar proses pembelajaran bisa berjalan lancar dan tidak terjadi kasus Covid-19 di lingkungan sekolah.
Pengajuan vaksin ke Dinas Kesehatan pun disesuaikan dengan jumlah guru dan staf pengajar yang ada di Jabar. “Yang jelas, pekan depan kami sudah akan menyiapkan vaksin buat guru,” ucapnya.(*/He)
TASIKMALAYA – Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya, Jawa Barat memastikan tak ada aturan yang mewajibkan siswa-siswi untuk menggunakan seragam tertentu yang identik dengan agama, termasuk penggunaan hijab. Aturan terkait pemakaian seragam di Kota Tasikmalaya dinilai selalu merujuk pada aturan secara nasional.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya, Budiaman Sanusi mengatakan, tidak ada aturan yang mewajibkan atau melarang siswi menggunakan hijab. Selama ini, ia menambahkan, pihaknya selalu mengikuti aturan secara nasional.
“Yang mau berbusana Muslim silakan, yang tidak juga tidak dipaksa. Yang penting sopan dan sesuai seragam,” kata dia dikutip dari republika.co.id, Jumat (5/2/21).
Ia mencontohkan, tak semua siswa di sekolah umum menggunakan menggunakan hijab. Jangankan pemaksaan kepada siswi nonmuslim, lanjut dia, siswi uslim di Kota Tasikmalaya juga ada yang tak memakai jilbab, meski kecil jumlahnya.
Pemakaian seragam siswa di Kota Tasikmalaya secara umum mengikuti aturan nasional. Namun, khusus untuk pemggunaan batik disesuaikan dengan identitas lokal.
“Jangankan untuk nonmuslim, yang muslim tak pakai jilbab juga tak ada sanksi apapum. Itu hak pribadi, kepercayaan terhadap agama masing-masing,” kata dia.
Menurut Budiaman, meski berjuluk “Kota Santri”, Tasikmalaya juga menjunjung tinggi kebhinekaan. Sebab, pada dasarnya Indonesia bukan negara Islam. Alhasil, aturan yang dibuat menjunjung kebhinekaan.
Ia juga meminta pihak sekolah tak mengeluarkan aturan terkait penggunaan seragam yang mengarah pada identitas agama tertentu. “Alhamdulillah sampai saat ini belum terdegar kasus-kasus seperti itu,” terangnya.(*/Dang)
JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, akhirnya memberikan keputusan terhadap pengadaan Ujian Nasional (UN) dan Ujian kesetaraan yang akan digelar tahun 2021 ini.
Pada 1 Februari 2021, Nadiem Makarim mengeluarkan Surat Edaran Mendikbud Nomor 1 tahun 2021 tentang Peniadaan Ujian Nasional dan Ujian Kesetaraan serta Pelaksaan Ujian Sekolah dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19).
Surat edaran itu menjelaskan jika Ujian Nasional (UN) dan ujian kesetaraan tahun 2021 ditiadakan.
Dengan ditiadakannya dua ujian tersebut makan UN dan ujian kesetaraan tidak menjadi syarat kelulusan atau seleksi masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Para peserta didik akan dinyatakan lulus dari satuan atau program pendidikan jika telah menyelesaikan program pembelajaran di masa pandemi Covid-19.
Dikabarkan Antara, kelulusan dilihat dari bukti rapor tiap semester, dengan memperoleh nilai sikap atau perilaku yang minimal baik dan mengikuti ujian yang diselenggarakan pihak sekolah.Adapun ujian diselenggarakan oleh sekolah dilaksanakan dalam bentuk portofolio berupa evaluasi atas nilai rapor, nilai sikap atau perilaku dan prestasi yang diperoleh sebelumnya, penugasan, tes secara luring atau daring dan atau bentuk kegiatan penilaian lain yang ditetapkan oleh satuan pendidik. Begitu juga dengan peserta didik penyetaraan.
Sedangkan untuk para peserta didik di lingkup SMK, selain ujian tertulis juga dapat mengikuti ujian kompetensi keahlian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan.
Tak berbeda dengan kenaikan kelas, dilakukan dalam bentuk portofolio, penugasan tes secara luring dan daring, dan atau bentuk kegiatan lain yang ditetapkan oleh satuan pendidikan.
Dalam surat edaran itu dijelaskan ujian akhir semester untuk kenaikan kelas dirancang untuk mendorong belajar bermakna dan tidak perlu mengukur ketuntasan capaian kurikulum secara menyeluruh.
Sedangkan untuk Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dilaksanakan sesuai dengan Permendikbud Nomor 1 tahun 2021 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA dan SMK.
Selain permasalahan UN dan ujian kesetaraan, Kementerian Pendidikan dan Budaya juga menyediakan bantuan teknis bagi daerah yang memerlukan mekanisme PPDB daring.(*/Ta)
PANDEGLANG – Jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Kabupaten Pandeglang terus melonjak, dengan total 1.278 kasus positif pada akhir Januari 2021.
Dari ribuan kasus tersebut, Satgas Covid-19 Pandeglang menyebut, terdapat tiga kepala sekolah di Kabupaten Pandeglang yang juga terpapar virus berasal dari negeri Cina tersebut.
“Betul, ada laporan tiga pasien yang berstatus sebagai kepala sekolah positif (Covid-19),” kata Jubir Satgas Covid-19 Pandeglang, Achmad Sulaeman saat ditemui di Pandeglang, Banten, Senin (1/2/2021).
Sulaeman mengatakan, pihaknya saat ini masih belum mendapatkan data lengkap di mana ketiga kepala sekolah tersebut bertugas. Namun, diketahui salah satu kepala sekolah tersebut tengah menjalani masa isolasi mandiri di Wisma PKPRI Pandeglang. Sementara dua lainnya menjalani isolasi di rumahnya masing-masing.
“Untuk data detailnya akan kami cek ke Puskesmas setempat,” katanya.
Pihaknya berencana akan melakukan tracking terhadap lingkungan tempat tinggal ketiga kepala sekolah tersebut. Hal tersebut dilakukan guna mememutus rantai penyebaran Covid-19 terutama kepada orang terdekat yang memiliki kontak erat dengan ketiga kepala sekolah itu.
“Kami akan lakukan upaya pencegahan dengan cara tracking terhadap anggota keluarga, tetangga, dan orang yang menjalin kontak erat dengan pasien posiitif, “tandasnya.
Untuk diketahui, kasus konfirmasi positif Corona di Pandeglang hingga kini masih berada di angka 1.278 kasus. Dengan 1.122 orang dinyatakan sembuh, 137 masih menjalani isolasi dan 19 orang meninggal dunia. (*/Dul)
SURABAYA – Kabag Humas Pemkot Surabaya Febriadhitya Prajatara mengungkapkan adanya 36 pelajar SMP yang dinyatakan positif Covid-19. Puluhan pelajar yang terkonfirmasi positif itu masuk ke dalam bagian dari ribuan pelajar di 17 sekolah yang beberapa hari lalu menjalani tes swab massal yang digelar Pemkot Surabaya.
Tes swab massal digelar sebagai salah satu persiapan digelarnya pembelajaran tatap muka (PTM). Febri mengungkapkan sebenarnya ada 4.760 pelajar kelas IX di 17 SMP Surabaya yang dijadwalkan mengikuti tes swab massal yang digelar Pemkot Surabaya.
Namun nyatanya hanya sebanyak 3.627 pelajar yang mengikuti. Pelajar lainnya ada yang memilih tes swab mandiri dan ada yang pula yang orang tuanya belum setuju digelarnya pembelajaran tatap muka.
“Dari data itu, kita cukup prihatin ternyata ada 36 pelajar positif. Ada sekitar satu persen dari jumlah total,” ujar Febri dikonfirmasi Senin (30/11/2020).
Adanya siswa yang hasil tes swabnya dinyatakan positif Covid-19 menjadi pertimbangan penting untuk evaluasi tim Satgas Covid-19, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pendidikan untuk persiapan pembelajaran tatap muka. Artinya belum ada kepastian apakah pembelajaran tatap muka akan tetap digelar atau ditunda terlebih dahulu.
“Kami menyelenggarakan swab test bukan rapid test sehingga bisa membuka keterbukaan penanganan Covid-19. Kami sangat hati-hati. Ini menjadi kajian persiapan sekolah tatap muka,” ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya Supomo mengatakan dengan adanya pelajar terkonfirmasi Covid-19 ini maka rencana belajar tatap muka akan dikaji kembali. Jika merujuk pada SKB (Surat Keputusan Bersama) empat Menteri, pelaksanaan pembelajaran tatap muka itu dikembalikan kepada daerah masing-masing daerah dan bisa dimulai pada awal 2021.
Namun, Supomo masih bimbang untuk memutuskan kapan sekolah tatap muka bisa dimulai. “Kalau merujuk SKB, awal Januari sekolah bisa dibuka tanpa melihat zona. Kami akan melihat. Apakah di Desember atau di Januari,”ungkapnya.(*/Gio)
LEBAK – Gedung SMA Negeri 3 Cibeber di Kabupaten Lebak Provinsi Banten terancam longsor setelah beberapa hari terakhir curah hujan di daerah itu meningkat.
“Kami yakin gedung sekolah itu terdampak longsor jika tidak cepat ditangani karena kondisi tanah terus bergerak akibat curah hujan itu,” kata Agus, seorang penjaga sekolah SMAN 3 Cibeber, Senin (2/11/2020).
Kondisi gedung bangunan yang terancam amblas antara lain dua ruang kelas, ruang perpustakaan dan mushala dengan kerugian materil bangunan kurang lebih sekitar Rp 300 juta. Peristiwa tanah bergerak tersebut terjadi Jumat (30/10) pukul 06.15 WIB dengan intensitas curah hujan di daerah itu cukup tinggi.
Saat ini, kata dia, kondisi bangunan sekolah terancam longsor menyusul pergerakan tanah sangat labil akibat dilanda hujan tersebut.
“Kami hari ini mengecek kondisi dinding bangunan kelas yang retak juga melihat tanah longsor di sekitar bangunan kelas serta mushala,” katanya menjelaskan.
Menurut dia, pengelola sekolah sudah melaporkan kejadian bencana tanah longsor tersebut kepada BPBD Kabupaten Lebak juga BPBD Provinsi Banten. Bahkan, dia mengapresiasi kedua lembaga kebencanaan itu telah meninjau langsung ke sekolah yang dilanda bencana alam.
Selain itu, kepala sekolah hingga guru terus memantau secara bergantian juga berupaya dengan melakukan pencegahan agar kondisi tanah tidak terus bergerak. Longsoran yang mengancam gedung sekolah itu, kata dia, sejumlah areal persawahan yang ada di bawah sekolah tertimbun material tanah longsor.
“Tanah longsor mengakibatkan tiga petak sawah yang baru ditanam padi milik warga setempat tertimbun,” ujarnya menjelaskan.
Sementara itu, Kepala Seksi Penanganan Kedaruratan BPBD Banten Sumardi mengatakan pihaknya sudah melakukan peninjauan ke lapangan dan dibutuhkan pengendalian yang melibatkan instansi terkait karena longsoran tanah itu berada di lokasi tebing dan perbukitan.
“Saya kira penanganan longsor yang mengancam gedung SMAN 3 Cibeber diperlukan peralatan berat,” kata Sumardi di Posko Kesiapsiagaan di Panggarangan, Lebak.(*/Dul)
TEMANGGUNG – Sekitar 80 persen dari 435 SD negeri maupun swasta di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, hingga saat ini telah melakukan simulasi pembelajaran tatap muka. Simulasi pembelajaran tatap muka ini dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19 secara ketat
Sekretaris Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Temanggung, Ujiono, mengatakan, untuk tingkat SMP, dari sebanyak 77 SMP negeri dan swasta di Kabupaten Temanggung, hampir semuanya telah melakukan simulasi pembelajaran tatap muka.
Pihaknya mengharapkan dalam dua pekan ke depan semua sekolah sudah melaksanakan simulasi pembelajaran di sekolah.
“Nanti jadwalnya bisa dipadatkan, sehari bukan hanya satu atau dua sekolah yang melaksanakan simulasi, tetapi bisa 7-8 sekolah melakukan simulasi,” katanya.
Berdasarkan evaluasi setelah berjalannya simulasi, kata dia, hampir semua sekolah memang menghendaki untuk pembelajaran tatap muka. Namun, tidak serta merta berani melaksanakannya.
Sebab, suatu wilayah boleh melakukan pembelajaran tatap muka kalau zona daerah tersebut kuning atau hijau. “Sedangkan Temanggung masih zona oranye sehingga belum bisa melakukan pembelajaran tatap muka, maka diselenggarakan dulu simulasi,” katanya.
Ia menyampaikan pelaksanaan simulasi tidak perlu izin, namun kesepakatan dari para wali murid, komite, dan pihak sekolah serta pihak desa/kelurahan. “Kalau simulasi tidak perlu izin, tetapi kalau pembelajaran tatap muka yang sebenarnya harus ada izin dari Satgas Penanganan Covid-19,” tuntasnya.(*/ D Tom)
JAKARTA – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyoroti kebijakan relaksasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. FSGI mendapati relaksasi BOS masih berujung masalah di sebagian wilayah.
Sekjen FSGI Heru Purnomo menyebut relaksasi BOS mendapat nilai 60 atau tidak tuntas dalam paparan evaluasi setahun kinerja Mendikbud. Kebijakan itu memang membantu pengadaan kuota belajar siswa dan guru, menambah persentase untuk pembayaran guru honor serta pengadaan fasilitas protokol kesehatan Covid-19.
“Namun kekurangannya ada kebijakan daerah yang membuat relaksasi terkait honor guru tidak dapat digunakan. Guru honor sudah dibayar lewat APBD, tapi relaksasi BOS itu dari APBN maka ada yang tidak boleh dibayar pakai APBD. Dobel enggak bisa,” kata Heru dalam konferensi pers evaluasi setahun Mendikbud yang diadakan FSGI pada Minggu (25/10/2020).
Selain itu, sekolah kesulitan melakukan perubahan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). Perubahan RKAS harus terstruktur diajukan ke Dinas Pendidikan. Kalau disetujui baru dibolehkan untuk belanja. Kondisi ini membutuhkan waktu sehingga untuk mengubah RKAS justru ada kendala. “Untuk ubah RKAS harus ada permohonan. Kalau di Jakarta mudah semua serba daring, kalau di daerah sulit. Padahal pertanggungjawaban laporan RKAS harus segera dituntaskan,” ujar Heru.
Oleh karena hambatan tersebut, Heru mendapati program yang direncanakan Kepala Sekolah di berbagai wilayah tidak bisa berjalan karena masuk ke relaksasi BOS.
“Semula dalam RKAS sudah ada rencana belanja barang, jasa, modal tapi tiba-tiba tumpang tindih karena perubahan. Akibatnya Kepsek ada yang bingung, tidak bisa melaksanakan. Semula ide gagasan (Nadiem) bagus, pelaksanaannya penuh permasalahan,” keluh Heru.
Relaksasi dana BOS reguler berangkat dari tanggungjawab Kemendikbud untuk menjamin keselamatan peserta didik, tenaga pendidik serta keluarganya seiring dengan merebaknya kasus Covid-19 di Indonesia. Melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 19 Tahun 2020 tentang Perubahan Petunjuk Teknis BOS Reguler, Mendikbud mengizinkan kepala sekolah untuk menentukan kebutuhan yang menjadi prioritas sekolah dari dana BOS.(*/Ind)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro