BLITAR - Jumlah anak yang kecanduan game online di Kota Blitar meningkat tiga kali lipat. Ironisnya, kebanyakan mereka berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Kesibukan kedua orang tua mencari nafkah membuat anak kurang dilibatkan dalam kegiatan di rumah.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Kota Blitar, Sulistiyani menyebut tahun 2018 hanya ada 5 anak yang dibawa konseling orang tuanya ke psikolog di bawah dinas ini. Namun hingga akhir tahun 2019, jumlah ini naik menjadi 18 anak yang terindikasi kecanduan game online.
"Dari jumlah itu, didominasi pelajar SMP. Dan mereka ini latar belakang orang tuanya dari kalangan ekonomi bawah," kata Sulistiyani kepada wartawan saat dikonfirmasi, Rabu(15/1/2020).
Menurut Sulis, tingkat kecanduan game online di kalangan pelajar Kota Blitar belum sampai ke tahap akut. Ini karena orang tua peka dengan perubahan perilaku anak mereka dalam keseharian.
Seperti tidak tanggap dengan kondisi di sekitarnya, tidak respon saat dipanggil, nilai pelajaran turun dan lebih suka berdiam diri sambil memegang HP di dalam kamar.
"Dalam sesi parenting kami sampaikan gejala-gejala itu. Sehingga saat orang tua menemui kondisi seperti yang kami sampaikan, mereka bergegas membawa anak mereka kesini," imbuhnya.
Proses konseling dalam tahap pemulihan kondisi anak sampai kembali normal, lanjut dia, memerlukan komitmen para orang tua untuk melanjutkan sendiri di rumah mereka masing-masing. Tindakan preventif terus dilakukan dalam sosialisasi ke sekolah agar kasus kecanduan game online tidak sampai terlambat sampai akut.
"Biasanya sampai tiga empat kali konseling ke sini. Kalau kondisi anak semakin stabil, kami juga minta orang tua punya komitmen untuk meneruskan di rumah," pungkasnya. (*/Gio)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro