BOGOR - Hadirnya moratorium minimarket yang termaktub dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 63 tahun 2017, secara tak langsung membuka 'dosa' Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor dalam penataan ruang, khususnya dari sisi sosial ekonomi masyarakat.
Hal itu dapat dilihat dari semrawutnya tata kota di wilayah ibukota Kabupaten Bogor, Cibinong. Berdirinya sejumlah supermarket dan mall yang cukup berdeketan pada dasawarsa ke belakang ini menjadi bukti yang cukup sahih. Bukan hanya soal kemacetan tapi juga kondisi ekonomi yang tak seimbang.
"Bicara soal pemerataan secara ekonomi, memang belum merata. Contoh tata kota terkait penataan bangunan komersil seperti Mall dan supermarket di kawasan Cibinong. Dulu, saya sempat keberatan karena akan berdampak pada sisi ekonomi. Terbukti, saat ini banyak toko modern yang hampir gulung tikar karena pemetaan ekonomi yang kurang baik," kata Hajar Nurcahyo, salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup Disperindag Kabupaten Bogor, Selasa (8/10/2019).
Lebih lanjut, ia mengaku sangat miris dengan kondisi ini yang diakuinya secara tidak langsung juga mengancam pada sektor pendapatan ekonomi para pekerjanya. "Jika dulu di tata dengan baik bukan tidak mungkin akan tercipta pemerataan sosio ekonomi karena bicara Mall, adalah lintas kecamatan. Saya sendiri sudah coba memberi masukan kepada instansi terkait tapi terbentur pada kewenangan. Saya sendiri bekerja sesuai tupoksi," paparnya.
Kembali pada moratorium minimarket, Hajar yang juga masuk dalam salah satu tim perumus Perda Nomor 12 tahun 2012 tentang Penataan Pasar Modern dan Tradisional ini mengatakan, sejatinya merupakan solusi dari pemerataan ekonomi warga, tak hanya dari sisi penerimaan tenaga kerja tapi juga membuka potensi sebuah wilayah.
"Kita sebagai bagian dari pemangku kebijakan boleh meminta stakeholder untuk membuka usaha di wilayah yang belum terbuka secara potensinya. Karena jika melihat pada hasil kajian, secara kalkulasi bagusnya itu satu minimarket untuk 5 ribu warga. Terlebih kita kan sudah masuk dalam pasar bebas, AFTA sejak tahun 2003," paparnya.
Diketahui, Peraturan Bupati (Perbup) Bogor Nomor 67 tahun 2017 tentang Moratorium Minimarket telah lahir, tapi rupanya belum sejalan dengan Peraturan Daerahnya.
Hal tersebut tak lain karena hingga saat ini rencana revisi Perda Nomor 11 tahun 2012 tentang tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Pasar Modern belum disahkan oleh DPRD Kabupaten Bogor.
Padahal, di dalam Perbup terkait moratorium minimarket, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bogor telah membatasi pembangunan di 20 kecamatan yang sudah overload.
"Artinya moratorium yang dilakukan di daerah yang sudah overload itu tidak lagi diterima pembangunan atau pengajuan baru," ujar Kepala Bidang (Kabid) Perdagangan pada Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kabupaten Bogor, Pedri.
20 kecamatan yang telah dimoratorium tersebut diantaranya Cibinong, Sukaraja, Bojonggede, Kemang, Parung, Citeureup, Gunung Putri, Klapanunggal, Cileungsi, Ciawi, Megamendung, Cisarua, Dramaga, Ciampea, Leuwiliang, Ciomas dan daerah lainnya yang sudah overload. (Fuz)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro