BOGOR - Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) atau sawah abadi di Kabupaten Bogor, memasuki babak baru. Ekspos draft raperda pun telah dilakukan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (Distanhorbun) kepada DPRD Kabupaten Bogor, Selasa (23/4/2019).
Kepala Distanhorbun Kabupaten Bogor, Siti Nuryanti mengungkapkan, pembahasan awal ini memberikan gambaran tentang rencana 28 ribu LP2B agar tidak beralih fungsi dan Lahan Cadangan Pertanian dan Pangan Berkelanjutan (LCP2B).
“Baru pembahasan awal. Kita ekspos dulu ke teman-teman di DPRD. Berharap pembahasan tidak terlalu lama,” kata Nuryanti ditemui di Gedung DPRD Kabupaten Bogor, (23/4/2019).
Dia mengungkapkan, luasan LP2B sekitar 28 ribu hektare. Sementara LCP2B disiapkan sekitar 13 ribu hektare. Perbedaan antara keduanya, kata dia, terletak pada fungsi eksisting saat ini.
“Kalau LP2B kan memang betul sawah sekarang. Kalau LCP2B, itu bukan sawah tapi kita minta amankan juga supaya bisa menjadi cadangan sawah,” lanjutnya.
Dalam perda itu, kata dia, juga mengatur tentang sistem irigasi, tergantung pada karakter lahan pertanian tersebut. “Kalau yang tak ada hujan, maka perlu embung penampung air, jadi saat kemarau produksi tidak terganggu,” ujarnya.
Dengan rata-rata dua kali panen dalam satu tahun, produksi beras di Kabupaten Bogor berkisar 500-550 ribu ton, dari luas areal sawah yang ditanami padi dan akan dilindungi Perda LP2B yang ditarget rampung tahun ini.
Produksi sebanyak itu, tidak membuat Kabupaten Bogor mampu memenuhi kebutuhan berasnya sendiri. Hanya 60% kebutuhan 5,7 juta penduduk yang mampu dipenuhi oleh beras lokal. Sisanya, pemkab mendatangkannya dari Cianjur, Karawang dan sekitarnya.
“Kita akan sinergikan terus dengan IPB supaya pertanian kita meningkat. Akan menarik jika sawah abadi disandingkan dengan smart farming-nya IPB,” lanjut Siti.
Persoalan lain kemudian muncul, akibat kebutuhan hunian juga cukup tinggi. Siti Nuriyanti berpegang teguh pada Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor bahwa alih fungsi lahan pertanian maksimal 50% dari luasan.
“Tapi dengan catatan ada rekomendasi dari dinas pertanian. Jadi kita yang merekomendasi mana yang boleh dipakai mana yang tidak. Bukan alih fungsi sebenarnya, tapi digunakan,” kata dia.
Distanhorbun mengklasifikasikan pada dua jenis areal sawah atau lahan pertanian. Yakni sawah yang betul ditanami padi dan yang tidak ditanami padi. Dia menegaskan, lahan yang memiliki produktifitas tinggi, tidak akan digunakan untuk pembangunan.
“Tapi kalau lahan yang unsur haranya kering dan lainnya, mungkin kita akan kasih 10-25%. Kan maksimal 50% di Perda RTRW. Dengan luasan yang ada belum semua kebutuhan terpenuhi,” jelasnya.(*/Fuz)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro