JAKARTA - Para keluarga dan korban tragedi Talangsari keberatan dengan adanya deklarasi damai sepihak dari Tim Terpadu Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam).
Mereka pun mengadukan Kemenko Polhukam dan beberapa pejabat lokal di Lampung ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta, Senin (4/3).
Koordinator Paguyuban Keluarga dan Korban Talangsari Lampung (PK2TL) sekaligus korban, Edi Arsadad mengatakan, dirinya dan beberapa keluarga geram dengan deklarasi damai itu.
"Deklarasi damai lalu tidak terlibat sama sekali korban Talangsari," katanya. Para korban mengetahui adanya deklarasi dari media online," katanya.
’Deklarasi Damai’ versi pemerintah digelar pada 20 Februari 2019 lalu di Kantor Pemkab Lampung Timur, yang dihadiri Ketua DPRD Lamtim, Wakil Bupati Lamtim, Kepala Kejaksaan Negeri Lamtim, Kapolres Lamtim, dan Dandim 0429 Lamtim.
Selain itu juga hadir KPN Sukadana Lamtim, Camat Labuhan Ratu, Kades Rajabasha Lama, dan tokoh masyarakat Talangsari. Serta, Ketua Tim Terpadu Penanganan Pelanggaran HAM dan Kemenko Polhukam, Brigjen TNI Rudy Syamsir.
Edy menegaskan, seorang warga asal Talangsari yang dihadirkan dalam deklarasi damai itu bukan korban tragedi pada tengah malam menjelang 7 Februari 1989.
"Dia bukan korban Talangsari, warga saja. Kami sangat marah karena perjuangan sejak 30 tahun lalu dimentahkan dengan deklarasi damai yang kami tidak tahu," katanya.
Edy juga mempertanyakan urgensi keterlibatan pejabat daerah setempat dalam deklarasi."Apa urgensinya mereka ikut deklarasi damai," katanya.
"Kami meminta Komnas HAM untuk mengabaikan deklarasi damai itu karena menurut kami tidak sesuai dengan undang-undang yang ada," pintanya.(*/Adyt)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro