BOGOR - Pernyataan Menteria Pendidikan Kebudayaan Muhadjir Effendy terkait peniadaan syarat Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 bagi siswa kurang mampu ditanggapi Dinas Pendidikan Kota Bogor. Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor Fakhrudin menyatakan, syarat SKTM dinilai masih diperlukan di Kota Bogor.
Pasalnya, belum semua siswa miskin di Kota Bogor sudah memiliki Kartu Indonesia Pintar. Dalam pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, PPDB 2019 direncanakan hanya akan menggunakan KIP sebagai rujukan untuk menerima siswa miskin.
“Saya rasaya SKTM masih sangat dibutuhkan untuk masuk sekolah. Kalau tidak pakai SKTM, kita belum memiliki kartu tambahan identitas yang menunjukkan bahwa siswa itu berasal dari keluarga tidak mampu,” ujar Fakhrudin kepada wartawan, Rabu 16 Januari 2019.
Fakhrudin menyatakan, peniadaan SKTM pada PPDB bisa saja dilakukan asalkan ada data riil kondisi ekonomi siswa. Namun nyatanya, tidak ada data tersebut, kecuali data siswa penerima KIP yang bisa diakses melalui Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
“Kalau SKTM dihapuskan, saya pikir akan sulit nanti penerapan teknis di lapangan, kasihan siswa yang benar-benar miskin, tetapi belum dapat KIP,” ujar Fakhrudin.
Berdasarkan evaluasi dari pelaksanaan PPDB 2018, Fakhrudin menyebutkan, siswa dengan syarat SKTM yang mendaftarkan diri pada PPDB tingkat SMP banyak ditemui di SMP negeri perbatasan. Sementara di SMP pusat kota, kuota siswa miskin justru tidak terpenuhi. Hal tersebut membuktikan bahwa tidak semua calon siswa memilih masuk ke sekolah favorit menggunakan jalur kuota siswa miskin.
“Sebagai contoh di SMP Negeri 1 Kota Bogor saja ya, sesuai aturan, kuota siswa miskin di sekolah itu kan 20 persen, tetapi di sana hanya terpenuhi 5 persen. Sementara di sekolah yang notabenenya pinggiran, pendaftar untuk jalur SKTM justru membludak,” kata Fakhrudin.
Meskipun informasi terkait penghapusan SKTM pada PPDB 2019 sudah santer terdengar, Fakhrudin menyebutkan Disdik Kota Bogor belum mendapatkan sosialisasi secara resmi dari Kemendikbud RI. Namun demikian, Fakhrudin berharap, permasalahan PPDB tidak hanya direvisi dari masalah SKTM. Sistem zonasi terkait jarak sekolah dengan rumah calon siswa, kata Fakhrudin juga perlu dibenahi.
“Sistem jarak memang masih dikeluhkan calon peserta didik, masih ada yang merasa sistem zonasi membuat mereka tidak bisa bersekolah di sekolah yang diinginkan, ” kata Fakhrudin.
Menurut Fakhrudin, permasalahan zonasi di Kota Bogor terjadi karena saat ini jumlah SMP negeri di Kota Bogor sangat minim. Fakhrudin merinci, saat ini jumlah SMP negeri di Kota Bogor hanya 20 sekolah. Sementara jumlah lulusan SD di Kota Bogor mencapai 20 ribu lebih.
“Sebagian besar orang tua ingin anak sekolah di sekolah negeri, sementara sekolah negeri kita hanya mampu menampung 6000 lulusan siswa SD. Sehingga tidak semua SMP ada di tiap kecamatan, ini pekerjaan rumah kita bersama yang perlu dibenahi,” tandasnya.(*/DP Alam)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro