YOGYAKARTA - Ratusan hektare hutan rakyat di Kabupaten Sleman masuk dalam kondisi kritis. Kondisi ini terjadi pasca erupsi Gunung Merapi pada 2010. Bahkan lahan tersebut tidak dapat ditanami lantaran terdampak langsung erupsi Merapi.
Kepala Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan (DPPK) Kabupaten Sleman, Widi Sutikno mengatakan, dari sekitar 4.500 hektare hutan rakyat, yang masuk dalam kondisi kritis seluas 345,75 hektare.
“Saat ini tidak memungkinkan untuk ditanami kembali karena kondisinya rusak parah,” ucapnya.
Menurut Widi, kondisi lahan yang berada di lereng Gunung Merapi itu dipenuhi material yang dimuntahkan gunung tersebut. Sehingga pihaknya kesulitan untuk mengembalikan keberadaan hutan tersebut.
“Lahannya tertutup pasir dan material lainnya, dengan demikian pemulihannya membutuhkan waktu yang lama. Sebab selain harus membersihkan materialnya, kami harus mengelola lahan agar kembali ke fungsinya (sebagai hutan rakyat),” katanya.
Meskipun demikian, pihaknya terus melakukan upaya pemulihan terhadap hutan rakyat yang ada di Sleman. Selain sebagai lahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat, hutan rakyat juga berfungsi sebagai daerah resapan.
“Hutan rakyat yang masih memungkinkan untuk diselamatkan, saat ini pengembalian fungsi lahannya sudah mulai dikembalikan. Baik dengan cara penanaman kembali, penyulaman, hingga pemiliharaan. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan lingkungan daerah resapan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Widi menuturkan, meski mengalami kritis, namun keberadaan hutan rakyat di Sleman masih di bawah ambang batas wajar. Apalagi, keberadaan hutan rakyat masih ditunjang dengan adanya hutan yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) dan lahan milik Perhutani sekitar 1.700 hektare.
“Sehingga masih menyukupi kebutuhan resapan air khususnya untuk wilayah Sleman,” ucapnya.
Sementara Bupati Sleman, Sri Purnomo mengatakan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) terus berupaya mengembalikan produktivitas lahan kritis. Seperti melakukan penghijauan kembali dengan melibatkan masyarakat. “Upaya penghijauan ini juga sebagai pemenuhan kebutuhan terhadap ketersediaan ruang terbuka hijau yang kondisinya semakin sedikit,” ungkapnya.
Menurutnya, penghijauan berbasis masyarakat merupakan langkah tepat lantaran lahan kritis tersebut merupakan hutan rakyat. Dengan demikian, diharapkan masyarakat juga merasa memiliki hutan tersebut. “Sehingga kelestariannya (hutan rakyat) juga terjaga,” tandasnya.(*A Rus)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro