JAKARTA - Ketua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron menganggap sejumlah kebijakan di pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla belum konsisten. Misalnya, soal kebijakan kelautan, masalah pangan dan energi. Menurutnya, penerapan tiga hal tersebut belum bisa membuat negara dan rakyat untung.
Hal itu disampaikannya saat diskusi 'Karut Marut Komunikasi Kebijakan Jokowi: Konsistensi, Inkonsistensi dan Ambivalensi' di Seknas Prabowo-Sandi, Jl HOS Cokroaminoto No 93, Menteng, Jakarta Pusat, (4/12).
Pertama soal pangan, Herman menilai, baik Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan tidak kompak soal keperluan impor beras. Dia menyesalkan hal ini tak terkoordinir dengan baik.
"Ini yang menurut saya memaknai ada karut marut dalam komunikasi dalam kebijakan pemerintah. Pertanyaan selanjutnya apakah situasi ini pernah didiskusikan bersama atau tidak, sampai hari ini belum terjadi, boleh dicermati," kata Herman.
Dalam diskusi ini, hadir pula Pengamat Politik dari Paramadina Hendri Satrio. Diskusi yang digelar secara rutin setiap minggu itu juga menghadirkan pembicara lainnya. Direktur Sumber Daya dan Sumber Daya Hukum, Satya Zulfanitra dan Pakar Semiotika ITB, Acep Iwan Sandi. Hadir juga Ketua Seknas Prabowo-Sandi, M Taufik.
Herman yang pernah duduk sebagai Wakil Ketua Komisi IV DPR itu menyebut, target tiga tahun pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla untuk swasembada pangan dan bisa menjadi lumbung pangan internasional juga belum terlaksana.
"Saya (pernah berada di komisi empat (DPR) empat tahun dan tahu persis perjalanan pangan," ujarnya.
Kemudian, kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan soal larangan penggunaan cantrang terhadap nelayan juga masih merugikan. Harusnya pemerintah mesti peka apa alat yang memudahkan para nelayan untuk memancing guna memenuhi kebutuhan. Hal tersebut pun belum ada kejelasan konkret dari pemerintah dan terkesan inkonsisten.
"Menurut saya ke depan akan menjadi masalah, sewaktu waktu akan jadi masalah, masyarakat cantrang moratorium yang tidak ada pernah kejelasan sewaktu waktu akan menjadi masalah," ujarnya.
Terakhir soal kebijakan energi dari listrik dan bahan bakar yang belum menguntungkan perusahaan BUMN Pertamina dan Perusahaan Listrik Negara (PLN).
"Apa buktinya, Pertamina di tahun 2014 masih untung Rp 50 triliun lebih, tetapi sekarang progresnya baru mencapai Rp 5 triliun, mungkin di akhir tahun mereka hanya bisa untung kurang lebih di Rp 6 triliun," ucapnya.
"Jadi baik di sektor pangan sektor kebijakan terhadap rakyat di sektor kelautan, kemudian di sektor energi baik itu terhambat pertamina maupun PLN, BBM dan listrik, menurut saya ini juga ada hal yang inkonsistensi," pungkasnya.(*Im)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro