Daya tahan dan daya juang Ketua Umum dan jajaran Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP-INI) dalam memperjuangkan legitimasi dari pemerintah tidak patah di tengah jalan. Di bawah kepemimpinan Sri Rachma Chandrawati, SH, PP-INI terus melakukan berbagai langkah untuk mengukuhkan eksistensi organisasi, termasuk melakukan pendekatan kepada Kementerian Hukum dan HAM RI.
"Sayangnya pemerintah belum memberikan respon dan mengakui pengurus Ikatan Notaris Indonesia yang dipilih pada Kongres yang legal dan prosedural," kata Ketua Umum PP-INI Sri Rachma Chandrawati, SH ketika dihubungi wartawan, Selasa (30/4).
Bersama rekan-rekannya, Sri terus melakukan langkah-langkah legal untuk memperoleh pengakuan dari pemerintah. Targetnya, pemerintah mengakui bahwa kepengurusan PP-INI di bawah kepemimpinan Sri sebagai struktur pengurus PP-INI satu-satunya yang sah.
"Kami terbentuk melalui Kongres INI yang diselenggarakan berdasarkan AD-ART. Pada kongres itu, ratusan notaris dari seluruh Indonesia hadir untuk memilih ketua umum. Melalui mekanisme kongres, saya terpilih menjadi ketua umum Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia," ungkap Sri.
Berdasarkan amanat kongres pula, Sri membentuk kepengurusan yang lengkap. Sayangnya, perjuangan Sri dan kawan-kawan tidak mendapatkan respon yang selayaknya; pemerintah terkesan tidak mengakui kepengurusan PP-INI di bawah kepemimpinan Sri tersebut.
Buktinya, pemerintah malah mengakomodir kepengurusan yang dibentuk di luar arena kongres dengan memberikan dukungan terhadap kepengurusan di luar PP-INI yang dipimpin Sri.
"Karena kami terpilih dan terbentuk melalui kongres, langkah-langkah yang kami lancarkan ini merupakan perjuangan untuk membela harga diri kami dan wibawa organisasi. Tolong hargai pengorbanan kami yang telah bersusah payah menyelenggarakan kongres," ujar Sri.
Ditandaskannya, kalaupun dalam persepsi pemerintah terdapat dua kepengurusan INI, semestinya pemerintah tetap netral dan merangkul semua pihak. Pemerintah dalam hal ini dipersonifikasikan oleh Menteri Hukum dan HAM.
Dengan kewenangannya, pemerintah dapat memanggil para pihak yang berbeda pendapat untuk duduk dalam satu meja dan melakukan dialog, kata Sri. Dia yakin, dengan mediasi pemerintah, dualisme kepengurusan INI dapat diakhiri.
Namun apa yang terjadi dan berkembang akhir-akhir ini tidak menunjukkan adanya pengayoman dan sikap netral dari pemerintah. Beredar kabar, kepengurusan di luar Sri dan kawan-kawan akan menggelar KLB di Denpasar Bali pada akhir bulan Mei ini.
"Saya memang sudah lelah memperjuangkan eksistensi pengurus pusat INI yang sah. Harga diri saya dan rekan-rekan pengurus pusat terluka oleh tindakan sekelompok orang yang tidak menghargai hasil kongres. Tapi saya tidak akan putus asa. Kami jalan terus untuk menjalankan roda organisasi dan program-program kerja kami," ungkapnya.
Salah satu kegiatan yang akan digelar dalam waktu dekat ini adalah Rapat Pleno Pengurus Pusat Yang Diperluas dan Refreshing Course bagi para notaris yang tergabung dalam INI.
Rencananya kegiatan digelar di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta pada tanggal 24 Mei. Tema kegiatan adalah "Implementasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian Kaitannya dengan Pelayanan Publik oleh Notaris dalam Pembuatan Akta-Akta di Bidang Koperasi".
Sri menambahkan, dirinya terpilih pada Kongres XXI Ikatan Notaris Indonesia tanggal 27 sampai 28 Januari 2012 di Yogyakarta. Kongres Yogyakarta ini telah ditindaklanjuti dengan Kongres XXI INI Lanjutan pada tanggal 16 Juli 2012 di Jakarta.
"Hasil dari kongres dan kongres lanjutan sudah final dan mengikat. Tugas kami selanjutnya adalah menjalankan roda organisasi dan melaksanakan program-program yang diputuskan pada kongres," jelas dia.
Pada tanggal 14 Februari 2013, Sri dan rekan-rekan seperjuangannya diterima oleh Komisi III DPR RI dalam kegiatan rapat dengar pendapat (RDP). Pada rapat dengar pendapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin itu, Sri dan jajaran PP-INI menyampaikan kronologi terbentuknya PP-INI beserta penjelasan aspek-aspek legalitasnya.
Hasil RDP tersebut ditindaklanjuti oleh DPR RI dengan berkirim surat kepada Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) bernomor PW/04219/DPR RI/IV/2013 tanggal 9 April 2013.
Surat yang ditandatangani Wakil Ketua DPR RI H. Priyo Budi Santoso tersebut menekankan, agar Dirjen AHU dan Kementerian Hukum dan HAM melakukan upaya-upaya dalam membantu dan menyelesaikan konflik yang timbul dalam tubuh Ikatan Notaris Indonesia.
Priyo juga meminta jajaran Kementerian Hukum dan HAM memperhatikan surat yang dikirimkannya itu. Sayangnya, sampai sekarang surat dari DPR RI belum direspon oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Pemerintah Tidak Merespon Hasil Kongres INI
Dinamika yang terjadi pada Kongres XII Lanjutan Ikatan Notaris Indonesia yang salah satu agendanya pemilihan Ketua Umum PP-INI Periode 2012-2015 sangat tinggi. Untungnya di tengah dinamika dan pertentangan pendapat, anggota INI tetap dapat memilih ketua umumnya yang dalam hal ini Sri Rachma Chandrawati, SH.
Pada kongres lanjutan tersebut berkembang rupa-rupa pendapat dan usulan. Untuk menghindarkan kongres pada posisi deadlock, pimpinan rapat menawarkan tiga opsi.
Pertama, pemilihan ketua umum INI dilakukan pada saat itu juga tanpa ada diskualifikasi oleh peserta. Opsi kedua, pemilihan dilakukan pada saat digelar pemilihan dengan diskualifikasi peserta kongres sebanyak 954 anggota hasil tim pengawas dan calon ketua umum. Opsi ketiga, kongres ditutup dengan keputusan PP-INI dipimpin secara kolektif kolegial oleh tujuh calon ketua umum selama satu tahun.
Selanjutnya, kongres ditutup. Namun sebelum ketiga opsi tersebut menjadi ketetapan kongres terjadi beberapa kali interupsi dari peserta kongres agar pemilihan Ketua Umum Pengurus Pusat dan Dewan Kehormatan Pusat INI 2012-2015 penyelenggaraannya bisa dipercepat.
Saat interupsi terjadi, beberapa orang presidium memilih meninggalkan arena kongres dan hanya menyisakan 5 anggota presidium yaitu Pengurus Wilayah INI Banten, Pengwil INI Nusa Tenggara Barat, diikuti Pengwil INI Lampung, Pengwil INI Bengkulu, dan Pengwil INI Sulawesi Tenggara.
Kelima Pengwil INI bertahan di arena kongres dengan alasan mereka melihat indikasi adanya upaya menjadikan Kongres tersebut tidak menghasilkan keputusan apapun atau deadlock. Mereka menyaksikan, para pengurus demisioner telah melobi hampir seluruh anggota presidium dan beberapa calon ketua umum untuk menjadikan Kongres deadlock.
Berdasarkan pertimbangan, Kongres XXI dapat menghasilkan keputusan, kelima presidium melanjutkan kongres tanpa kehadiran presidium lainnya. Dengan mengacu pada AD/ART organisasi, peserta Kongres INI memilih Sri Rachma Chandrawati, SH sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia Periode 2012-2015.
Selanjutnya, Kongres XXI memberikan kewenangan kepada Formatur Ketua Umum terpilih untuk menyusun kepengurusan Ikatan Notaris Indonesia periode 2012- 2015 sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat 1 Anggaran Dasar dan Pasal 39 Anggaran Rumah Tangga tentang Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia.
Untuk menguatkan keputusan tersebut, melalui Surat Keputusan Formatur Ketua Umum Terpilih Nomor 01/SK/FORMATUR/ VII/2012 dan 02/SK/FORMATUR/VIII/2012, susunan Kepengurusan Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP-INI) Periode 2012-2015 dikukuhkan.
Seusai Kongres, pada hari yang sama, lima anggota presidium melayangkan surat bernomor 01/PRESIDIUM/KONGRES XXI/ 2012 ke Kementerian Hukum dan HAM tentang hasil Kongres XXI.
Karena tidak ada tanggapan, kemudian PP-INI melalui ketua umumnya, Sri Rachma Chandrawati mengirim surat kedua bernomor 01/Formatur/INI/VII/2012 ke alamat yang sama. Seterusnya dikirimkan lagi surat bernomor 14/PP-INI/VII/2012 untuk lebih memperjelas eksistensi organisasi.
Pada surat tersebut dilampirkan foto-foto dokumentasi Kongres dan satu keping DVD yang berisi rekaman perbincangan Ketua Umum PP-INI dalam acara dialog pagi yang disiarkan langsung oleh stasiun TVRI tanggal 24 Juli 2012.
Tanggal 15 Agustus 2012, PP-INI memberitahukan juga ke Menkumham dengan dasar SK Nomor 2/SK/FORMATUR/VII/2012, pengurus lengkap PP-INI telah terbentuk. Di samping itu, pengurus juga telah menetapkan panitia pelaksana Ujian Kode Etik Notaris (SK Nomor 01/SK/PP-INI/VII/2012) yang diketuai Rina Diani Moliza.
Sayangnya pemerintah tetap bersikap tidak peduli pada PP-INI dan program-program yang akan dijalankannya. Kebijakan pemerintah tidak mengarah pada upaya untuk mengakhiri dualisme kepemimpinan dalam tubuh PP-INI.
DPR Setuju Kisruh PP-INI Segera Diakhiri
Rapat dengan pendapat (RDP) antara Komisi III dan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP-INI) di Gedung DPR RI pada tanggal 14 Februari 2013 tujuan utamanya untuk menyampaikan hasil Kongres XXI INI dan tindak lanjut dari kongres tersebut.
Pada RDP itu, Ketua Umum PP-INI, Sri Rachma Chandrawati, SH menyampaikan keinginan dan permohonan kepada DPR agar membantu menyelesaikan kisruh yang terjadi di tubuh organisasi INI. Sri juga menjelaskan eksistensi organisasi dengan harapan dapat memperoleh pengakuan dari pemerintah.
Sedikit banyak, ujar dia, kisruh di tubuh PP-INI bisa berdampak pada pelayanan terhadap masyarakat umum. Dalam kesempatan itu, dia juga menyampaikan kepada Komisi III, agar Kementerian Hukum dan HAM lebih proaktif dan memiliki itikad baik untuk menyelesaikan perselisihan ini.
Menurutnya pengurus yang dibentuk berdasarkan keputusan Kongres XXI merupakan kepengurusan yang sah. Sayangnya, kata Sri, sebagian oknum INI tidak dapat menerima hasil Kongres. Mereka mengatasnamakan dirinya sebagai Pengurus Kolektif Kolegial (PKK).
"Ada kelompok yang menimbulkan kekisruhan dalam tubuh organisasi perkumpulan kami. Mereka inilah yang mengatasnamakan Pengurus Kolektif Kolegial atau PKK. Kami yakin mereka sengaja melakukan ini karena gagal dalam pemilihan dan menginginkan organisasi ini kacau balau,” ujar Sri.
Dia menganggap gerakan seperti itu telah keluar dari Anggaran Dasar dan Rumah Tangga organisasi. Tidak keliru, kata dia, jika pelaksanaan Pra Kongres Luar Biasa di Pekanbaru Riau merekomendasikan jika Pengurus Kolektif Kolegial (PKK) bentukan kelompok tersebut harus dibubarkan.
“Pendek kata, selain pengurus INI yang ada saat ini, pengurus INI yang lain saya pastikan gadungan,” tegasnya.
Sri menawarkan kesempatan kepada kelompok PKK untuk rekonsiliasi. Tujuan rekonsiliasi adalah untuk memperlancar roda dan kerja organisasi yang salah satunya adalah penerimaan calon notaris. Seseorang bisa diangkat menjadi notaris setelah memperoleh rekomendasi dari organisasi profesi.
"Dengan adanya keksiruhan dalam organisasi kami, pemberian kartu anggota bagi mereka yang akan membuka praktek akan terhambat," jelas Sri.
Sementara itu, atas ijin Wakil Komisi III Aziz Syamsuddin, Sekretaris Umum PP-INI, Hapendi Harahap, menyampaikan laporan seputar pelaksanaan Kongres XXI lalu. Selama kongres berlangsung, sedikit pun tidak ada pertentangan pendapat yang mengarah pada kekerasan.
“Pelaksanaan kongres berjalan lancar dan tidak ada upaya dari peserta kongres untuk menggagalkannya. Jika ada perbedaan pendapat, itu adalah bagian dari demokrasi,” kata Hapendi.
Kekisruhan di tubuh PP-INI, tandasnya, harus segera diakhiri. Menurut dia, jika seluruh anggota mematuhi tata tertib Kongres tidak akan terjadi kekisruhan dalam tubuh organisasi. Menurutnya, tidak pada tempatnya jika organisasi yang beranggotakan para notaris menerima tindakan di luar hukum.
Senada dengan kedua pembicara sebelumnya, penasehat INI, Nadrah Izahari, menuturkan, pengurus PP-INI akan tetap mengupayakan payung hukum bagi PP-INI dari Kementerian Hukum dan HAM.
Terhadap paparan dan penjelasan para pengurus PP-INI, anggota Komisi III DPR RI menyampaikan tanggapan yang beragam. Adang Daradjatun, mantan Wakapolri, dari Fraksi PKS menyampaikan, dualisme kepengurusan PP-INI harus segera diselesaikan. Kalau ada masalah, jangan sampai mengganggu eksistensi organisasi.
Pendapat lainnya disampaikan Anggota Fraksi PKB Otong Abdurrahman. Dia mengatakan, Menteri Hukum dan HAM mesti menindaklanjuti laporan PP-INI.
Tawaran yang lebih realistis disampaikan anggota Komisi III lainnya, Ruhut 'Poltak' Sitompul. Kata Ruhut, kedua kubu harus cepat bersatu untuk menyamakan persepsi.
"Kalau diperlukan, saya akan menelepon langsung menteri terkait. Dirjen Administrasi Hukum Umum dan Menteri Hukum dan HAM harus secepatnya turun tangan,” ujar Ruhut.
Anggota Fraksi Golkar di Komisi III, Andi Rio Padjalangi berpendapat tertunda-tundanya rekonsiliasi PP-INI akan menghambat pembahasan RUU Jabatan Notaris yang sedang digodok DPR.
Sebagai penutup, pimpinan rapat Aziz Syamsudin berjanji akan menggelar rapat internal dan merekomendasikan hasil kesepakatan akhir semua fraksi ke Kementerian Hukum dan HAM untuk ditindaklanjuti. WHY
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro