JAKARTA - Untuk memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri saat ini pemerintah sedang menyusun kebijakan pangan jangka menengah dan panjang agar ketersediaan pangan terjamin dengan harga yang terjangkau. Kebijakan pangan tersebut meliputi komoditas beras, jagung, daging, dan gula.
Data Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan Strategis 2016 Kementerian Pertanian menyebut, dari 11 komoditas pangan, yakni beras, jagung, kedelai, gula pasir, minyak goreng, bawang merah, cabai besar, cabai rawit, daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras, ada dua komoditas pangan yang mengalami defisit pasokan. Dua komoditas itu adalah kedelai dengan defisit sebesar 42 persen dan daging sapi defisit sekitar 33 persen.
"Presiden memberi waktu kita 3 (tiga) bulan untuk menyusun kerangka kebijakan ini," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta, Selasa (9/8/2016).
Kebutuhan daging sapi di dalam negeri pada tahun ini mencapai 675.200 ton, untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Selain melalui impor, pemerintah juga menekankan pentingnya peternakan rakyat, khususnya penggemukan sapi. Produksi daging sapi dalam negeri pada 2016 diperkirakan sebesar 441.761 ton, sehingga ada kekurangan sebesar 233.459 ton.
Darmin menerangkan, di komoditas beras, jumlah total stok beras di gudang Bulog saat ini mencapai angka 2,6 juta ton. Surplusnya stok beras ini akibat fenomena La Nina yang membuat curah hujan di Indonesia lebih tinggi dibandingkan kondisi normal.
"La Nina bagus untuk padi, tapi kita perlu waspada untuk komoditas kedelai dan bawang," ujar Darmin.
Untuk menjaga stok pangan nasional tetap stabil, Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman meminta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat agar melakukan normalisasi infrastruktur di sejumlah daerah.
Berdasarkan temuan lapangan Kementerian Pertanian ada beberapa daerah seperti Indramayu, Subang, Kabupaten Batubara dan Aceh Barat yang harus dinormalisasi. Ini untuk menghindari kerugian yang signifikan.
Amran mencontohkan adanya bendungan dengan debit air yang bagus di Aceh, tapi sawahnya tidak ada. Begitu pula di Papua, ada waduk bagus tapi tak ada irigasi primer dan sekunder untuk mengairi lahan di sekitarnya.
"Langkah ini perlu diambil untuk menciptakan kondisi pangan yang lebih baik, jadi normalisasi penting dilakukan di seluruh daerah daripada membuka lahan baru yang membutuhkan lebih banyak biaya dan waktu lebih lama," jelasnya. (*Sam)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro