JAKARTA - Demokrasi akan menjadi pudar bila politik dinasti masih tetap bercokol dengan kokoh .
Politik dinasti memiliki sisi negatif yang tak memberikan ruang bagi kader berprestasi. Di sisi lain juga melemahkan kontrol terhadap kekuasaan.
“Sistem ini jadi tertutup dan tidak memberi kesempatan. Rawan meritokrasi, bahkan juga mengurangi mekanisme kontrol terhadap kekuasaan,” kata pengamat politik M Qodari dalam diskusi “Fenomena Politik Dinasti” bersama anggota DPD, Ahmad Subadri dan pengamat hukum tatanegara, Margarito Kamis di Jakarta, (24/7).
Menurut Direktur Eksekutif Indobarometer ini, sebaiknya harus ada pembatasan untuk mengurangi fenomena politik dinasti. ''Nggak bisa dilarang orang mau jadi wali kota, bupati. Bisanya dibatasi.
Faktanya dinasti politik itu mampu membangun kekuatan kekuasaan dan kapital (modal), sehingga dalam proses politik di daerah kemungkinan besar akan terjadi penyalahgunaan birokrasi, kekuasaan, dan juga uang menyisihkan dana APBD seperti yang terjadi di berbagai daerah.
Meski begitu, pejabat yang bukan dinasti juga tidak ada jaminan bersih,” tandasnya.
Qodari mengakui jika politik dinasti itu ada plus minusnya, seperti sudah mapan dan pendidikannya lebih baik. Sedangkan minusnya, sistem politiknya tertutup, tak memberi kesempatan pada orang lain, mudah meritokrasi, minim mekanisme kontrol dan sebagainya.
“Pembatasan itu dilakukan misalnya setelah satu periode selesai, dan setelah periode berikutnya dijabat orang lain selesai, maka dinasti politik itu bisa maju mencalonkan diri. Tapi, ini akan menjadi perdebatan mendalam secara filosofis maupun konstitusi, dan bisa berakhir di Mahkamah Konstitusi (MK),”tandasnya. (*Adyt)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro