JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ingin menghapus sistem pemeringkatan akreditasi sekolah. Hal tersebut dilakukan untuk menghilangkan kastanisasi antarsekolah yang menjadi inti dari semangat digulirkannya penerimaan peserta didik baru (PPDB) berbasis zonasi. Kendati demikian, wacana menghapus pemeringkatan akreditasi ini perlu persetujuan dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-SM).
Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan, ke depan, kualitas sekolah cukup diklasifikasikan dalam kelas terakreditasi dan tak akreditasi. Bukan seperti sekarang, kualitas sekolah dibagi ke dalam akreditasi A, B, C dan tak terakreditasi. Menurut dia, mengganti sistem akreditasi juga akan berdampak pada pemerataan distribusi kursi seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN).
“Sudah saya minta, mudah-mudahan segera ditindaklanjuti, tidak ada lagi nanti akreditasi A B C itu. Yang ada hanya accredited dan non-accredited. Sehingga nanti kami akan fokus membenahi yang non-accredited, dan nanti diberi tempo sekian lama,” kata Muhadjir di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Kamis 31 Januari 2019.
Ia menjelaskan, sekolah yang tidak memiliki sarana prasarana memadai, infrastruktur, kecukupan guru dan elemen lainnya akan dikategorikan tak terakreditasi. Ia yakin, dengan sistem tersebut, kastanisasi kualitas sekolah akan hilang.
“Selama ini kan di masyarakat suka beranggapan begini, misalnya, nilai 8 di sekolah yang akreditasi B atau C, sama dengan nilai 4 di sekolah akreditasi A. Kan ini tidak benar,” ujarnya.
Berdasarkan data dari BAN-SM, akreditasi tingkat sekolah dasar dan menengah sederajat hingga Desember 2018 didominasi peringkat B, yakni sebesar 55,31%. Dari 51.979 sekolah yang terakreditasi, hanya 20,51% sekolah yang mengantongi akreditasi A. Dengan rincian, pada jenjang SD/MI hanya 19,77%, SMP/MTs 20,85%, SMA/MA 27, 29% dan SMK 18,06%.
Ketua BAN-SM Toni Toharudin menyatakan, berdasarkan hasil tersebut, pihaknya meminta pemerintah untuk mengambil kebijakan yang berorientasi pada perbaikan kualitas guru selain fokus menggenjot pembangunan sarana dan prasarana pendidikan. Pasalnya, kualitas guru dan tenaga kependidikan, terutama pada jenjang SD/MI masih di bawah nilai rata-rata standar nasional.
“Tingkat pemenuhan standar yang rendah pada pendidik di antaranya karena rendahnya guru yang memiliki sertifikat pendidik. Selain itu, rendahnya kepemilikian sekolah terhadap tenaga perpustakaan yang memenuhi kualifikasi,” tandasnya.(*/Ind)
© 2015. All Rights Reserved. Jurnal Metro.com | Analisa Jadi Fakta
Koran Jurnal Metro